JAKARTA | duta.co – Publik dibuat kaget dengan penangkapan ‘marathon’ para aktivis KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) di berbagai daerah. Tuduhannya dari makar sampai menghasut demonstran. Ada nama Dr Anton Permana, Dr Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan beberapa orang dari Jejaring KAMI Medan.

Neta S Pane, Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW) dalam siaran persnya menilai, bahwa, penangkapan aktivis KAMI hanyalah manuver untuk memancing reaksi Gatot Nurmatyo (GN) sebagai salah satu presidium KAMI.

“Ini kelima kalinya, selama rejim Jokowi berkuasa penangkapan terhadap petinggi KAMI. Empat penangkapan terdahulu dengan tuduhan makar. Tapi akhirnya semua tertuduh dibebaskan. Kasusnya tidak sampai dilanjutkan ke pengadilan,” demikian siaran pers Neta S Pane sebagai diterima duta.co, Rabu (14/10/2020).

Padahal, tambah Neta S Pane, tuduhan itu sangat serius, makar. Tapi kok tidak lanjut ke pengadilan. Mengapa? “Sebab rejim Jokowi tidak yakin dengan tuduhan makarnya, sehingga setelah ditahan beberapa Minggu para aktivis kritis tersebut dibebaskan semuanya. Jadi tiga penangkapan terdahulu yang dilakukan rejim Jokowi hanyalah sekadar terapi kejut buat para aktivis kritis dan buat proses demokrasi.”

Lalu bagaimana dengan penangkapan Dr Syahganda Cs atau para petinggi KAMI? IPW menilai, kasus Syahganda Cs setali tiga uang dengan kasus makar terdahulu. Artinya, semua itu tak lain hanya sekadar terapi kejut untuk para pengikut KAMI di tengah maraknya aksi demo buruh yang menolak UU Ciptaker yang kontroversial.

“IPW melihat, sejak semula rejim Jokowi sudah mengincar pergerakan dan manuver KAMI, yang dianggap cenderung menjengkelkan. Berbagai aksi penolakan di berbagai daerah sudah “dilakukan”, aktivis KAMI tetap “bandel” bermanuver. Untuk menangkap mereka tidak ada alasan yang tepat. Sebab ujuk ujuk menangkap, pasti akan ramai ramai dikecam publik,” jelasnya.

Sehingga pas, ada momentum aksi demo menolak UU Ciptaker, penangkapan terhadap para petinggi KAMI pun dilakukan. Penangkapan ini sama seperti dilakukan rejim Jokowi terhadap Hatta Taliwang cs mapun Eggi Sudjana cs yang dilakukan saat akan terjadinya aksi demo besar di periode pertama pemerintahan Jokowi.

“Begitu juga saat ini, saat penangkapan terhadap Syahganda Cs dilakukan, saat itu sedang maraknya aksi demo maupun rencana demo besar,” urainya.

Menurut IPW, ada tiga tujuan penangkapan Syahganda Cs. Pertama. mengalihkan konsentrasi buruh dalam melakukan aksi demo dan menolak UU Ciptaker. Kedua, memberi terapi kejut bagi KAMI dan jaringannya agar tidak melakukan aksi aksi yang “menjengkelkan” rejim Jokowi. Ketiga, menguji nyali Gatot Nurmantio sebagai tokoh KAMI, apakah dia akan berjuang keras membebaskan Syahganda Cs atau tidak.

“Jika dia terus bermanuver bukan mustahil Gatot juga akan diciduk rejim, sama seperti rejim menciduk sejumlah purnawirawan di awal Jokowi berkuasa di periode kedua kekuasaannya sebagai presiden,” demikian analisa IPW.

Soal kasusnya? “Jika melihat tuduhan yang dikenakan kepada Syahganda Cs tuduhan itu adalah tuduhan ecek ecek dan sangat lemah serta sangat sulit dibuktikan. Sehingga IPW melihat kasus Syahganda Cs ini lebih kental nuansa politisnya.”

Sasarannya bukan untuk mencegah aksi penolakan terhadap UU Ciptaker tapi lebih kepada manuver untuk menguji nyali Gatot Nurmantio. Sehingga pada ujungnya nanti Syahganda Cs diperkirakan akan dibebaskan dan kasusnya tidak sampai ke pengadilan seperti empat kasus makar terdahulu, terutama kasus Hatta Taliwang cs. Demikian Neta S Pane, Ketua Presidium Ind Police Watch.

Bukti Permulaan

Sementara, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono memastikan penangkapan dan penahanan terhadap para pegiat Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) berdasarkan bukti permulaan yang kuat.

Bukti itu berupa tangkapan layar percakapan grup aplikasi perpesanan WhatsApp, proposal hingga bukti unggahan di media sosial. Menurut Awi, salah satu bukti yang paling mencolok adalah isi percakapan grup WA KAMI yang diduga ada upaya penghasutan.

“Kalau rekan-rekan membaca WA-nya, ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarkis, itu mereka masyarakat yang tidak paham betul, gampang tersulut,” ujar Awi di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa sebagaimana dikutip https://kalbar.antaranews.com/.

Dari delapan pegiat KAMI yang ditangkap di Jakarta serta Medan, tidak semuanya tergabung dalam satu grup WhatsApp. “Enggak, bukan tergabung (dalam satu grup). Semua akan di-profiling. Kasus per kasusnya di-profiling,” tambah Awi.

Sebelumnya delapan pegiat KAMI yang ditangkap polisi yakni Juliana, Devi, Wahyu Rasari Putri, Khairi Amri, Kingkin Anida, Anton Permana, Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat. Lima orang di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri.

Mereka diduga melanggar Pasal 45 A ayat 2 UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang ancaman hukumannya mencapai enam tahun penjara. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry