SURABAYA | duta.co – Semester II tahun 2020, produksi cabai di Jatim melimpah dibandingkan pada semester I. Meski melimpah, diprediksi tidak akan membuat harga cabai terdegradasi.
Hal ini dipengaruhi kualitas cabai yang dipanen di semester II kualitasnya lebih baik. Karena pada semester satu masi ada hujan sehingga cabai terserang penyakit antraknosa.
“Hanya saja pada semester dua nantinya akan ada kenaikan harga karena kualitas produksi cabai besar yang dihasilkan cukup baik dibandingkan semester satu,” ujar Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur, Hadi Sulistyo, Selasa (14/7/2020).
Hadi mengatakan cabe besar semester satu ditanam pada lahan 6.876 hektar dengan potensi produksi 38.054 ton. Kemudian untuk konsumsi 32.550 ton sehingga surplus 6.504 ton. Sedangkan semester dua 5.534 hektar potensi 48.659 ton konsumsi 32.550 ton surplus 16.109 ton.
“Surplus paling banyak memang terjadi pada semester 2 hanya saja akan ada masalah harga naik,” katanya.
Lebih lanjut Hadi mengatakan untuk daerah yang berpotensi Malang 14.546 ton blitar 10.036 ton lumajang 3795. Kediri Banyuwangi dan daerah lainnya kurang dari 2.000 ton. “Ini merupakan daerah sentra penghasil cabai,” tuturnya.
Sementara itu berdasarkan Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo) milik Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim menyebutkan informasi harga untuk komoditas cabai merah besar biasa rata-rata Jatim adalah Rp 18.878.
Sedangkan harga rata-rata tertinggi di Kota Kediri Rp 22.000 dan harga rata-rata terendah di Kota Probolinggo Rp 15.000. Sementara itu untuk pasar di Surabaya seperti Tambahrejo, Genteng, Wonokromo, Keputran, Pucang Anom sekitar Rp 18.600 hingga Rp 19.200.
Hadi mengatakan naik turunnya harga cabai merupakan kewenangan Disperindag Jatim yang menanganinya. Namun menurutnya fluktuatifnya harga dipengaruhi oleh stok cabai. “Kalau untuk saat ini stok cabai dipastikan aman,” pungkasnya. (zal)
