JAKARTA | duta.co – Sederet mantan anggota Komisi II DPR yang mendapat aliran dana proyek KTP elektronik (e-KTP) boleh saja mengelak, namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) punya bukti. KPK tidak asal menulis kalimat keterlibatan mereka di dakwaan yang dibacakan dalam sidang perdana kasu ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (9/3) hari ini.
Termasuk terhadap bantahan Setya Novanto yang mengaku tak menerima uang dari proyek e-KTP. Jaksa Penuntut Umum pada KPK Irene Putrie mengaku, segala yang dituliskan dalam dakwaan sudah dukuatkan dengan minimal dua alat bukti.
“Iya pasti (punya bukti keterlibatan Setnov). Setiap kalimat dalam surat dakwaan kita udah konfirmasi dengan minimal dua alat bukti,” kata Irene seusai mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (9/3).
Meski demikian, Irene memperbolehkan jika ada pihak-pihak yang disebut dalam dakwaan ingin membantahnya. “Kalau ada pihak yang membantah silakan, tapi kita punya dua alat bukti,” ucapnya.
Sidang perdana kasus megakorupsi KTP elektronik digelar pada Kamis (9/3) dengan agenda pembacaan dakwaan. Pada persidangan, Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman,dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun.
Kerugian negara tersebut karena adanya penggelembungan anggaran dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Dalam persidangan tersebut, Setya Novanto disebut terlibat dalam kasus korupsi e-KTP dan mendapatkan jatah Rp 574 miliar dari total nilai proyek e-KTP.
Novanto diduga menjadi pendorong disetujuinya anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun. “Setya Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong mendapat bagian sebesar 11 persen, atau sejumlah Rp 574,2 miliar,” ucap JPU.
Berikut ini 38 pihak yang disebut menerima aliran dana proyek e-KTP dalam surat dakwaan:
- Gamawan Fauzi USD 4,5 juta dan Rp 50 juta
- Diah Anggraini USD 2,7 juta dan Rp 22,5 juta
- Drajat Wisnu Setyaan USD 615 ribu dan Rp 25 juta
- 6 orang anggota panitia lelang masing-masing USD 50 ribu
- Husni Fahmi USD 150 ribu dan Rp 30 juta
- Anas Urbaningrum USD 5,5 juta
- Melcias Marchus Mekeng USD 1,4 juta
- Olly Dondokambey USD 1,2 juta
- Tamsil Lindrung USD 700 ribu
- Mirwan Amir USD 1,2 juta
- Arief Wibowo USD 108 ribu
- Chaeruman Harahap USD 584 ribu dan Rp 26 miliar
- Ganjar Pranowo USD 520 ribu
- Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR USD 1,047 juta
- Mustoko Weni USD 408 ribu
- Ignatius Mulyono USD 258 ribu
- Taufik Effendi USD 103 ribu
- Teguh Djuwarno USD 167 ribu
- Miryam S Haryani USD 23 ribu
- Rindoko, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR masing-masing USD 37 ribu
- Markus Nari Rp 4 miliar dan USD 13 ribu
- Yasonna Laoly USD 84 ribu
- Khatibul Umam Wiranu USD 400 ribu
- M Jafar Hapsah USD 100 ribu
- Ade Komarudin (Akom) USD 100 ribu
- Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing Rp 1 miliar
- Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Rp 2 miliar
- Marzuki Ali Rp 20 miliar
- Johanes Marliem USD 14,880 juta dan Rp 25.242.546.892
- 37 anggota Komisi II lain seluruhnya berjumlah USD 556 ribu, masing-masing mendapatkan uang USD 13-18 ribu
- Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, dan Kurniawan masing-masing Rp 60 juta
- Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp 137.989.835.260
- Perum PNRI Rp 107.710.849.102
- PT Sandipala Artha Putra Rp 145.851.156.022
- PT Mega Lestari Unggul (holding company PT Sandipala Artha Putra) Rp 148.863.947.122
- PT LEN Industri Rp 20.925.163.862
- PT Sucofindo Rp 8.231.289.362
- PT Quadra Solution Rp 127.320.213.798,36. hud, net