SURABAYA | duta.co – Menyaksikan proses persidangan Habib Rizieq Shihab (HRS), sejumlah orang mengaku prihatin, ngelus dada. Apalagi HRS dan Tim Pengacara kemudian walk out, lantaran sidang tetap digelar secara virtual. Sementara kasus-kasus lain tidak demikian.

“Besok, Jumat (19/3), sidang kembali digelar. Ironisnya, majelis hakim ngotot sidang online. Sementara HRS dan Tim Pengacara akan kembali walk out jika sidang tetap secara virtual. Proses hukum ini disaksikan jutaan masyarakat Indonesia. Sebagai praktisi hukum, saya melihat ini diskriminasi hukum tanpa tedeng aling-aling, parah!,” demikian Tjetjep Muhammad Yasin, SH, MH (Gus Yasin) yang juga dikenal sebagai Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN) kepada duta.co, Kamis (18/3/21).

Sebagai pengacara, jelas Gus Yasin, permintaan HRS agar sidang berjalan seperti biasa, ofline adalah wajar. Apalagi, di ruang sidang sudah berjubel jakwa penuntun dan kuasa hukum.

“Logika orang awam, kalau memang untuk menjaga jarak, tidak berjubel, takut kena covid-19 mestinya justru HRS yang dihadirkan, sementara jaksa penuntut dan tim pembela bisa berlangsung secara online. Ini logika terbalik,” jelasnya.

Apalagi, jelas Alumni PP Tebuireng ini, faktanya ada sidang ofline yang menghadirkan terdakwa. Ini kalau mau membandingkan dengan sidang Irjen Napoleon Bonaparte beberapa waktu lalu. Dalam perkara itu, terdakwa bisa dihadirkan di ruang siding. “Mengapa HRS tidak, ini diskriminasi hukum,” tambahnya.

Seperti diberitakan, kuasa hukum Habib Rizieq Shihab, Alamsyah Hanafiah, mengatakan, timnya akan kembali walk out jika permintaan Rizieq untuk hadir langsung di ruang sidang pada Jumat (19/3/2021), tetap ditolak majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

“Kami akan seperti tadi, walk out. Hadir tetap, tetapi sepanjang terdakwa keberatan, kami tidak akan lanjutkan,” kata Alamsyah kepada wartawan.

Kuasa hukum Rizieq lainnya, Munarman, menyebut Habib Rizieq diperlakukan berbeda pada sidang kemarin. Munarman mencontohkan dalam sidang perkara kasus dugaan menghalang-halangi Satgas Covid-19 saat Rizieq dirawat di sana.

“Dalam perkara RS Ummi, ada tiga terdakwa, yakni Rizieq Shihab, Muhammad Hanif Alatas, dan dr. Andi Tatat,” ujar Munarman.

“Namun dr. Andi Tatat, bisa disaksikan, hadir di tempat. Padahal, dr. Andi Tatat tidak ditahan, artinya bisa dipanggil. Orang yang di luar saja bisa dipanggil, apalagi yang di tahanan, mestinya lebih bisa. Dengan demikian, ada perlakuan berbeda, ada pelanggaran hukum,” tutur Munarman.

Apalagi, di PN Jakarta Timur ini, sidang terhadap Habib Rizieq itu untuk tiga kasus, yaitu kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat; kasus kerumunan di Megamendung, Puncak; dan kasus dugaan menghalang-halangi petugas di RS Ummi Bogor.

Habib Rizieq juga merasa berhak hadir langsung di ruang sidang sebagai terdakwa. “Kalau menyangkut Covid-19, kita ada protokol kesehatan yang bisa kita ikuti,” tutur Rizieq.

“Penasihat hukum serta jaksa penuntut umum (JPU) yang saya lihat dikorbankan. Bahwa mereka bisa dihadirkan dan boleh hadir di ruang sidang. Kenapa saya seorang Rizieq tidak boleh hadir di ruang sidang?” imbuh dia.

Kemudian, Rizieq membandingkan dengan sidang Irjen Napoleon Bonaparte beberapa waktu lalu. Dalam perkara itu, terdakwa bisa dihadirkan di ruang sidang. “Kenapa saya tidak? Saya lihat ini tindak diskriminasi yang tidak boleh dibiarkan,” kata Rizieq.

Ia juga beralasan kalau sidang secara virtual atau online banyak kendalanya, seperti gambar dan suara yang tersendat. “Sidang ini diakui atau tidak, menjadi sorotan internasional,” ujar Rizieq.

“Saya dengan tulus ikhlas dari sanubari yang paling dalam sangat berharap, kita tidak berdebat lagi agar saya dihadirkan dalam ruang persidangan,” kata Habib Rizieq dalam sidang yang disiarkan langsung kanal YouTube Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Selasa (16/3).

Habib Rizieq kemudian menyampaikan 5 alasan menolak sidang online. Pertama, kata Rizieq, persidangan secara online rawan gangguan. Mulai dari suara yang tidak jelas, hingga gambar yang putus-putus. Bahkan, dinilai rawan sabotase.

“Online ini suara tidak jelas dan sering putus gambar pun sering terhenti dan hanya tergantung pada sinyal dan setiap saat teknologi ini bisa disabotase. Itu alasan pertama. Jadi online ini akan sangat sangat merugikan saya sebagai terdakwa,” kata Habib Rizieq.

Kedua, bila alasan digelarnya sidang secara online karena menaati protokol COVID-19, ia menyatakan siap menerapkan protokol yang ketat. Mulai dari jaga jarak, memakai masker, dan lainnya. “Kita sama-sama bersepakat jaga protokol kesehatan,” kata dia.

Ketiga, Habib Rizieq membandingkan dengan persidangan tokoh lain yang digelar langsung di ruang sidang. Seperti persidangan kasus suap Irjen Napoleon Bonaparte yang merupakan ‘tetangga’ Habib Rizieq di Rutan Bareskrim.

Diketahui selama persidangan, Irjen Napoleon hadir langsung di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia menilai ada diskriminasi perlakuan sidang antara kasusnya dengan Irjen Napoleon.

Keempat, Habib Rizieq menyebut Bareskrim Polri bukanlah ruang sidang sesuai aturan KUHAP. Sehingga ia ingin langsung hadir di PN Jaktim sebagaimana hak seorang terdakwa.

Kelima, Habib Rizieq menyatakan semua pihak sepakat persidangannya bukanlah abal-abal. Karena Habib Rizieq menilai persidangan kasusnya disorot secara nasional dan internasional. Ia tak ingin hukum Indonesia tercoreng hanya karena perdebatan soal kehadiran terdakwa di persidangan. (mky,net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry