Keterangan foto Ridho/duta.co

SURABAYA | duta.co — Pasca penerapan PSSB yang telah berakhir di Surabaya Raya, 8 Juni 2020, kini Kota Surabaya memulai menerapkan adaptasi kebiasan baru atau yang paling umum dikenal dengan istilah New Normal.

Ironisnya itu dilamukan dengan menerbitkan Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 33 Tahun 2020 sebagai perubahan atas Perwali Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Surabaya.

Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) huruf f dan Pasal 24 ayat (2) huruf e Perwali tersebut mewajibkan para pekerja dan pelaku perjalanan yang ingin masuk Kota Surabaya harus melakukan rapid test terlebih dahulu dan berstatus Non Covid-19.

Meskipun tujuannya untuk melakukan screening belum tentu dikatakan aman dari Covid-19, namun hal tersebut dirasa berat bagi buruh dan masyarakat terutama bagi pekerja yang berpenghasilan rendah.

“Mahalnya biaya rapid test secara mandiri hingga jangka waktu pengunaan yang hanya berdurasi 14 hari memberatkan masyarakat terutama bagi kalangan pekerja,” demikian disampaikan Jauhar Kurniawan, Kord Posko Pengaduan Covid-19 LBH Surabaya, Minggu (19/7/2020).

Apalagi, tambahnya, bagi mereka yang harus masuk ke Kota surabaya secara berulang dan terhambat masa berlaku hasil rapid test yang terbatas.

“Selain itu kualitas hasil rapid test  tidak akurat. Belum lagi hak atas informasi masyarakat terlanggar karena adanya kesimpangsiuran mengenai harga yang diterapkan untuk melakukan rapid test, tidak hanya rumah sakit namun beberapa oknum yang memanfatkan keadaan untuk menyelengarakan rapid test dengan harga yang tidak wajar,” tegasnya.

Problem lainnya, tambah Jauhar, dengan adanya perwali Nomor 33 Tahun 2020 di.mana Pemkot Surabaya menerapkan Jam Malam layaknya PSBB.

Hal tersebut juga tidak tepat karena jam malam tidak terlalu berdampak dengan penurunan penyebaran Covid-19. Pemberlakuan jam malam akan berpotensi melanggar hak, terutama bagi pedagang kecil/pekerja informal yang sedang mencari penghidupan untuk kebutuhan sehari-hari diwaktu malam hari.

“Selain itu dasar hukum yang dipakai dalam penerapan jam malam tidak mempunyai dasar hukum yang jelas karena membatasi mobilisasi aktifitas masyarakat layaknya penerapan PSBB.”

“Adanya pembatasan pun jika merujuk dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2019 tentang Kekarantinaan Kesehatan beserta aturan turunannya Peraturan pemerintah Nomor 21 tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar terdapat persyaratan untuk menerapkan pembatasan mobilitas masyarakat yaitu adanya penetapan kementerian kesehatan untuk menerapkan PSBB bagi wilayah yang mengajukan PSBB, sedangkan Surabaya tidak menerapkan PSBB,” urainya.

Hentikan Wajib Rapid Test

Bahwa ketentuan pemberlakuan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 34 Perwali ini tidak sah karena bertentangan dengan Undang-undang No 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah menjadi Undang-undang No 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan peraturan perundangan yang mengatur perundang-undangan yang dapat memuat sanksi hanya UU/Perppu dan Perda.

“Sehingga produk hukum Perwali tidak bisa memuat sanksi. Karena pada hakikatnya pemberlakuan sanksi adalah pengurangan hak masyarakat maka harus diatur ketentuan yg melibatkan masyarakat dalam hal ini DPRD sebagaimana tertuang dalam Perda,” tambahnya.

Masih memurut Jauhar, kebijakan dalam Perwali tersebut membuktikan jika Pemkot Surabaya tidak mampu menangani Pandemi Covid-19 di Surabaya dan tidak mampu untuk menjamin hak atas kesehatan masyarakat.

“Padahal sebagaimana dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Berdasarkan hal tersebut diatas maka kami LBH Surabaya Meminta :

1. Pemerintah Kota Surabaya mencabut Perwali No 33 Tahun 2020 karena merugikan buruh dan masyarakat;

2. Menghentikan kewajiban penggunaan rapid test Covid-19 ataupun kebijakan dalam pencegahan covid-19 yang merugikan bagi pekerja atau masyarakat;

3. Pemkot Surabaya tidak memberlakukan sanksi dalam Perwali No 33 Tahun 2020 Krn tidak tepat diatur dalam Perwali;

4. Pemkot Surabaya harus menjamin hak atas kesehatan masyarakat dg tidak membuat kebijakan yg menyusahkan dan merugikan buruh dan masyarakat. (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry