Dr dr. Achmad Fahmi, Sp.BS, Subsp.NF, FINPS, IFAANS, dokter ahli bedah syaraf dari Nasional Hospital Surabaya menunjukkan alat DBS saat peringatan 10 tahun kerjasama National Hospital dengan Medtronic, Rabu (24/4/2024). DUTA/ist
SURABAYA | duta.co – Penderita Parkinson semakin bertambah di dunia. Penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Namun yang jelas, penyakit ini banyak dialami usia di atas 55 tahun.

Walau pemicunya tidak diketahui secara pasti, namun penyakit ini bisa diketahui tanda-tandanya. Ada empat tanda yang disingkat TRAP. TRAP ini adalah tanda yang harus diperhatikan agar bisa lebih peduli dan segera konsultasi ke dokter.

Untuk  T yakni Tremor (testing tremor), di mana tanpa melakukan apapun bagian tubuh bergetar. R adalah Rigidity atau kekakuan, A adalah Akinesia atau kelambatan dan P adalah Postural Inbalance atau gangguan keseimbangan.

Dr. dr. Achmad Fahmi, Sp.BS, Subsp.NF, FINPS, IFAANS, dokter ahli bedah syaraf dari Nasional Hospital Surabaya  mengatakan penderita Parkinson tidak bisa disembuhkan. Selama ini obat-obatan menjadi penopang kelangsungan pasien agar bisa beraktivitas secara normal.

“Parkinson itu biasanya habis konsumsi obat bisa langsung beraktivitas normal, tapi kalau reaksi obatnya sudah habis, dia akan kembali dengan kondisinya,” kata dr Fahmi.

Sehingga tak heran, hampir sebagian besar pasien mengonsumsi obat hingga 10 kali dalam sehari hanya ingin kembali normal beraktivitas. Dan akibatnya ada dampak penyakit lain dari konsumsi obat yang berlebihan itu

“Sehingga hal itu yang membuat pasien hopeless, putus asa. Ada pasien saya yang sampai punya keinginan mengakhiri hidupnya,” tuturnya.

Teknologi Baru

Di 10 tahun terakhir, teknologi kedokteran semakin berkembang pesat. Bagi pasien Parkinson ada harapan baru untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Yakni adanya alat bernama Deep Brain Stimulation (DBS).

DBS ini berupa alat dengan baterai yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu antara 4-5 tahun dan hingga 15 tahun yang ditanam di bawah kulit (biasanya dokter memasangnya di dada kanan bagian atas). Lalu baterai itu disambungkan dengan kabel menuju otak. Baterai ini bisa diatur sesuai dengan keinginan dan kondisi pasien.

Ada dua jenis alat DBS ini. Yang pertama yang otomatis di mana alat bisa  mendeteksi lokasi pemasangan kabel di otak dan yang kedua adalah dokter harus menentukan sendiri lokasi pemasangan kabel. Biasanya dilakukan di empat titik untuk kemudian diobservasi lokasi mana yang bagus.

“Kalau yang otomatis bisa lebih memudahkan dan mempercepat proses pemasangan sehingga pasien lebih cepat bisa beraktivitas,” jelas dr Fahmi.

Dokter Fahmi menjelaskan tidak semua pasien Parkinson bisa dipasang alat ini. Dibutuhkan pemeriksaan yang menunjukkan bahwa pasien memang membutuhkan alat tersebut.
Karena hal itu juga untuk menentukan keberhasilan pemasangan alat dan juga kemanfaatan bagi pasien.

“Keberhasilan itu juga tidak kelas dari pemasangan yang akurat dan presisi. Ketepatan dan ketelitian dokter. Dan yang tak kalah penting adalah perawatan pasca tindakan ada peran ahli neurologi,  fisioterapi, dan sebagainya,” tutur dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini.

Dan selama 10 tahun, ada 61 pasien yang melakukan pemasangan DBS ini di Nasional Hospital Surabaya dari total 141 pasien di seluruh Indonesia. Dan hingga kini, pasien bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Walau setelah pemasangan alat, tetap diwajibkan mengonsumsi obat setiap hari.

“Kalau biasanya pasien bisa mengonsumsi obat sehari bisa 10 kali, dengan alat DBS ini hanya sekali atau maksimal tiga kali sehari . Jauh lebih berkurang dan jauh lebih menghemat biaya,” ungkapnya.

CEO National Hospital Ang Hoey Tiong mengaku senang kehadiran Nationalospital Surabaya bisa membantu masyarakat mengatasi masalah kesehatan.

“Saya berharap momen 10 tahun ini menjadi pengingat bersama jika fasilitas kesehatan di Indonesia ini tidak kalah dengan luar negeri. Penanganan Parkinson terpadu bisa dilakukan di dalam negeri di National Hospital, kami ada National Hospital Neuroscience Center,” terang Ang Hoey Tiong. ril/end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry