Suasana Debat Publik Pilkada DKI Jakarta di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (12/4/2017). Anies-Sandi diunggulkan berdasarkan survei terbaru Media Survei Nasional (Median) dan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). (FT/kompas)

JAKARTA | duta.co – Tampaknya tidak mudah bagi Ahok-Djarot untuk mengalahkan lawan politiknya, Anies-Sandi. Setidaknya ‘kewalahan’ itu terlihat dalam debat terakhir, debat paling sengit soal Jakarta yang berlangsung Rabu (12/4/2017).

Dua kali Ahok ‘keblowok’. Pertama, dia larut dalam perdebatan solusi pendidikan anak. Ahok awalnya memaparkan rencananya ingin menampung anak usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah dalam instansi pemerintah sebagai pekerja harian lepas (PHL).

Ahok menyebut mereka akan mendapat sertifikat agar bisa diterima kerja di sektor swasta.

Materi ini langsung disambar oleh Anies, Rektor Universitas Paramadina yang juga mantan Mendiknas dan dikenal sebagai penggagas gerakan Indonesia Mengajar. Anies yang sudah lihai di dunia pendidikan, langsung mengkritik solusi yang diberikan calon gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Menurut Anies, dengan cara demikian, sertifikasi pemerintah, Ahok hanya memandang peran pemerintah. Padahal, menurutnya, yang diperlukan justru peran masyarakat dan perusahaan dalam menyelesaikan masalah ini.

“Jadi Pak Basuki, maunya kita sama, ingin ada solusi untuk mereka. Tetapi bedanya Pak Basuki melihat alatnya hanya pemerintah, kalau saya lihatnya semuanya, pemerintah dan civil society serta perusahaannya,” jelas Anies.

Anies yakin sektor swasta bisa berperan lebih besar dari pemerintahan. Anies mengatakan, jika swasta dan masyarakat digandeng, disertai dengan pelatihan dan Kartu Jakata Pintar (KJP) Plus, masalah anak putus sekolah bisa terselesaikan.

Ahok sempat menepisnya dengan mengatakan bahwa sebagai gubernur, ia harus menyediakan pelatihan lantaran perusahaan swasta jarang mau menerima tenaga kerja tanpa pendidikan dan sertifikasi pelatihan. Ahok juga menimpali akan tetap menggandeng swasta, melalui universitas swasta untuk menjamin pendidikan tinggi bagi anak-anak pemegang KJP.

Lagi-lagi Anies tampil lebih piawai. Ia kembali mengatakan bahwa apa yang diinginkannya untuk anak-anak putus sekolah, sama dengan Ahok. Bedanya, pada pendekatan terhadap sektor swasta. Anies mengatakan, ia akan membuat konsorsium corporate social responsibility (CSR) agar semua perusahaan punya akses yang sama untuk membangun Jakarta.

“Agar tidak hanya perusahaan yang kenal dengan gubernur, kenal dengan wakil gubernur,” demikian Anies menohok Ahok.

Kedua, entah disengaja atau tidak, Ahok tiba-tiba ikut larut dalam jargon Anies-Sandi, Jakarta Baru. Semua tahu, bahwa, Jakarta Baru adalah semboyan untuk Anies-Sandi. Jargon ini secara konsisten dipakai Anies untuk memberi pemahaman kepada warga DKI, bahwa, kalau ingin berubah lebih baik, maka, diperlukan Jakarta Baru, Jakarta dengan gubernur baru.

Lucunya, calon Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama dalam menutup sesi debat, meski dengan mengucupkan kata terakhir saling memaafkan, namun ia sempat ‘keblowok’ dengan mengucapkan harapan untuk Jakarta yang baru. “Mari kita saling memaafkan, dan semoga kita melihat Jakarta Baru,” demikian Ahok menutup pidatonya, Rabu (12/4).

Tidak banyak yang paham, tetapi kalau mencermati wajah Anies-Sandi, dia tampak lebih percaya diri karena merasakan banyak kreativitasnya yang kemudian ditiru dan diikuti Ahok-Djarot.

Anies R Baswedan menutup dengan kalimat yang menarik, ia mengatakan siapa pun yang terlibat dalam proses Pilkada DKI ingin menang. Namun keputusan kemenangan itu ada di hati warga Jakarta.

“Dan tidak ada uang yang bisa membeli hati mereka. Yang bisa membolak-balikkan hati hanya Tuhan. Karena itu, kita berdoa, dan kita terima hasilnya,” katanya dalam debat yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (12/4/2017) malam.

Tak Ada ‘Tangan Dingin’ dari Ira Koesno

Dwi Noviratri Koesno alias Ira Koesno menilai debat final Pilgub DKI malam ini adalah ajang para kandidat untuk menunjukkan sisi kepemimpinannya pada warga Jakarta. Menurut Ira Koesno, pertanyaan yang diajukan memang mengarahkan untuk melihat mana kandidat yang memiliki karakter pemimpin terbaik.

“Yang ingin dikeluarkan pada debat kali ini adalah karakter seorang kepemimpinan, jadi pertanyaan-pertanyaan itu diupayakan sedapat mungkin yang untuk melihat sejauh mana mereka berdua sudah mengkontrak itu dengan baik. Jadi di debat ini kita ingin melihat karakter pemimpin kita mana yang terbaik,” kata Ira usai debat di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (12/4/2017) malam.

Saat ditanya siapa cagub-cawagub yang paling layak memimpin Jakarta, dia menegaskan akan tetap netral. “Saya nggak bisa jawab dan saya tetap harus netral sampai titik akhir,” tegasnya.

Ira juga enggan serempet sana-sini. Dia menyebut tidak akan menjawab hal-hal yang merujuk pada pilihannya. “Soal kematangan juga tidak bisa saya jawab, karena jawabannya bisa mengarah pada salah satu paslon,” ujar Ira.

“Saya punya pilihan politik, tapi ketika menjalankan tugas bisa netral, independen, dan saya juga berusaha jawaban tidak menggambarkan preferensi saya,” tambahnya. Kali ini Ira benar-benar tak mau keseleo lidah seperti yang pernah disampaikan saat mengomentar Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan kalimat ‘tangannya dingin’. (hud,dtc,kps,rep)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry