dr. Warda El Maida Rusdi,M.Ked.Trop – Dosen Fakultas Kedokteran (FK)

SETIAP tanggal 24 Maret, seluruh masyarakat di berbagai negara memperingati hari Tuberkulosis Sedunia. Hari ini diperingati sebagai bentuk kampanye global yang bertujuan untuk memberikan edukasi dan meningkatkan kesadaran serta kewaspadaan masyarakat tentang bahaya penyakit Tuberkulosis (TBC).

Sejak pertama kali ditemukan pada Maret 1882 oleh Dr. Robert Koch, penyakit TBC telah menjelma menjadi salah satu masalah kesehatan global yang telah merenggut banyak korban jiwa dan menyebabkan penurunan kualitas hidup penderitanya.

Info Lebih Lanjut Buka Website Resmi Unusa

Data jumlah kasus global yang disusun oleh World Health Organization (WHO) dalam laporan “Global TB Report” menunjukkan adanya peningkatan kasus TBC pada tahun 2021, yaitu sebanyak 10,7 juta kasus di seluruh penjuru dunia. Dari seluruh temuan kasus tersebut, Indonesia menempati posisi ke-2 jumlah kasus terbanyak setelah India.

Temuan pada laporan WHO tersebut menjadi tanda bahaya bagi masyarakat Indonesia. Alasannya adalah tingkat penularan penyakit TBC yang tergolong cukup cepat terutama pada lingkungan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi.

Menurut WHO, orang yang terkena diabetes, mengalami perlemahan sistem imun (HIV atau AIDS), kekurangan gizi, dan konsumsi rokok merupakan kelompok masyarakat yang memiliki resiko tinggi tertular TBC.Adapun gejala TBC yang umum ditemui pada penderitanya adalah :

Batuk berkepanjangan (kadang dapat disertai dengan darah)

Sakit di bagian dada

Kelalahan

Penurunan berat badan tiba-tiba

Demam

Berkeringat pada malam hari

Menuju Indonesia Bebas Tuberkolusis

Pemerintah Indonesia menargetkan Indonesia bebas TBC pada tahun 2030. Hal ini tertuang pada Perpres No. 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis yang di dalamnya juga memuat Strategi Nasional Eliminasi TBC.

Menurut Kementerian Kesehatan Fokus utama pemerintah saat ini tertuju pada strategi peningkatkan akses layanan kesehatan dan obat untuk penderita TBC, peningkatan sosialisasi atau promosi kesehatan dan pencegahan TBC, pengendalian infeksi, dan peningkatan pemanfaatan hasil riset dan teknologi.

Pencegahan dan penenganan tentu tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Mulai dari masyarakat, tenaga kesehatan, dan pemerintah harus saling bekerja sama. Sebagai masyarakat, kita harus memperhatikan faktor-faktor resiko yang berpotensi dapat mempercepat penyebaran penyakit TBC di lingkungan komunitas.

Selain itu, diperlukan juga kesadaran diri untuk melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan terdekat jika gejala penyakit ini mulai muncul. Perlu diingat bahwa penanganan lebih dini akan meningkatkan harapan hidup penderitanya dan memperkecil tingkat penularan penyakit ini di masyarakat. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry