SURABAYA | duta.co –  Tidak sedikit tokoh NU yang bertanya: Mengapa KH Luthfi Bashori (Gus Luthfi) – dalam dakwahnya – tidak mengikuti metode sang ayah, almaghfurlah KH Bashori Alwi? Bahkan tidak sedikit yang menyebutnya kelewat keras?

Menurut Gus Luthfi, dakwah harus sesuai dengan zamannya. Dan, tidak harus di dalam masjid saja. “Di zaman modern ini, berdakwah itu tidak harus di dalam masjid saja. Namun perlu variasi lain. Termasuk berdakwah di lingkungan sekolah, perkantoran, kebun, cafe, bahkan di jalanan serta lewat dunia maya,” tulis Gus Luthfi kepada duta.co, terunggah Selasa (30/5/23).

Gus Luthfi kemudian bercerita. “Suatu saat, saya bercakap-cakap dengan ayahanda, Alm KH Bashori Alwi terkait dalam pembelajaran Alquran. Beliau mengatakan, bahwa, (metode) yang beliau terapkan itu diberi nama METODE JIBRIL,” jelasnya.

Maksudnya: Metode talaqqi atau sama’i (guru membaca, murid menirukan). Yaitu ayahanda sebagai seorang guru dan master pembelajaran Alquran, selalu menalqin satu persatu ayat Alquran kepada para muridnya. Ini dimulai dari surat Alfatihah, lantas Al-Baqarah hingga berakhir surat Annaas. Tentu, membutuhkan waktu cukup lama untuk mengkhatamkan 30 juz.

Setelah mereka ditalqin seperti itu, lanjutnya, barulah dipraktekkan dengan cara setiap murid diperintah untuk membaca bergantian dan bergiliran antar mereka. Ini didengarkan secara langsung (disimak) oleh ayahanda. “Dan ini bisa dikategorikan sebagai metode alqira’ah ‘alas syaikh (murid membaca, guru menyimak),” urainya.

Lalu? Dalam sebuah riwayat dikatakan, seperti itulah dahulu Malaikat Jibril saat mengajarkan Alquran kepada Rasulullah SAW. “Kedua metode di atas juga seringkali dipraktekkan dalam dunia pembelajaran Ilmu Hadits Nabawi di kalangan para imam ahli sanad atau para perawi Hadits,” terangnya.

“Saya pribadi sering mengatakan di majelis, khususnya kepada para murid yang bertugas khidmat membantu perjalanan Safari Dakwah saya ke berbagai tempat, dengan mengadopsi salah satu peristiwa dalam kehidupan Rasulullah SAW,” lanjutnya.

Gus Luthfi kemudian bercerita, bahwa, awal berdakwah di tengah masyarakat, yaitu setelah pulang dari Makkah tahun 1991, ia berkeliling Malang Raya dengan naik motor, kemudian semakin lama, ia memilih naik mobil umum (angkot, bus, kapal & KA,) jika diundang ceramah oleh masyarakat di luar Kota Malang.

“Setelah itu berlanjut naik mobil pribadi dan akhirnya naik pesawat, terutama jika ke Jakarta atau ke luar pulau Jawa, apalagi ke Malaysia,” kenangnya.

Sebenarnya, tegas Gus Luthfi, beberapa kawan di Singapura, Thailand, Filipina, Brunai dan Hongkong juga ada yang ingin dirinya hadir majelis mereka, tapi ia memilih membatasi diri agar tidak terlalu jauh. Diputuskan hanya ke negara Malaysia sajalah untuk Safari Dakwah di luar negeri perlu didatangi, alasannya tidak ingin terlalu lama juga meninggalkan pesantren di rumah.

“Subhanallah, kebanyakan kegiatan majelis yang saya hadiri itu dilaksanakan di masjid-masjid, hanya kadang-kadang saja di lapangan terbuka, gedung pertemuan, kampus, dsb. Ini membuat saya teringat ayat terkait peristiwa ISRA’ MI’RAJ,  bahwa Rasulullah SAW itu di-isra’kan dari Masjid Al-Haram Makkah menuju Masjid Al-Aqsha Palestina, dengan naik Buraq,” tegasnya.

Menurut sebagian ulama, peritiwa Isra’ itu adalah perjalanan ardliyah  (di seputar lingkungan bumi). Sedangkan Mi’raj itu adalah perjalanan Samawiyah (naik menembus langit). Dari peristiwa Isra’ inilah saya katakan, bahwa saya pun dalam bersafari dakwah ingin meneladani Isra’nya Rasululluh SAW, yaitu dengan naik kendaraan baik di darat, laut maupun udara, dan tujuannya dari satu masjid ke masjid yang lain.

“Alhamdulillah semua wilayah dakwah itu sudah pernah saya lakukan. Walaupun mayoritas perjalanan saya berpindah-pindah, minal masjid ilal masjid (dari masjid ke masjid). Karena itulah, saya istilahkan bahwa Safari Dakwah yang sering saya jalani itu sebagai METODE ISRA’, yang mana terkadang membutuhkan waktu berdurasi hitungan jam, hingga hitungan hari, bahkan minggu dan maksimal yang pernah saya lakukan itu mengambil durasi waktu hingga tiga minggu,” terangnya.

Ini yang membedakan dengan metode dakwah almaghfurlah KH Bashori Alwi. Dalam Metode Isra’ ini, ia mulai dengan penyampaian materi pengajian, terkadang ada tema yang ditentukan oleh panitia pengundang, atau meminta tema darinya.

Kemudian dilanjut dengan dialog interaktif seputar tema yang ia sampaikan. Biasanya para panitia Safari Dakwah itu terlebih dahulu berkomunikasi dengan para murid ahli khidmat, antara lain Huda Muyas. Dia selalu menjaga komunikasi  jamaah lewat Hp 081336867886.

“Setelah itu, saya pun kembali ke basic semula, yaitu mengajar dan mendidik para santri di dalam pesantren dan kumpul bersama keluarga,” tutupnya.

Ketika ditanya soal persepsi orang, bahwa, dakwahnya cenderung keras? Gus Luthfi menjawab dengan santai, bahwa semua itu sangat relatifi. Tetapi, Islam memberikan batasan tegas: Katakan yang sebenarnya, walau itu pahit dirasakan.  (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry