SURABAYA | duta.co – Kabar gembira untuk warga nahdliyin. Sampai Sabtu (23/1/21) sore, sejumlah medsos warga NU, masih membahas soal penyerahan tanah (hibah) seluas 10 hektare yang diberikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Seperti ditulis sendiri oleh LBP (https://www.facebook.com/luhutbinsar.pandjaitan/), bahwa, tanah itu bukan miliknya, melainkan milik Trenggono Ting, owner PT Sentul City. “Saya senang sekali hari ini saya bisa berkunjung lagi ke rumah saudara saya, warga Nahdliyin untuk menunaikan amanat sekaligus janji yang sempat saya bicarakan dengan guru saya, Almarhum Gus Dur presiden RI ke-4,” demikian tulis LPB di ‘dinding’ facebook-nya, Rabu (20/1/21) pukul 19.45 wib.

LBP menjelaskan, “Saya ingat waktu itu beliau (Gus Dur red.) masih menjabat sebagai presiden, dan saya pernah mengusulkan kepada beliau untuk membuat sekolah bagi warga NU yang berkualitas,” tegasnya.

Gus Dur, tambah LBP, sangat antusias dan mengamini usulan dirinya. “Karena itulah selama beberapa waktu saya mencari lahan/tanah yang pas untuk pembangunan Universitas Nahdlatul Ulama ini, sampai kemudian dalam satu kesempatan saya bertemu lagi dengan teman saya bapak Trenggono Ting, pemilik PT Sentul City dan saya mengusulkan kepada beliau agar menghibahkan tanahnya untuk dijadikan universitas NU,” urainya.

Lalu? “Dan akhirnya momen yang saya nanti-nantikan itu tiba, saya menepati janji yang saya buat dengan guru saya. Dengan didampingi salah satu putri Almarhum Gus Dur, Mbak Yenny Wahid, saya menyaksikan langsung proses hibah tanah seluas 10 hektare di daerah Jonggol Kabupaten Bogor untuk kemudian dibangun Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA),” tegasnya.

Acungkan Jempol

Catatan LBP sepanjang kurang lebih 2500 karakter ini, sangat viral di medsos. Di media whatsapp (WA) grup, misalnya, bukan cuma ramai di grup yang ‘dihuni’ nahdliyin, tetapi juga grup WA dari berbagai macam profesi, mereka ikut membicarakannya. Dari yang angkat jempol sampai jempo terbalik.

“Sebagai warga NU, saya sangat senang, tetapi, sekaligus gamang, was-was,” demikian disampaikan Tjetjep Muhammad Yasin (Gus Yasin) Wakil Ketua Umum Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN) kepada duta.co, Sabtu (23/1/21).

Menurut alumni PP Tebuireng ini, kabar adanya UNUSIA, memang menyenangkan. Kader-kader NU yang dikenal moderat, sebagai penjaga NKRI, semakin berkualitas. Tetapi, diakui, di sisi lain, hibah tanah ini cukup membuatnya gamang bahkan was-was.

“Bagaimana tidak, 10 hektare tanah di daerah Jonggol Kabupaten Bogor itu, ternyata bukan milik LBP. Tapi milik Trenggono, pengusaha dari PT Sentul City. Seperti yang dikhawatirkan banyak orang di grup-grup WA, apa yang ‘didapat’ Trenggono? Dia seorang pengusaha, lazimnya tak mau rugi,” tambahnya.

Gus Yasin (kiri): Persepsi buruk terhadap NU harus dihindari. Bukan NU-nya yang salah, kalau ada keliru, itu prilaku oknum. (ist)

Masih menurut Gus Yasin, ada banyak catatan yang harus diperhatikan oleh PBNU, dalam menyikapi hibah tanah yang sangat luas melalui LBP itu. Pertama, jangan sampai hibah tanah tersebut membuat PBNU kehilangan sikap kritisnya terhadap pemerintah.

“Ingat pesan almaghfurlah Gus Solah (KH Salahuddin Wahid red.) agar NU menjadi penggerak civil society. Saat ini, sebagai nahdliyin, kami risau melihat politisasi organisasi. Kalau ini dibiarkan, lama-lama NU terseret ke medan politik praktis. Tidak lagi punya nyali mengingatkan penguasa,” tegasnya.

Lebih Bangga Mandiri

Kedua, lanjutnya, NU jangan sampai menjadi ‘martil’ kekuasaan. “Hari ini, tekanan politik terhadap aktivis Islam begitu kuat. NU harus berdiri di tengah. Jadi pengayom semuanya. Jangan diam. Apalagi sampai ikut alur anti Islam,” tegasnya.

Ketiga, ujarnya, pemberian 10 hektar tanah Trenggono ini, juga harus disikapi secara hati-hati. Jangan sampai meluluhlantakkan kemandirian. “Apalagi tanah tersebut diserahkan LBP yang dikenal sebagai penguasa di pemerintahan sekarang ini. Jangan sampai membuat iri Ormas lain. Bagi nahdliyin, tentu, lebih bangga kalau mandiri, ketimbang diberi,” terangnya.

Keempat, pungkasnya, jangan sampai hibah tanah itu membuat daya kritis NU tumpul. “Hari ini kita rasakan, betapa banyak oknum pengurus NU yang menjadi ‘humas’ pemerintah. Sekedar contoh, soal vaksin Covid-19, barangnya saja masih diuji klinis, eh sudah banyak oknum yang memasang logo NU menyatakan siap divaksin. Ini kan lucu,” tegasnya.

Sebagai Ormas Islam terbesar, tegas Gus Yasin, NU harus bisa menjadi penggerak civil society. NU dapat membangun kemandirian masyarakat sekaligus menjadi pionernya.

“Pemberian tanah yang luas, bukan jaminan. Terus terang, sebagai nahdliyin, iri rasanya dengan Ormas Islam lain yang punya dana besar, tanah luas bahkan sampai Australia. Sebagai nahdliyin, saya  juga khawatir NU menjadi alat kekuasaan, sehingga melenceng jauh dari cita-cita para muassis (pendiri) NU. Naudzubillah,” pungkasnya. (mky)