Pratiwi Hariyani Putri, S.Gz., M.Kes. – Dosen S1 Gizi, Fakultas Kesehatan (FKes)

STUNTING masih menjadi permasalahan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian lebih. Kemenkes menargetkan angka stunting turun menjadi 14% pada 2024.

Stunting merupakan masalah gizi kronis yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Pencegahan masalah stunting dilakukan sejak usia remaja. Perpres No. 72 Tahun 2021 ayat (3) menyebutkan bahwa pelaksanaan percepatan penurunan stunting dilakukan pada kelompok sasaran.

Kelompok sasaran itu :
a. remaja
b. calon pengantin
c. ibu hamil
d. ibu menyusui
e. anak usia 0-59 bulan.

Remaja terutama remaja putri yang mengalami masalah gizi seperti anemia defisiensi zat besi, maka berisiko melahirkan anak stunting. Sebanyak 32% remaja usia 15-24 tahun di Indonesia mengalami anemia (Kemenkes, 2024).

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa

Anemia defisiensi zat besi merupakan kondisi rendahnya kadar hemoglobin akibat kekurangan zat besi dalam tubuh. Perubahan gaya hidup pada remaja menjadi salah satu penyebab konsumsi makanan yang tidak seimbang.

Dalam jangka Panjang akan mengakibatkan anemia. Tertuang dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2023 ayat (1) tentang Kesehatan menyebutkan bahwa upaya pemenuhan gizi dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia.

Ayat (2) menyebut upaya pemenuhan gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memberikan perhatian khusus kepada ibu hamil dan menyusui, bayi dan balita serta remaja perempuan.

Penerapan gizi seimbang pada remaja anatar lain : konsumsi makanan sesuai isi piringku, melakukan aktivitas fisik 30 menit setiap hari, minum air 8 gelas/hari, dan cuci tangan pakai sabun.

Selain itu, juga perlu membatasi konsumsi Gula Garam dan Lemak (GGL) serta konsumsi tablet tambah darah 1 kali per minggu sebagai Upaya mencegah stunting.

Pemerintah melalui Keputusan Bersama 4 menteri (Menteri Pendidikan, kebudayaan dan riset dan teknologi, Menteri Kesehatan, Menteri Agama, dan Menteri dalam Negeri RI) tentang penyelenggaraan peningkatan status Kesehatan peserta didik merupakan Upaya penanganan masalah gizi remaja di sekolah melalui implementasi program sekolah/madrasah sehat yang dilaksanakan pada satuan Pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA sederajat.

Pelaksanaan program sekolah/madrasah sehat di semua satuan Pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA sederajat diharapkan mampu meningkatkan derajat Kesehatan dan menurunkan permasalahan gizi melalui perubahan perilaku dan kebiasaan remaja.

Penyelenggaraan peningkatan status Kesehatan peserta didik meliputi : pelaksanaan aksi bergizi, anjuran konsumsi tablet tambah darah (TTD) satu kali setiap minggu, senam dan sarapan Bersama disertai pemberian edukasi Kesehatan dan gizi pada peserta didik SMP/MTs dan SMA/MA sederajat di Indonesia.

Namun program ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya Kerjasama lintas sektor. Berbagai masalah yang terjadi di lapangan, tidak semua remaja putri mau mengonsumsi tablet tambah darah (TTD). Beberapa kasus dikarenakan adanya kepercayaan dan pemahaman yang salah tentang tablet tambah darah.

Banyak yang beranggapan bahwa TTD merupakan obat yang jika dikonsumsi dalam jangka Panjang berdampak buruk pada organ tubuh. Hal tersebut yang perlu diluruskan.

Tablet tambah darah (TTD) merupan vitamin yang mengandung micronutrient zat besi dan asam folat yang bermanfaat dalam pembentukan hemoglobin ditubuh sehingga dapat membantu mengatasi anemia saat menstruasi, hamil, menyusui, masa pertumbuhan, dan setelah mengalami pendarahan.

TTD aman dikonsumsi dalam jangka Panjang karena apabila tubuh kelebihan zat besi dan asam folat, maka akan dikeluarkan melalui feses. Penyerapan zat besi juga dibantu dengan vitamin C, sehingga konsumsi TTD dianjurkan bersamaan dengan konsumsi makanan dan minuman tinggi vitamin C. konsumsi TTD tidak dianjurkan dikonumsi bersamaan dengan inhibitor (penghambat) zat besi seperti : teh, kopi, susu. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry