Ganjar Tetap Semangat. (bertemu pendukung yang juga kakeknya).

SURABAYA | duta.co – Jagat politik makin panas. Penolakan hasil Pilpres 2024 dan upaya Ganjar Pranowo (capres nomor 3) melahirkan hak angket dugaan kecurangan di Gedung DPR RI, Senayan dinilai sekadar gertak sambal alias gertak politik.

Adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, yang menilai usul Ganjar itu impossible (tak masuk akal), karena waktunya tak cukup direalisasikan.

“Hak angket itu kan hak, interpelasi hak angket, penyelidikan, ya waktu kita 8 bulan ini sudah nggak sempat lagi, ini cuma gertak-gertak politik saja,” kata Jimly usai rapat pimpinan Dewan Pertimbangan MUI di gedung MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024) terunggah detik.com.

Anies mendukung upaya Hak Angket DPR RI. PKB pun menyatakan siap.

Jimly menilai tuduhan kecurangan selalu terjadi di setiap pemilu sejak tahun 2004. Tak hanya satu pasangan calon saja yang menurut Jimly dirugikan.

“Kecurangan itu ada di mana-mana menguntungkan semua paslon. Ada kasus di sana itu menguntungkan paslon 01, ada kasus di sana itu menguntungkan paslon 02, tapi di sebelah sana ada lagi 03,” ujarnya.

Jadi, kata Jimly, itu tidak bisa dituduh terstruktur langsung dari atas ada perintah nggak. Ini kreativitas lokal sektoral ya buktinya banyak kasus yang masing-masing merugikan tiga-tiganya, nah jadi selalu dalam sejarah pemilu kita ada nih yang kayak kayak gini.

“Nah itulah sebabnya kita bikin Bawaslu, itulah sebabnya kita bikin saksi dan prosesnya itu ada mekanismenya. Bahkan kalau tidak selesai di Bawaslu ada di DKPP, di seluruh dunia tidak ada,” ujarnya.

Dibiarkan Makin Rusak

Ketua Surabaya Coruption Watch Indonesia (SCWI), Hari Cipto Wiyono SH, menilai pernyataan Jimly itu, bermata dua. Pertama, sebagai dorongan kepada PDI-P agar lebih serius. Sebagai pilar demokrasi, PDI-P memimpin perolehan suara di DPR RI. Ini menjadi kewajiban dia untuk meluruskan proses demokrasi.

Kedua, apa yang disampaikan Jimly hanya berkutat pada kecurangan angka, kecurangan tingkat lokal yang, masing-masing pasangan calon melakukan. Jimly tidak melihat, bahwa, ada ancaman serius, ketika abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan sudah berjalan secara brutal. Lalu, siapa yang bisa menghentikan? Apa kita biarkan?” tegasnya.

Menurut Cipto, kalau ini dibiarkan, maka, ke depan akan lebih brutal lagi. “Masalahnya, apakah kita akan membiarkan abuse of power merusak proses demokrasi di negeri ini? Ini lebih berhaya,” tegasnya.

Ketua Surabaya Coruption Watch Indonesia (SCWI), Hari Cipto Wiyono SH.

Masih menurut Cipto, ada kemungkinan Jokowi selaku presiden, terbukti melakukan pelanggaran ketentuan pemilu. Ini harus diuji secara jelas, bukan sekedar isu . Kalau Presiden Jokowi tidak bisa mengelak, maka, hukum harus tegak. Benarkah dia tidak menaati ketentuan? Misalnya, tentang aturan cuti jika pejabat berkontestasi.

“Lalu, benarkah dia cegat dan buntuti lawan politik. Dia dukung anaknya. Kasus penaikan dan penurunan baliho, spanduk dan poster. Pembagian amplop, BLT dan sembako. Termasuk penggunaan vendor server dan jasa hosting asing untuk website quick count. Ini semua bisa ditanyakan, dan terbuka. Jadi, bukan gertak sambal, atau hanya sekedar ancaman. Semua kembali ke Senayan,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry