Menteri ESDM Ignasius Jonan (ist)

JAKARTA  | duta.co – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka opsi PT Freeport Indonesia untuk mendapatkan izin operasi sampai dengan 2041. Opsi ini bisa dipenuhi dengan sejumlah syarat.

Opsi tersebut kini terbuka lebar, apabila perusahaan multinasional tersebut mengikuti rezim Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang telah diberikan Kementerian ESDM kepada Freeport Indonesia beberapa waktu yang lalu.

Dalam pasal 83 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, disebutkan masa operasional perusahaan yang mengikuti rezim aturan tersebut bisa mendapatkan perpanjangan selama 20 tahun ke depan, di mana perpanjangannya pun dilakukan selama dua kali tiap 10 tahun.

“Perpanjangan itu bisa dua kali dalam 10 (tahun). Memang tujuannya itu (di evaluasi setiap tahun perpanjangan,” tutur Menteri ESDM Ignasius Jonan di Jakarta, Selasa (4 /7).

Dalam kasus Freeport Indonesia, izin operasi berdasarkan kontrak karya akan habis pada 2021 mendatang. Sementara perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu, sampai saat ini pun belum menentukan sikap apakah akan tetap bertahan dengan rezim kontrak karya, atau IUPK yang diberikan pemerintah.

Artinya, apabila Freeport Indonesia ingin tetap melanjutkan kegiatan operasional di Indonesia, maka anak usaha Freeport McMoRan Inc itu harus tunduk di bawah rezim IUPK dan wajib membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral tambang atau smelter dalam jangka waktu lima tahun ke depan.

Sementara itu, terkait dengan kewajiban perpajakan dan bea ke luar yang harus disetorkan kepada pemerintah, juga harus tetap menganut rezim IUPK. Keinginan Freeport Indonesia agar kewajiban perpajakan yang harus dibayarkan mengacu pada kontrak karya pun tidak bisa dilakukan.

“Di UU secara jelas bahwa perubahan menjadi IUPK berarti menghendaki adanya suatu prevailing law yang berarti kami akan hitung berdasarkan kewajiban perpajakan berbasis pada UU Perpajakan saat ini,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kesempatan berbeda.

Kendati demikian, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan bahwa pemerintah masih mendiskusikan empat komponen penting dalam negoisasi dengan Freeport Indonesia. Mulai skema perpanjangan kontrak, progres pembangunan smelter, divestasi saham, sampai dengan rezim penerimaan negara.

 

Rakor soal Freeport

Selasa (4/7) kemarin, pemerintah memang  menggelar rapat koordinasi mengenai proses negosiasi PT Freeport Indonesia. Rapat tersebut dihadiri menteri-menteri terkait yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Kantor Kementerian Keuangan.

Selain Darmin Nasution, hadir pula Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Adapula Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi, serta pejabat Eselon I dan II kementerian terkait.

Menteri ESDM Ignasius Jonan enggan berkomentar banyak mengenai perpanjangan operasi Freeport di Indonesia. Pemerintah memberikan perpanjangan operasi secara bertahap 2 kali 10 tahun. Itu artinya, selama 20 tahun dibagi dalam 2 tahap, yakni tahap pertama 2021-2031 dan tahap kedua 2031-2041. “Perpanjangan kan bisa 2 kali 10 tahun. Dievaluasi di 2031 karena tujuannya kan itu,” ujar Jonan.

Saat ini, Freeport menggali tambang emas di Mimika, Papua dengan status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Sementara hingga Oktober 2017. Setelah itu, perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut memiliki dua pilihan, yakni apakah berstatus Kontrak Karya atau IUPK Permanen.

Apabila memilih IUPK, Freeport harus mengikuti aturan pajak berubah-ubah (prevailing) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Sementara anak usaha Freeport McMoran ini menginginkan IUPK dengan skema pajak tetap atau naildown, kepastian perpanjangan operasi hingga 2041. “Kalau untuk fiskalnya (pajak), itu tanya ke Bu Sri Mulyani,” ucap Jonan.

Di tempat yang sama, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, pemerintah membahas seluruh proses negosiasi dengan Freeport Indonesia, seperti divestasi, kewajiban membangun smelter, maupun perpanjangan operasi. “Nanti dua minggu lagi kita rapat lagi,” ujarnya.

Deputi Bidang Industri Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno menjelaskan, perpanjangan operasi Freeport harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, yakni 2 kali 10 tahun. Nantinya perpanjangan operasi sampai 2031, kemudian dievaluasi lagi hingga 2041.

“Iya seperti itu (evaluasi). Kalau dia pakai rezim IUPK maka pakai prevailing. Tapi kan dia ingin naildown, nanti diomongin lagi, belum disepakati, kita akan rundingkan lagi,” cetusnya.

Sedangkan untuk kewajiban membangun smelter dan divestasi saham 51 persen, harus dilakukan Freeport. “Kalau smelter harus, dalam 5 tahun ke depan. Juga untuk divestasinya wajib, 51 persen tidak bisa ditawar,” pungkas Fajar. hud, viv, lip

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry