Mohammad Munir Agung Suhartono (25), dengan pakaian Taruna PIP Semarang. DUTA/ist

BANGKALAN | duta.co – Isak tangis dan doa tahlil terus terdengar dari rumah keluarga Mohammad Munir dan Fitriyah di Jalan Pelabuhan, Kelurahan Pangeranan, Bangkalan.

Tangis dan doa itu terdengar sejak adanya kepastian Mohammad Munir Agung Suhartono (25) menjadi salah satu korban meninggal kecelakaan kapal tanker Keoyoung Sun berbendera Korea Selatan.

Kapal itu tenggelam setelah terbalik di Prefektur Yamaguchi, lepas pantai barat Jepang, Rabu (21/3/2024) sekitar pukul 07.05 waktu Jepang.

Nabila, istri Agung, panggilan akrab Mohammad Munir Agung Suhartono di rumah, mengaku mendapatkan kepastian suaminya menjadi salah satu korban, sekitar pukul 19.00 WIB.

Sambil terisak, Nabila bercerita, sebelum kejadian, tepatnya Rabu (20/3/2024) sekitar pukul 03.30 WIB atau pas sahur, dia di WA suaminya. “Dia ngabari kalau ombak besar dan mabuk. Mungkin waktu itu masih di pinggir jadi masih ada sinyal. Selepas itu sudah tidak ada kabar lagi,” kata Nabila dengan terisak.

Nabila melanjutkan sekitar pukul 11.00 WIb, dia mendapatkan telepon dari nomor yang tidak dikenal. Sempat dia mengabaikan. Namun karena penasaran dia menelepon balik nomor itu.

Ternyata di ujung telepon, orang itu mengaku dari kantor perwakilan. perusahaan yang ada di Jakarta. “Dia tanya apa ini istri Pak Munir? (Munir panggilan Agung di kantor,red). Saya bilang iya gitu. Terus dia cerita kalau ada kecelakaan kapal itu. Tapi masih belum jelas bagaimana kondisi Mas Agung. Kata dia nanti akan dihubungi lagi kepastiannya,” jelas Nabila.

Setelah kabar pertama itu, keluarga menunggu dalam kondisi cemas. Mereka berharap Agung dalam kondisi baik dan selamat.

Namun harapan itu musnah setelah sekitar Isya, si penelepon mengabarkan kembali kalau Agung menjadi salah satu korban meninggal.

Hancur hati seluruh keluarga besar. Nabila, istrinya Agung, Mohammad Munir dan Fitriyah (orang tua Agung) dan seluruh keluarga besarnya.

Tujuh Hari di Busan

Lulusan Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang 2021 itu berangkat dari rumah untuk berlayar pada 23 Februari 2024. Dia berangkat menuju Jakarta untuk kemudian terbang ke Busan, Korea Selatan.

Foto prewed kenangan Agung dan Nabila. DITA/ist

Karena kapal yang akan menjadi lahan dia mencari nafkah berada di Busan. Namun karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan, kapal tidak jadi untuk berlayar segera.

Selama seminggu Agung berada di hotel di Busan sambil menunggu cuaca membaik. Sampai akhirnya, kapal harus berlayar menuju Jepang di hari ketiga Ramadan. “Kami masih berharap ini mimpi buruk, semoga ada keajaiban,” tutur Nabila, lirih.

Nabila menikah dengan Agung belum lama, baru delapan bulan. Dan kini mereka dipisahkan oleh maut di saat mereka berharap bisa sesegera mungkin memiliki momongan.

Keluarga Berharap Jenazah Segera Dipulangkan

Keluarga besar Agung terus melakukan komunikasi intensif dengan perwakilan manajemen perusahaan di Jakarta. Perusahaan mengatakan akan memulangkan jenazah Agung pada Jumat (22/3/2024) hari ini.

Namun hal itu belum bisa dipastikan setelah keluarga mendapatkan kabar pada Kamis (21/3/2024) bahwa masih ada pemeriksaan pada jenazah yang menjadi korban. “Sekarang masih dalam proses pemberkasan untuk segera dipulangkan, saya akan kabari lagi kalai sudah ada info terbaru, terima kasih”. Begitu bunyi WA dari perwakilan manajemen perusahaan pada keluarga Agung.

Pihak keluarga sendiri terus mendesak agar jenazah bisa dipulangkan segera. “Karena kami sudah mempersiapkan segalanya di sini untuk pemakaman. Kasihan juga kalau terlalu lama,” kata Khodijah, tante Agung.

Minta Pertanggungjawaban Perusahaan

Mohammad Munir, ayahanda Agung mengaku apa yang dialami anaknya ini adalah takdir. Namun, dia tetap meminta pertanggungjawaban dari perusahaan tempat anak keempatnya itu bekerja.

“Saya hanya heran, mengapa perusahaan kapal yang internasional tidak bisa memprediksi kondisi cuaca. Ya sudahlah, mungkin itu takdirnya,” ungkapnya.

Munir berharap, perusahaan nantinya tetap akan memberikan hsk-hak yang harus diterima ahli waris anaknya itu. “Karena bagaimanapun, perusahaan harus memberikan asuransi pada setiap ABK yang dipekerjakannya,” tandasnya.

Diberitakan, pejabat Penjaga Pantai Jepang, seperti dikutip dari kantor berita Yonhap, mengatakan lima kru kapal masih dalam pencarian dan enam lainnya diselamatkan. Selain delapan WNI, kapal dinaiki dua warga Korsel dan satu warga China.

Dia menambahkan, kru Keoyoung Sun sempat melakukan panggilan darurat kepada Penjaga Pantai Jepang yakni pukul 07.00 waktu setempat. Kru melaporkan kapal sudah dalam kondisi miring di perairan dekat Kota Shimonoseki, Prefektur Yamaguchi.

Belum diketahui kewarganegaraan kru yang hilang, namun yang pasti ada WNI di antara mereka. Penjaga Pantai Jepang mengerahkan helikopter dan kapal patroli untuk mencari para korban. ril/end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry