Sugiarto, warga Desa Cowek, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, yang tak inginkan lingkungan alam ini rusak akibat gundulnya hutan maupun pencemaran sungai. (DUTA.CO/Abdul Aziz)

PASURUAN | duta.co – Memperbaiki lingkungan, bagi Sugiarto (47), warga asal Desa Cowek, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan ini, merupakan tantangan tersendiri. Dengan keuletannya selama 24 tahun, ia terus berjuang. Sejak tahun 1990, Sugiarto menanam pohon di sekitarnya, lantaran debit air di sungai-sungai yang berhulu di pegunungan kian mengecil dan hanya mengalir saat hujan, bahkan mati.

Kondisi alam ini terjadi akibat kerusakan hutan. Banyak pohon penyerap air yang gundul. Awal tahun 1993, ia memulai mencari bibit pohon penyerap air. Seperti mahoni, gembillina, jati, sengon, alpukat, serta palem putri dan aneka macam tanaman keras lainnya untuk di tanam pada lahan gundul tersebut agar bisa berfungsi kembali menyerap dan mempertahankan ketersediaan air tanah.

Berkat upaya penghijauan yang dilakukan Sugiarto, mata air kembali mengaliri Desa Cowek dan mampu menghidupi 1.209 Kepala Keluarga Desa Cowek. Bahkan di saat musim kemarau panjang, ketika wilayah lainnya mengalami kekeringan dan mengandalkan air bersih bantuan pemerintah setempat, desa tempat tinggal Sugiarto bebas krisis air.

Setidaknya, mata air masih mencukupi kebutuhan minum dan sanitasi. Di bagian hulu, deretan pipa paralon mengalirkan air dari mata air dan meneruskannya ke bak-bak penampungan di setiap rumah warga di kereng Gunung Meliwis tersebut. Penduduk saat ini bisa menikmati air segar pegunungan secara gratis.

Mereka cukup menyediakan dana swadaya untuk membuat instalasi pipa.Bahkan, Abdus Syukur, seorang pegiat lingkungan menyebut Sugiarto sebagai pribadi yang ikhlas karena tidak pernah berharap imbalan dari pemerintah untuk menghijaukan hutan. Ia mengakui upaya Sugiarto telah banyak membantu warga desa bisa menikmati air bersih. “Upaya ini bisa dijadikan contoh,” katanya, Sabtu (15/12/2018).

Keberhasilan Sugiarto memperbaiki hutan, kini menimbulkan kesadaran bagi warga setempat tentang pentingnya pohon. Sebagian warga Desa Cowek hingga saat ini mulai ikut peduli terhadap lingkungannya. Bahkan beberapa dusun mulai kompak ikut mendukung usaha Sugiarto karena mereka sudah melihat hasilnya untuk kepentingan bersama.

Sugiarto sadar bahwa penghijauan adalah pekerjaan jangka panjang yang hasilnya baru bisa dinikmati dalam hitungan tahun. Menghijaukan hutan tidak hanya butuh kesabaran, melainkan juga usaha yang berkesinambungan. “Penghijauan tidak hanya menanam bibit saja, tetapi juga menjaganya agar tumbuh menjadi pohon besar dan mencegah penebangan,” paparnya kepada duta.co, saat ditemui di lereng hutan.

Melihat usaha Sugiarto yang gigih dalam memulihkan hutan, maka tidak heran ia banyak meraih berbagai penghargaan di bidang lingkungan hidup salah satu nya yaitu penghargaan Kalpataru kategori Perintis Lingkungan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta. Pria ini, terbukti telah menyelamatkan lingkungan di Desa Cowek dan sekitarnya.

Sugiarto tak tak kenal lelah, terus berjuang agar keseimbangan alam lingkungan tetap terjaga dengan baik. Sebelum meraih penghargaan Kalpataru, Sugiarto mendapatkan Wiraprestasi tingkat Jatim tahun 1999; Juara 2 pelestari fungsi lingkungan Jatim di tahun 2010. Selain itu, pada 2014, pria berperawakan kecil ini, ditunjuk sebagai Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) tingkat nasional.

Juga menjadi juara 2 nasional dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dirjen Sumber Daya untuk Komunitas Peduli Sungai tahun 2017. “Jadi juara 2 Komunitas Peduli Sungai 2017 lalu. Kementerian PUPR lombakan kembali, juara-juara Komunitas Peduli Sungai sebelumnya. Dan Si Hijau dinobatkan juara 3 nasional,” ungkap Sugiarto.

Dengan banyaknya penghargaan yang diraihnya, ia tertantang untuk selalu berinovasi dan merawat lingkungan sekitar. Terutama yang jadi jujukannya yakni terkait sungai di sekitarnya. Ada 6 (enam) sungai masuk wilayah Kabupaten Pasuruan, yakni sungai Rejoso, sungai Gembong, Sungai Welang, Sungai Masangan, sungai Kedunglarangan dan sungai Lawean.

Sungai-sungai besar itu bermuara ke selat Madura. Bahkan kondisinya, menurut Sugiarto, mengalami penurunan signifikan, untuk kualitas maupun kuantitasnya. “Sungai itu sumber kehidupan.Untuk irigasi pertanian, peternakan hingga kehidupan biota air. Sungai-sungai di Pasuruan kategorinya sudah genting, sehingga butuh perhatian,” papar bapak anak dua ini.

Menjaga sungai dianggap sama pentingnya dengan menjaga hutan agar kondisinya stabil, karena menjadi satu kesatuan yang harus diperhatikan dan agar tak mengalami kerusakan di bumi. Persoalan sungai harus juga dilihat dari hulu hingga hilir. Yakni, penanganan masalah sungai harus melibatkan seluruh pihak terkait dan masyarakat sekitar. (dul)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry