“Perbedaan agama bukan menjadi sesuatu yang membatasi pertemanan. Beda keyakinan tak bermakna bermusuhan.”

Oleh Mustofa Najib

ANAK-ANAK muda itu tak rela negerinya berada dalam cengkeraman Nazi dan Fasisme. Dari gunung-gunung hingga ke pusat kota, laki-perempuan, dengan berbagai latar belakang sosial melakukan gerakan perlawanan. Mereka mendapat sebutan partigiano, Gerakan Partisan. Dalam semangat perlawanan itu sebuah lagu mewabah, menjadi api solidaritas perjuangan para partigiano. Lagu berjudul Bella Ciao, yang bermakna Selamat Tinggal Cantik itu menjadi lagu patriot yang dikenang di Italia, di masa Perang Dunia II.

Tak hanya Italia, di tahun 1960-an, We Shall Overcome menginspirasi ribuan orang untuk melakukan perlawanan terhadap diskriminasi di Amerika Serikat. Di Australia ada Waltzing Matilda, sebuah lagu rakyat yang membangkitkan nyali perjuangan. Di kalangan ummat Islam pun ada sebuah lagu yang menandai peristiwa hijrahnya Rasulullah Saw. dan merupakan lagu yang dilantunkan untuk menyambut kedatangan beliau ke Kota Madinah. Lagu yang populer hingga sekarang itu berjudul Thala’al Badru.

Lagu atau nyanyian sudah berulangkali membuktikan diri mengambil peran penting di banyak peristiwa. Like Teen Spirit yang diteriakkan oleh Nirvana, grup musik hard rock tahun 90-an, menjadi wabah karena mampu menyusup ke dalam frekuensi kegusaran anak muda di masa itu. Dan, masih banyak daftar lagu yang bisa dituliskan yang telah berhasil menginspirasi masyarakat dengan alasan yang berbeda-beda. Dalam makna positif maupun negatif lagu seringkali berhasil menjadi sahabat yang mampu menyuarakan pikiran dan perasaan yang tersembunyi.

Sebuah nyanyian yang indah adalah sarana komunikasi yang masuk ke dalam ruang-ruang diri yang tak terjangkau oleh media ceramah. Itu sebabnya, terkadang sang song writer sendiri tak menyangka dampak dari lagu yang dibuatnya.

Di antara fenomena menarik dari realitas yang menggambarkan betapa musik atau lagu memiliki kekuatan yang seringkali tak terukur adalah munculnya fenomena “Berburu Takjil” yang saat ini sedang nge-trend di Sosmed – utamanya di TikTok dan Instagram. Bagi anda yang belum tahu, ini adalah konten anak-anak muda non islam yang diistilahkan dengan ‘nonis’ yang ikut-ikutan berburu takjil menjelang maghrib. Rata-rata konten-konten dengan tema itu adalah konten segar dan lucu yang memberikan pesan kuat tentang toleransi dan solidaritas. Perbedaan agama bukan menjadi sesuatu yang membatasi pertemanan. Beda keyakinan tak bermakna bermusuhan.

Yang paling menarik dari fenomena “Berburu Takjil” ini adalah lagu pengiring yang mereka pakai di setiap konten adalah lagu penyanyi dan pelantun shalawat senior, Haddad Alwi, yang berjudul Rindu Muhammadku. Kalau kita dengarkan dengan teliti lirik lagu itu sebenarnya adalah sebuah shalawat yang dikemas dalam musik pop yang juga bermuatan rap. Lagu itu bahkan diawali dengan bait shalawat “Ya Rabbi Bil Mustofa” yang sangat populer itu. Namun para nonis muda itu seperti tak punya beban ketika ikut-ikutan menyanyikan lagu tersebut.

Sampai hari ini lagu Rindu Muhammadku itu telah diunduh lebih dari duaratus ribu kali di TikTok. Padahal jika ditilik dari waktu rilisnya, lagu ini sudah pernah viral belasan tahun lalu ketika dunia rekaman masih di era compact disk.

Boleh jadi keberadaan Haddad Alwi yang masih terus eksis di dunia musik di Indonesia membuat lagu-lagunya masih terus disukai oleh masyarakat. Haddad Alwi yang sejak 25 tahun lalu meluncurkan album-album shalawat pop yang hampir selalu booming di pasaran di masa itu sampai hari ini memang masih memunculkan karya-karya terbarunya di platform sosmed seperti Youtube, Ig, dan TikTok. Sebagai seorang yang boleh disebut sebagai legend pelantun shalawat di Indonesia, penyanyi yang kini telah berusia lebih dari setengah abad ini tetap konsisten menyuarakan tentang cinta dan persaudaraan, walau pun tema-tema shalawat tetap kental mewarnai lagu-lagu tersebut.

Bisa jadi pula, karena semangat persaudaraan yang dimiliki Haddad Alwi itu, maka lagu-lagu yang bertema Islam itu pun dapat dinikmati oleh nonis sekalipun. Seharusnya hal-hal semacam ini menjadi perhatian pemerintah, karena lagu yang dibuat oleh penyanyi shalawat ini telah berhasil menjadi jembatan persaudaraan antar agama dengan cara yang unik.

Mungkin saja, agama yang tampil secara formal dan dogmatis serta penuh perdebatan tak menarik membuat anak-anak muda ini merasa jenuh dan mencari pintu lain untuk mengenal Tuhan. Maka, lagu semacam Rindu Muhammadku ini menjadi salah satu pintu masuknya.

Tak kurang dari Gus Nadirsyah Hosen mengomentari fenomena ini. Soal hidayah, tentu hak prerogatif Allah, tapi ada 3 hal yang menjadi catatan intelektual muslim yang saat ini tinggal di Australia itu, terutama setelah menyaksikan konten video seorang nonis bernama Leonardo yang mengaku selalu terngiang kalimat Ya Rabbi Bil Mustofa setelah lagu itu viral.

Pertama, Da’wah lewat pendekatan budaya sudah sejak dulu menjadi ciri khas dakwah walisongo. Medium musik, tarian, pertunjukan wayang bahkan sampai berbagai perayaan budaya lokal digunakan sebagai dakwah. Kelebihan dakwah model ini memang tidak bikin sasaran dakwah (al-mad’u) marah2, gak ada caci maki, dan gak ada perdebatan. Tapi bisa langsung masuk ke jiwa dan alam bawah sadar mereka. Yang marah2 dan berdebat biasanya justru sesama Muslim sendiri. Bid’ah lah, sesat lah dll. Padahal video klip di atas contoh jelas bagaimana efek positif dakwah lewat medium budaya.

Kedua, lucunya lagu yg dijadikan background dan mengandung kalimat “Ya Rabbi bil Musthafa” ini juga sering diperdebatkan sesama Muslim sendiri. Apakah boleh mendengarkan lagu? Apakah boleh bertawasul menggunakan redaksi “bil Musthafa”? Atau malah juga ada yg berdebat apakah boleh pakai tik-tok?

Dan, sementara hal-hal di atas setiap saat selalu diperdebatkan, kita lupa bahwa ada orang-orang yg justru tersentuh hatinya dengan lagu yang disampaikan Haddad Alwi dan liriknya menyebut nama Nabi Muhammad (Ya Rabbi bil Mustafa).

Terakhir, sosok Haddad Alwi yg lagunya dinyanyikan itu sendiri juga terus diperdebatkan di kalangan internal muslim. Sementara kita terus bising berdebat soal itu, lewat dakwah Haddad Alwi yang  membawa nama Nabi Muhammad, ada seorang Leonardo yang tak bisa lepas dari nama yang agung itu. Dan Gus Nadirsyah percaya ada banyak Leonardo-Leonardo lain yang juga tengah tersentuh dan terguncang hatinya….

Mustofa Najib adalah Pengarang Novel Best Seller Di Balik Teduh Segara Jawa.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry