Proyek normalisasi sungai Desa Kepatihan, terlihat alat berat, PJU tergerus dan buangan galian.(FT/LOETFI)

SIDOARJO | duta.co – Banjir terjadi di beberapa wilayah Sidoarjo. Oleh karenanya, normalisasi sungai diperlukan. Namun, dalam mekanismenya harus memperhatikan pelaksanaan dalam pengerjaan itu, baik ditenderkan maupun PL (penunjukan langsung), ataupun swakelola. Dalam hal ini, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, khususnya, yang melakukan normalisasi sungai di Desa Kepatihan, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo.

Terkait pelaksanaan normalisasi menurut sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan ini diswokelolakan. Namun, wartawan yang turun ke lapangan tidak mendapatkan informasi proyek tersebut PL atau swakelola, maupun lelang tidak ada pihak yang bisa menjawab informasi di lapangan, Rabu, (21/2/24).

Ditemui wartawan, Rahmad Bakhtiar, Operator excavator, mengatakan, normalisasi yang dilakukan menggunakan alat berat ekskavator ini sewa. Ia hanya menjalankan. Ditanya ini swakelola atau PL, operator tersebut tidak bisa menjawab.

Masih kata Operator alat berat tersebut, ia tidak tahu sama sekali siapa bos dan mandor disini. Dirinya mengaku dari PT. MWDBOY Mojokerto, disuruh untuk mengoperasikan alat berat itu aja.

Tidak sampai disitu saja. Yang sangat miris, terlihat bekas galian dimuat truk dan ditaruh di pekarangan orang di Desa Kenongo, hingga beberapa truk. Saat pekerja di urukan (pembuangan) ditanya awak media, dirinya tidak beli, hanya ganti uang rokok supir saja yang nilainya tidak seberapa.

Ditanya lebih lanjut, ia enggan berkomentar. Ia mengaku kurang faham dan menyebut nama (Kenting), dan hampir terjadi keributan dengan wartawan.

Saat rekan media mencoba menanyakan lebih lanjut ke saudara Kenting, belum sempat tanya banyak, saudara Kenting langsung marah-marah menggebrak meja, dan membanting gelas.

Lek mrene ojok yamene. Sore tak enteni nang omah (kalau kesini jangan siang, sore saya tunggu di rumah),” ucap Kenting.

Pantauan di lapangan, banyaknya buangan (bekas galian) sungai yang dibuang juga menyisahkan kerusakan Ris, atau taman biasa disebut sebagai pembatas antara sungai dan jalan. Bahkan terlihat tiang PJU yang ditanam terkikis terlihat sangat membahayakan jika roboh.

Terpisah, Kasun Sugiatno, mengatakan, yang dilakukan normalisasi itu wilayah RT 1 RW 2,RT 3 RW 2, dan RT 4 RW 2, RT 3 RW 3, dan Sungai Desa Kepatihan memang sering meluap belakangan ini. Utamanya, setiap musim hujan tiba, ratusan masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai selalu khawatir rumahnya digenangi luapan air bah. Hal ini disebabkan sungai mengalami pendangkalan dan penuh sampah.

“Kami atas nama warga merasa bersyukur dengan adanya normalisasi ini. Mudah-mudahan dengan adanya normalisasi ini Warga Kepatihan, khususnya, bisa terbebas dari banjir,” harapnya.

“Bahwa kegiatan normalisasi dilakukan oleh BBWS Brantas dan pihak Desa hanya sebagai penerima manfaat, ya meski ada Ris atau apa itu istilahnya (pembatas antara sungai dengan jalan) untuk mempercantik lingkungan di bantaran sungai yang digilas habis (rusak) oleh alat berat, karena tidak pakai ponton,” terangnya.

Hingga berita ini diunggah, pihak BBWS maupun rekanan pelaksana proyek normalisasi belum bisa dikonfirmasi. (loe)