Atik Qurrota A’Yunin A, S.KM., M.Kes – Dosen Kesehatan Masyarakat dan Co-founder Jago Preventif

PONDOK pesantren memiliki peran sangat strategis dalam upaya pengembangan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. Tidak hanya dalam aspek keagamaan, pesantren juga berpotensi mengembangkan berbagai inisiatif di bidang kesehatan.

Namun selama ini, potensi tersebut belum sepenuhnya disadari. Sementara itu, masalah kesehatan di pesantren juga cukup kompleks, khususnya yakni masalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Berdasarkan berbagai macam studi yang pernah dilakukan, masalah kesehatan yang seringkali dihadapi di pesantren antara lain rendahnya kesadaran santri dalam berperilaku hidup bersih dan sehat, implementasi higiene sanitasi yang kurang, baik dari sisi perilaku maupun fasilitas, dan sebagainya.

Masalah kesehatan tersebut menjadi masalah klasik yang terus terjadi di pesantren sampai saat ini karena belum banyak pesantren yang menaruh perhatian khusus pada penanganan isu kesehatan serta penerapan upaya promotif dan preventif melalui intervensi promosi kesehatan yang komprehensif serta relevan dengan situasi, tantangan aktual, dan potensi pondok pesantren.

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah pesantren sangat banyak. Berdasarkan data di situs resmi Kementerian Agama, tercatat ada 4.452 pesantren dengan 323.293 santri bermukim dan 241.006 santri tidak bermukim di Jawa Timur, sehingga menjadi tantangan yang cukup besar dalam menyiapkan santri unggul.

Namun hingga saat ini masih banyak ditemukan permasalahan kesehatan di pesantren. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2022) mencatat 5 kabupaten dengan strata PHBS terendah, yaitu Kab. Mojokerto, Kab. Sidoarjo, Kab. Malang, Kab. Nganjuk, dan Kab. Sumenep.

Hal tersebut menunjukkan rendahnya praktik PHBS pada pondok pesantren yang berada di 5 wilayah tersebut, sehingga risiko penyakit menular seperti skabies, TBC, diare, DBD, dan sebagainya juga cukup tinggi.

Studi pada beberapa pondok pesantren di Jawa Timur menunjukkan rata-rata angka kasus skabies yang cukup tinggi, yakni di atas 70%. Tingginya angka kasus tersebut selaras dengan hasil studi yang menyebutkan bahwa lebih dari 50% santri masih melakukan praktik personal higiene yang kurang baik.

Sementara itu, pesantren yang mengalami kejadian skabies cukup rendah (<10%) ternyata santrinya juga melakukan praktik personal higiene yang baik dan pondok pesantren memiliki kecukupan akses sanitasi. Masih tingginya angka kasus penyakit menular di pondok pesantren ini tentu memerlukan perhatian khusus, karena penyebaran penyakit menular bisa sangat masif di lingkungan pesantren, dimana banyak orang berkumpul dan tinggal bersama dalam satu waktu.

Selain itu, masalah kesehatan lingkungan dan masalah gizi juga masih menjadi aspek penting yang perlu untuk segera mendapatkan solusi. Masalah gizi yang rentan dialami oleh santri remaja putri adalah anemia.

Studi pada beberapa pondok pesantren di Jawa Timur menunjukkan bahwa rata-rata angka kasus anemia pada santri putri cukup tinggi, yaitu >75%. Hal tersebut tentunya dapat berpengaruh apabila remaja tersebut sudah menjadi calon ibu yang akan melahirkan seorang anak. Anemia adalah salah satu faktor risiko seorang ibu berpotensi melahirkan anak yang stunting.

Jika kondisi ini dibiarkan, justru akan terjadi penurunan kualitas sumber daya manusia. Maka, intervensi peningkatan kesehatan di pesantren, perlu mendapat perhatian yang serius, karena memiliki daya ungkit yang besar terhadap keberhasilan pembangunan manusia, terutama di bidang kesehatan.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) memberi perhatian khusus bagi dunia pesantren dengan mendampingi proses peningkatan derajat kesehatan masyarakat pesantren melalui Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2021), masih ada 2.564 pesantren yang belum memiliki Poskestren.

Sementara pada pesantren yang sudah memiliki Poskestren masih ada kekeliruan paradigma, bahwa Poskestren dianggap hanya bergerak di aspek kuratif atau pengobatan. Padahal, fungsi utama dari Poskestren yaitu sebagai pusat layanan promotif dan preventif di pesantren.

Oleh sebab itu, Poskestren perlu direvitalisasi agar kembali pada fungsinya. Sehingga sejak tahun 2019, penyelesaian masalah kesehatan di pesantren menjadi salah satu prioritas program yang dicanangkan Pemprov Jatim.

Pemprov Jatim melalui Dinas Kesehatan Provinsi Jatim bertugas memperbanyak pesantren yang memiliki poskestren mandiri dengan memberikan dana bantuan dan pembinaan untuk peningkatan pengetahuan kesehatan santri yang dikenal dengan Program Sajadah (Santri Jatim Sehat dan Berkah). Namun dalam mengejar target peningkatan kapasitas pesantren sehat, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tentunya tidak dapat melaksanakannya sendiri, mengingat banyaknya jumlah pesantren di Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan Pedoman Penyelenggaraan Pesantren Sehat Tahun 2019, disebutkan bahwa dalam melaksanakan teknis intervensi kesehatan di pesantren diperlukan kerjasama lintas sektor terkait pembinaan dan pemantauan berjenjang. Kendala dalam melakukan intervensi di pesantren juga sering ditemui, seperti pada proses perizinan atau pendekatan ke berbagai pesantren dengan karakteristik yang beragam.

Oleh sebab itu, sinergi lintas sektor amat sangat diperlukan dalam rangka mengembalikan Poskestren pada fitrahnya demi tercapainya pesantren sehat untuk mencetak generasi yang unggul. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry