LANTIK KHOFIFAH: Ketum PBNU KH Said Aqil Siradj melantik Khofifah Indar Parawansa (kedua kanan) sebagai Ketum PP Muslimat bersama para pengurus lainnya masa bakti 2016-2021 di Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (28/3). (ist)

JAKARTA | duta.co – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj melarang warga nahdliyin mengikuti aksi Aksi 313. Unjuk rasa yang rencananya berlangsung Jumat (31/3) lusa mendesak pemberhentian Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama. Sebab, Ahok telah menjadi terdakwa kasus dugaan penistaan agama.

Menurut Kiai Said, PBNU telah melarang warga untuk ikut dalam aksi-aksi serupa, sebelum Aksi 313. “Dari dulu sudah dilarang,” ujarnya usai acara pelantikan Pengurus Muslimat NU di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Selasa (28/3).

Secara pribadi, Said Aqil juga tidak setuju dengan adanya demonstrasi yang dianggapnya terkait dengan Pilgub DKI Jakarta. “Saya tidak senang. Saya itu, mau pilih Ahok silakan. Kalau tidak senang, tidak usah pilih. Begitu saja,” ujarnya.

Ia menegaskan, tidak ada imbauan dari PBNU untuk memilih calon tertentu dalam Pilgub DKI Jakarta. “Sukseskan dan bebas,” sebutnya.

Ajakan untuk berdemonstrasi usai salat Jumat pada 31 Maret mendatang disuarakan Forum Umat Islam (FUI). Guna menyampaikan tuntutannya, mereka berencana melakukan long march dari Masjid Istiqlal Jakarta menuju Istana Merdeka untuk berunjuk rasa di sana.

Polisi juga sudah mulai menganalisis dan mendata jumlah massa yang kemungkinan akan mengikuti 313. “Iya sudah. Dengan adanya media sosial, kan ada media sosial itu kan ya. Lagi kami data jumlah massanya,” ujar Direktur Intelijen dan Keamanan Polda Metro Jaya Kombes Pol Merdisyam saat dihubungi, Selasa (28/3).

Merdisyam menuturkan, hingga saat ini Polda Metro Jaya belum menerima surat pemberitahuan terkait rencana aksi tersebut. Polisi baru mengetahui adanya rencana Aksi 313 dari media sosial. “Sampai sekarang belum ada komunikasi. Cuma secara pengajuan kegiatan untuk Polda Metro sampai malam dan saat ini belum terima laporan,” kata dia.

Salah satu informasi yang diketahui polisi, lanjut Merdisyam, yakni Aksi 313 bertujuan meminta Presiden Joko Widodo untuk segera memberhentikan Ahok dari jabatan Gubernur DKI Jakarta karena menjadi terdakwa kasus dugaan penodaan agama. “Kalau yang kami tahu dari pemberitaan media sosial, salah satunya kan tuntutannya soal Ahok itu,” ucap Merdisyam.

Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath membenarkan adanya Aksi 313 tersebut. Ia mengaku tengah menyiapkan sosialisasi. “Insya Allah, sudah kami panita menyiapkan segala suatu, tahap sosialisasinya, pengundangan ormas, lembaga, komunitas, kaum Muslimin Jakarta khususnya, dan sekitar Jakarta,” kata Al Khaththath saat dikonfirmasi, Senin (27/3).

 

Kapitra: Tak Bisa Dilarang

Ketua Tim Advokasi GNPF MUI Kapitra Ampera mengatakan, Aksi 313, Jumat (31/3)  mendatang, tidak bisa dilarang karena pelarangan bertentangan dengan Tap MPR Nomor 7 Tahun 1998 tentang hak asasi manusia. Dalam Aksi 313, seharusnya presiden mendengarkan suara rakyat.

“Aksi 313 nanti adalah untuk meminta presiden mencopot Ahok yang telah menjadi terdakwa dari jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta, jika presiden menolak melaksanakan undang-undang, maka presiden telah melanggar hukum,” jelasnya, Selasa (28/3).

Menurut dia, Aksi 313 mendatang harus dilindungi oleh kepolisian, bukannya malah melarang. Hanya saja, dalam memberikan aspirasi tidak boleh melakukan kekerasan dan tindakan pengrusakkan.

“Negara kita adalah negara hukum bukan negara kekuasaan, setiap warga negara bebas mengeluarkan aspirasinya selagi tidak melanggar aturan. Jika pemerintah melarang, sama saja mereka melakukan state crime,” jelas dia.

Aksi umat Islam ini bertujuan agar presiden mendengar suara rakyat. Presiden harus mematuhi undang-undang. Presiden seharusnya tidak lagi menafsirkan aksi ini sebagai alat untuk memecah-belah persatuan. “Membela terdakwa penista agama justru dapat memecah-belah persatuan. Apalagi mengenai pendapat presiden terkait politik dan agama yang tidak dapat dipisahkan,” ujarnya.

Secara konstitusi, kata Kapitra, pemikiran presiden tidak dapat dibenarkan. Negara Indonesia dilandasi agama sejak merdeka. Ini tertuang dalam pembukaan UUD 1945. “Presiden harus ingat di dalam pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan itu diraih atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa,” ucap dia.

Menurut dia, ada tangan Allah dalam politik. Karena ada ketuhanan di negara Indonesia. Ketuhanan merupakan pondasi Republik ini. “Indonesia bukan negara sekuler, Indonesia bukan negara atheis, bukan negara satu agama tetapi negara beragam, sehingga setiap orang yang tinggal di Indonesia wajib beragama,” kata dia.

Jika setelah aksi, presiden tetap tidak menindaklanjuti surat tersebut, maka DPR harus menggunakan seluruh haknya untuk memproses pencopotan jabatan tersebut. “DPR tidak boleh tumpul, mereka merupakan wakil rakyat, wakil suara rakyat,” ujarnya. hud, net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry