Edisi Duta Masyarakat zaman dulu (foto atas) dan edisi baru yang juga menjadi bacaan dunia. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co — Prof Dr KH Imam Ghozali Said, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Surabaya, mengatakan, bahwa, tidak mudah menghidupkan media cetak NU, seperti Koran Duta Masyarakat.

Apalagi zaman Orde Baru, atau sampai awal reformasi. Mengapa? Pertama, warga NU ini memang suka baca, tetapi tidak suka bayar. Kedua, masalah konten, tidak banyak kader NU saat itu yang, berprofesi sebagai penulis atau jurnalis.

Prof Dr KH Imam Ghozali Said (FT/Ridho)

Sampai seorang intelektual sekelas Deliar Noer, katanya, yang terkenal sebagai tokoh Himpunan Mahasiswa Muslim (HMI), Masyumi, akademisi, tokoh politik dan pemikir substansial, yang sering membuktikan karya-karya akademisnya dengan data dan fakta, menyebut kader-kader NU itu sangat lemah dalam hal dokumentasi.

Nah, buku Cak Anam bertajuk ‘Pertumbuhan dan Perkembangan NU’ yang sarat dengan data dan fakta, membuat jagat intelektual terperangah. Melalui dokumen-kokumen yang tersimpan rapi di ndalem almaghfurlah KH Umar Burhan (Gresik), Cak Anam berhasil menerbitkan buku yang kita kenal sebagai ‘Babon NU’. “Sudah naik cetak berkali-kali,” tegas KH Imam Ghozali Said.

“Selamat dan sukses untuk Koran Duta Masyarakat yang, pada hari ini Harlah ke-23 dalam kepemimpinan Cak Anam (Drs H Choirul Anam red),” demikian KH Imam Ghozali Said dalam acara ‘Ngobrol Bareng tentang Cak Anam  bersama Gus Sadad’ di Harlah 23 Tahun Duta dan Megangan tahun 1445 H, Jumat (8/3/24) di Jl Gayungsari Timur 35 Surabaya.

Menurut Kiai Imam Ghozali Said, Cak Anam memang memiliki keahlian dalam hal tulis-menulis. Kelebihan lain, lanjutnya, orang mengakui sebagai aktivis (pergerakan) tulen. Banyak kisah menarik yang disampaikan Pengasuh PP An-Nur ini terkait Cak Anam. Dari soal eksistensi Majalah AULA PWNU Jawa Timur, sampai gerakan mendamaikan warga sekitar Waduk Nipah, Sampang, Madura. (Baca: Cak Anam dan Waduk Nipah, Prof Dr KH Imam Ghozali Said: Ternyata Dia Sudah Berada di Ruang Kerja Pangdam).

Mengimbangi PKI

Eko Pamudji dan Cak Anam (kanan).

General Manager Koran Harian Umum Duta Masyarakat, Dr Eko Pamudji setuju dengan pandangan Prof Dr KH Imam Ghozali Said. Menurutnya, dulu, memang tidak mudah mencari penulis-penulis NU atau jurnalis nahdliyin.

“Tetapi, itu dulu. Sekarang, sudah ombyokan. Tidak sedikit media NU tampil dengan baik,” jelas doktor ilmu komunikasi jebolan UNAIR, Surabaya.

Menurut Eko, jagat jurnalis (nahdliyin) sekarang berkembang pesat. Warga NU sudah tidak perlu khawatir dalam pertempuran dunia maya, terkait banyaknya paham keagamaan. Pun lembaga pendidikan NU, maju dengan pesat.

“Tidak perlu khawatir untuk mencari rujukan kajian Islam Ahlussunnah waljamaah Annahdliyah. Sangat gampang, tinggal sejauh mana kita mampu merapatkan ‘barisan’ anak-anak kita,” tegasnya.

Masih menurut Eko, banyak yang bertanya, kok Harlah Duta masih berusia 23 tahun? Bukankah Kora Duta Masyarakat lahir tahun 1951? Bukankah tahun 1965, koran ini menjadi bacaan wajib, bukan saja bagi nahdliyin, tetapi juga tokoh-tokoh PKI?

“Ya! Betul, Koran Duta Masyarakat memang menjadi media perlawanan terhadap propaganda PKI,” tegas Eko di depan wartawan Duta dari berbagai daerah di Jawa Timur.

Koran ini, lanjutnya, mengalami jatuh bangun. Setelah terbit tahun 1951, dua puluh tahun kemudian (1971) Duta Masyarakat ‘dipaksa’ keadaan politik saat itu, untuk tidak terbit. Baru terbit kembali tahun 1998, awal reformasi yang diprakarsai Jawa Pos di Surabaya, Jawa Timur.

Menghidupi media, tegas Eko, memang, tidak mudah. Apalagi kalau modalnya cekak. Setelah mengalami dinamika terbit, tepatnya 11 Maret tahun 2001, Duta Masyarakat  oleh Gus Ipul alias KH Saifullah Yusuf (kini Sekjen PBNU) dan almaghfurlah KH Hasyim Muzadi diserahkan ke Cak Anam.

“Saat itu, saya dan almarhum H Abdullah Zaim (masih famili almaghfurlah KH Sahal Mahfudz) dipanggil Cak Anam ke rumah. Intinya diajak untuk menghidupkan kembali Koran Duta Masyarakat. Cak Anam mengaku punya tabungan sekitar Rp100 juta dan mobil Opel Blazer yang baru dibeli, sewaktu-waktu bisa dijual,” terang Mokhammad Kaiyis, Pemred Duta Masyarakat.

Nah, sela Eko, kalau mengacu tanggal lahir, Duta Masyarakat sekarang sudah berusia 73 tahun. Kalau berangkat dari era reformasi 1998 (bangkit kembali), berarti usia Koran ini 26 tahun. “Dan, sejak tahun 2001 (berarti 23 tahun), media ini di tangan Cak Anam, konsisten terbit. Tidak pernah gagal terbit karena duit,” tambah Eko.  (Baca: Jadi Pejabat Sangat Mungkin, Ketua PWI Jatim: Tapi Cak Anam Pilih Mengidupi Koran).

Eko mengaku tidak kuasa menyebut satu persatu, orang yang terlibat dalam upaya menghidupi Duta Masyarakat. “Tidak sedikit yang sudah wafat, banyak pula yang korban kecelakaan di jalan, terutama para sopir. Pun mobil operasional Duta, dari kecelakaan sampai hilang. Ada yang hilang di Lumajang, ketemu di Blitar. Ada yang ‘munyer’ kecelakaan. Mobil terbalik orangnya selamat. Seluruh jerih payah itu, semoga dicatat sebagai amal baik di sisi Allah SWT, amien. Terima kasih semuanya,” pungkasnya. (zal)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry