Miryam S Haryani (ist)

JAKARTA | duta.co – Tersangka atas dugaan memberikan keterangan palsu dalam sidang e-KTP, Miryam S Haryani, mengajukan menggugat praperadilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

“Hari ini saya datang untuk memberitahukan KPK melalui surat bahwa kita mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap kasus klien saya Miryam S Haryani atas penetapan selaku tersangka. Sudah didaftarkan Jumat yang lalu,” kata Aga Khan, pengacara politisi Hanura tersebut, Selasa (25/4).

Aga menyatakan, surat permohonan praperadilan sudah diajukan ke PN Jaksel, sejak Jumat (21/4). Menurut dia,  selama proses praperadilan berlangsung, penyidik KPK diminta tidak memanggil Miryam. Dia juga menjelaskan alasan pihaknya menggugat KPK atas status tersangka tersebut.

“Hak setiap warga negara untuk melakukan upaya hukum. Jadi kami mohon juga kepada KPK di saat kami lakukan upaya praperadilan kami mohon untuk kita uji dulu bahwa praperadilan ini diterima atau tidak,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Miryam S Haryani sebagai tersangka atas memberikan keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi proyek e-KTP. Surat perintah penyidikan (Sprindik) diterbitkan per hari ini.

“KPK menetapkan 1 orang sebagai tersangka MSH anggota DPR RI terkait dugaan pengadaan KTP elektronik. MSH diduga dengan sengaja tidak memberikan keterangan dalam persidangan Tindak Pidana Korupsi dengan terdakwa Irman dan Sugiharto,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di gedung KPK, Rabu (5/3) lalu.

Politikus Hanura itu disangkakan telah melanggar Pasal 22 Jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001. Sebagaimana dalam pasal tersebut berbunyi :

“Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.”

Pasca penetapan Miryam sebagai tersangka, Febri menegaskan pihaknya masih butuh alat bukti cukup untuk menjerat saksi saksi lain yang dianggap memberikan keterangan palsu terkait kasus ini.

Sejumlah saksi terkait kasus korupsi e-KTP membantah keterangan mereka yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Bahkan saksi Miryam S Haryani terancam terjerat pasal tentang memberikan keterangan bohong setelah dia mencabut seluruh BAP miliknya dan selalu menolak keterangannya yang tertuang di BAP saat dikonfrontir oleh tiga penyidik KPK yang menginterogasinya beberapa waktu lalu.

Diduga kuat sebelum hadir di persidangan Miryam menemui pengacara yang tidak lain adalah Rudi Alfonso, kemudian Elza Syarif. Saat itu jaksa KPK juga menanyakan pertemuannya dengan pengacara muda yang disebut-sebut mempengaruhinya untuk mencabut keterangan di BAP.

Miryam juga diketahui bertemu dengan koleganya di DPR dan menceritakan hasil pemeriksaannya. Hal inilah yang sempat diperingatkan Novel Baswedan, penyidik yang menginterogasi Miryam, untuk tidak bercerita kepada siapapun mengenai proses penyidikan. Tidak hanya Miryam, Khatibul Umam juga sempat menemui Chaeruman Harahap, mantan ketua komisi II DPR, dan dua orang staf ahlinya seusai menjalani proses penyidikan di KPK.

Pada pemeriksaan pertama 9 Desember 2016, politikus Demokrat itu sempat mengaku menerima uang Rp 100 juta dari Chaeruman yang diduga uang tersebut merupakan uang bancakan proyek e-KTP. Akan tetapi keterangan itu dicabut dengan alasan saat pemeriksaan pertama dia mengantuk selepas pulang dari Swedia dan masih merasa jet lag. hud, mer

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry