Franki Effendi, Ketua KONI Sidoarjo, bersama Arzeti Bilbina, Anggota DPR RI, saat laga final AFF U-16, Sabtu (11/8/2018) di GOR Delta Sidoarjo. (DUTA.CO/Lutfi)

SIDOARJO | duta.co – Keberhasilan Timnas Indonesia U–16 meraih juara Piala AFF U-16 2018 mengalahkan Thailand lewat adu penalti 4-3 (1-1), Sabtu malam (11/8/2018) di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo, menjadi pesta bagi puluhan ribu penonton. Para pemain berbahagia dan menangis untuk merayakan gelar pertama bagi tim Merah Putih.

Namun sayang, kemenangan tersebut menuai kritik dari berbagai pihak, baik dari kalangan pejabat pemerintah, pejabat TNI Polri maupun masyarakat umum yang menyaksikan laga final piala AFF U-16. Hal tersebut terkait penanganan pengamanan yang dilakukan panitia pelaksana (Panpel) maupun tim pengamanan dari PSSI di lapangan saat laga final atupun selama pelaksanaan.

Franki Effendi, Ketua Umum KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) Sidoarjo periode 2016–2020 mengeluhkan penanganan pengamanan oleh Panpel maupun PSSI di lapangan. Kepada duta.co saat ditemui di kediamannya, di Perum Taman Pinang Sidoarjo, ia menyampaikan keprihatinan dan keluhannya.

“Kekecewaan saya sebenarnya selaku tuan rumah yang punya inisiatif juga, bahwa event nasional maupun internasional ada harapan kapasitas kita mumpuni. Berangkat dari niat dan tekad itu prinsipnya. Kami ingin menjadi tuan rumah yang baik, yang sopan. Menerima dengan sangat sopan, tidak mengecewakan satu dengan yang lain. Sebab mereka ada dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada penjaga,khususnya Panpel dan sebagainya,” kata dia, Kamis (16/8/2018).

Mulai dari tiket, pihaknya mengatakan bahwa, KONI Kabupaten Sidoarjo merasa paling kecewa, sebab hanya mendapatkan 10 tiket yang sifatnya gratis, selebihnya beli dengan harga yang luar biasa, yakni di atas harga normal.

“Masyarakat mengeluh tiket kosong, saya secara pribadi jujur membeli tiket dengan harga dua kali lipat, selebihnya beli sekitar 25 an tiket, yang 10 tiket dengan harga Rp 400 ribu, yang targetnya seharusnya harga tiket 150 ribu. Ekonomi Rp 50 ribu, di luaran calo dengan harga Rp 250 ribu. Keinginan kami hanya ingin memfasilitasi adik-adik atlet Sidoarjo yang berprestasi, yang jumlahnya 100-200. Kami hanya ingin difasilitasi untuk membeli tiket bukan meminta,” tegasnya

Prinsipnya, dia ingin menggeliatkan bibit-bibit yang ada di bawah, sehingga gairah untuk menjadi atlet berprestasi lebih termotivasi.

Ditanya mengenai kelangkaan tiket, Franki menjawab, sesuai fakta di lapangan, orang-orang banyak yang kehabisan tiket, tetapi justru tiket banyak dijual di calo. “Mungkin juga menjadi PR besar kawan-kawan di kepolisian,” imbuhnya.

Franki menceritakan, seperti contoh pertandingan U-19 kemarin, Wabup (Cak Nur) yang akan masuk lapangan, malah dihalang-halangi Panpel, Kepala Dinas Disporapar, Joko Supriyadi, malah pernah diusir.

“Artinya Panpel itu terlalu kaku berlebihan. Dia tidak paham siapa orang-orang itu, kalau KONI kan bukan pejabat tapi pengabdi. Kalau pejabat itu kan pemerintah yang notabene dia menginjak di rumahnya sendiri, kok dihalang-halangi,” tegasnya.

Lucunya lagi, lanjut Franki, di kursi atas sudah tertulis Bupati, Wakil Bupati, Kepala Dinas, Sekda, namun untuk masuk saja malah dihalang-halangi, terutama di jalur tengah. “Hal ini karena protokoler dari Kabupaten Sidoarjo tidak dilibatkan sama sekali,” imbuhnya.

Selaku Ketua KONI Sidoarjo, Franki berharap, semua pihak keamanan harus bisa membedakan mana yang mau membuat rusuh, mana yang organisasi yang berhubungan dengan kegiatan tersebut. Pihaknya juga meminta Panpel untuk mengutamakan pihak pemerintah.

“Jujur KONI  Sidoarjo  tahu aturan. Untuk itu dalam event, entah Panpel maupun PSSI tentunya, pola pengamanan pejabat tidak bisa disamakan dengan pola pengamanan seperti antre tiket. Ini perlu menjadi intropeksi semuanya. Baik itu bersifat nasional maupun internasional, santun baik hati gotong royong tidak terlihat di situ. Padahal kami pendukung setia U-16 untuk meraih juara,” pungkasnya.

Sementara, Arzeti Bilbina, Anggota DPR RI dari PKB Komisi X Dapil Jatim yang membidangi Kebudayaan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda dan Olah Raga, Perpustakaan mengatakan, karena uforia masyarakat sangat tinggi, untuk itu orang-orang di Sidoarjo sulit mendapat tiket.

“Seharusnya kan mereka ada kerja sama, bukan berarti minta prioritas. Untuk pejabat memang harus diprioritaskan,” ujarnya.

Sementara, pantauan duta.co, mendapati di lapangan beberapa Panpel yang dikonfirmasi tidak banyak memberikan tangapan. “Kami di sini hanya menjalankan tugas,” katanya.

Kerap kali, di lapangan, Panpel bersitegang dengan penonton, entah dari kalangan TNI, Polri yang juga terkadang membawa keluarganya. Bahkan, diketahui, ada dari perwira penengah (Pamen) Polda Jatim bersitegang dengan Panpel di Tribun media, beruntung ketegangan  bisa diredam. (loe)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry