Mahfud MD (FT/kba)

JAKARTA }| duta.co – Berat! “Akhirnya kami tahu sungguh berat bagi MK dalam sengketa hasil pemilu ini,” demikian cuplikan pidato Prof Mahfud MD di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (27/3/2024) di depan majelis hakim yang diketuai hakim MK Suhartoyo.

Tetapi, bukan berarti tidak bisa. Itu sebabnya, Mahfud membeber sejumlah fakta kehebatan MK, termasuk kesaksian Prof Yusril Ihza Mahendra yang disebutnya sebagai mahaguru hukum tata negara di republik ini.

Mahfud menjelaskan, MK lahir sebagai anak kandung Reformasi 1998, fungsinya antara lain, menutup pintu bagi pelanggaran HAM baik di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya yang banyak terjadi di masa lalu.

Menurut dia, menyelesaikan sengketa hasil pemilu (tentu termasuk proses yang mengantar hasil pemilu) adalah salah satu dari empat wewenang dan satu kewajiban MK.

Dalam perjalanannya, Mahfud mengatakan, MK Indonesia pernah memberi warna progresif bagi perkembangan hukum konstitusi di Indonesia dan dinilai sebagai lembaga penegak hukum yang kredibel.

Bahkan sampai Harvard Handbook tahun 2012 seperti dikemukakan oleh Tomsay menilai MK Indonesia sebagai salah satu dari 10 MK paling efektif di dunia. Studi tentang perjalanan masa lalu MK yang bagus, juga pernah ditulis dalam beberapa penelitian ilmiah.

Di Amerika Serikat, kata Mahfud, ada disertasi yang ditulis Pastor Stefanus Hendrianto yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku, “Law and Politics of Constitutional Courts: Indonesia and the Search for Judicial Heroes“, diterbitkan oleh penerbit ternama di AS.

Dari IIU lahir disertasi karya Iwan Satriawan, “Role of the Constitutional Court in Consolidating Democracy in Indonesia“. Ada juga disertasi Refly Harun tentang “Hukum Sengketa Pemilu”.

Ia memberikan apresiasi terhadap MK Indonesia dalam keberaniannya membuat landmark decisions muncul dalam berbagai makalah forum ilmiah, jurnal akademik dan berbagai media.

Bahkan dalam konteks menyelesaikan masalah pemilu, begawan hukum Satjipto Raharjo pernah membuat tulisan khusus di Harian KOMPAS tanggal 14 Juli 2009 dengan judul “Tribute untuk Mahkamah Konstitusi“.

Di dalam tulisannya itu, Satjipto menyatakan, “Mungkin kita perlu mendirikan monumen agar orang selalu mengingat bahwa … Indonesia pernah memiliki pengadilan (MK) yang bekerja dengan penuh penghormatan…”. Harian Media Indonesia edisi 7 Juli 2009 menulis editorialnya dengan judul, “Hormat Rakyat untuk MK”, yang alinea pertamanya dimulai dengan kalimat, “Untung ada Mahkamah Konstitusi”.

Masih menurut Mahfud, salah satu kunci pernah banjirnya apresiasi terhadap MK Indonesia adalah keberanian MK dalam membuat landmark decisions (keputusan monumental) dengan berani menembus masuk ke relung keadilan substantif sebagai sukma hukum, bukan sekadar keadilan formal prosedural semata.

“Dalam hal pengujian UU misalnya, MK melahirkan teori opened legal pollicy (OPL) agar MK tidak sembarangan membatalkan isi UU yang menjadi wewenang legislatif. Dalam hal pelaksanaan pemilu misalnya MK memperkenalkan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang kemudian diadopsi secara lebih ketat di dalam tata hukum kita,” ujar Mahfud.

Seperti tamparan keras! Sekakmat. Menurut Mahfud, peran Mahaguru Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra saat ikut menjadi Ahli pada sengketa hasil Pemilu 2014 dan bersaksi di MK seperti tersiar luas pada 15 Juli 2014. Yusril mengatakan bahwa penilaian atas proses pemilu yang bukan hanya pada angka harus dilakukan MK.

Padahal, seperti kita baca, hari-hari ini, Yusril sedang menyoal gugatan Ganjar-Mahfud karena tidak menyoal angka yang ditetapkan KPU.

“Pandangan ini bukan pandangan lama melainkan pandangan yang selalu baru yang justru terus berkembang. Menjadikan MK hanya sekedar Mahkamah Kalkulator itulah yang justru merupakan pandangan lama yang sudah diperbarui,” kata Mahfud.

Di berbagai negara, lanjut dia, judicial activism banyak dilakukan oleh MK maupun Mahkamah Agung beberapa negara membatalkan hasil pemilu yang dilaksanakan secara curang dan melanggar prosedur seperti Australia, Ukraina, Bolivia, Kenya, Malawi, dan Thailand.

“Akhirnya kami tahu sungguh berat bagi MK dalam sengketa hasil pemilu ini. Pastilah selalu ada yang datang kepada hakim yang Mulia untuk mendorong agar permohonan ini ditolak dan pasti ada pula yang datang yang meminta agar MK mengabulkannya,” ujar Mahfud.

“Yang datang mendorong dan meminta itu tentu tidak harus orang atau institusi melainkan bisikan hati nurani yang datang bergantian di dada pada Hakim yaitu bisikan yang selalu terjadi antara amaroh dan mutmainnah,” lanjutnya.

Mahfud pun memaklumi tidak mudah bagi para hakim untuk menyelesaikan perang batin ini dengan baik. Tetapi akhirnya, dia berharap MK mengambil langkah penting untuk menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum di Indonesia.

“Jangan sampai timbul persepsi bahkan kebiasaan bahwa pemilu hanya bisa dimenangkan oleh yang punya kekuasaan atau yang dekat dengan kekuasaan dan mempunyai uang berlimpah. Jika ini dibiarkan terjadi berarti keberadaan kita menjadi mundur,” kata Mahfud.

Mahfud berharap agar majelis hakim MK dapat bekerja dengan independen, penuh martabat dan penghormatan. Sebab, bagi Ganjar-Mahfud yang penting bukan siapa yang menang, siapa yang kalah.

“Bagi kami masalah ini adalah beyond election melainkan harus merupakan edukasi kepada bangsa ini untuk menyelamatkan masa depan Indonesia dengan peradaban yang lebih maju melalui antara lain berhukum dengan elemen dasar sukmanya yaitu keadilan substantif, moral, dan etika,” ujar Mahfud. (net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry