Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Aisyah Maharani (kanan) didampingi dosen prodi Magister Ilmu Komunikasi, Merry Fridha Tri Palupi saat mencoba salah satu produk UMKM, telor gulung, di kampus Untag Surabaya, Semolowaru, beberapa waktu lalu. DUTA/ist

SURABAYA | duta.co — Predatory pricing yang muncul di TikTok Shop menarik perhatian mahasiswa program studi (prodi) Magister Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Aisyah Maharani.

Aisyah menginisiasi sebuah penelitian berjudul ‘Makna Predatory Pricing di Social Commerce: Studi Fenomenologi pada UMKM Konvensional di Surabaya’ dengan dosen pembimbing Dr Merry Fridha Tri Palupi dan Dr Bambang Sigit Purnomo.

Penelitian ini bertujuan untuk mendalami fenomena predatory pricing yang muncul dalam praktik bisnis di platform social commerce, khususnya pada UMKM konvensional di Surabaya. Predatory pricing sendiri merupakan fenomena perdagangan yang berorientasi untuk menjual barang dengan harga yang lebih murah daripada harga pasar.

Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, penelitian ini bertujuan untuk memahami secara mendalam pengalaman dan persepsi para pelaku UMKM terhadap penjualannya tersebut. Hal ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang dampak dan implikasi dari predatory pricing dalam konteks bisnis online, serta memberikan wawasan yang berharga bagi pengembangan kebijakan dan strategi bisnis yang lebih berkelanjutan.

Menurut Aca, sapaan akrabnya, penelitian ini muncul sebagai respons terhadap fenomena TikTok Shop yang telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.

“Latar belakangnya ketika masyarakat resah dengan maraknya fenomena Tik Tok Shop, sebuah bentuk social commerce yang bisa menjual segala hal, namun bahkan beberapa waktu lalu sempat ditutup,” ungkapnya.

Dia juga mengaku bahwa gagasan ini pertama kali muncul setelah berdiskusi dengan dosen pembimbingnya.

“Sejujurnya, inspirasi penelitian ini bermula dari diskusi tentang kekhawatiran yang muncul akibat peralihan toko konvensional ke platform online yang viral, dan kepekaan ini didorong oleh dosen pembimbing saya yang mengamati bahwa harga barang-barang yang dijual melalui social commerce tersebut sangat murah dan mudah dijangkau oleh teknologi,” jelasnya.

Selain itu, Aca juga mengungkapkan temuan dari penelitiannya yang menggambarkan dampak dari social commerce tersebut.

“Hasil penelitian kami menunjukkan adanya perubahan yang signifikan bagi UMKM konvensional, meskipun tidak merata di semua sektor. Sektor yang paling terdampak adalah pelaku usaha di bidang fashion dan makanan. Namun, di bidang kosmetik, fenomena social commerce justru menjadi peluang bagi mereka untuk memperoleh barang dengan harga grosir yang lebih murah untuk kemudian dijual kembali,” ungkap calon wisudawati yang akan diwisuda pada 2 Maret mendatang.

Dengan adanya penelitian ini, Aca berharap agar masyarakat dan UMKM dapat lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi di masa mendatang. “Manfaatnya agar masyarakat dan UMKM lebih bijak dengan adanya social commerce, serta mampu memanfaatkan perkembangan teknologi ini agar tidak tegerus oleh zaman,” terang mahasiswa dengan IPK 3,90.

Aca juga menyampaikan dukungan kepada seluruh teman-temannya yang sedang berjuang dalam menempuh perkuliahan agar dapat menyelesaikan kuliah dengan tepat waktu. “Untuk teman-teman dan adik tingkat yang sedang menjalani perkuliahan, tetap semangat karena tidak ada waktu yang tepat untuk menyelesaikan pendidikan, tetapi yang ada adalah selesai tepat waktu. Selain itu, meski Prodi Magister Ilmu Komunikasi merupakan prodi yang baru, tetapi dosen pengajarnya sangat berkualitas,” tuturnya. ril/end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry