Akhwani – Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)

APAKAH Anda pernah dihukum guru untuk berdiri di depan kelas dengan mengangkat satu kaki? Pernahkah Anda disuruh lari mengelilingi halaman sekolah? Apakah Anda juga pernah jadi bahan tertawaan teman-teman satu kelas karena tidak disiplin?.

Lalu apakah disiplin memang identik dengan hukuman?

Umumnya siswa pernah mendapatkan hukuman sebagai sanksi atas ketidakdisiplinan selama di sekolah. Misalnya karena terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas, ramai selama pelajaran, tidak menyimak pembelajaran, membolos dan lain sebagainya.

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa

Namun, apakah Anda menyadari bahwa tidak jarang sanksi atau hukuman yang diberikan justru tidak relevan dengan kesalahan yang dilakukan. Misalnya siswa yang terlambat masuk kelas diberikan sanksi untuk berdiri di depan kelas sampai jam istirahat tiba, atau diminta untuk menulis kalimat “saya tidak akan terlambat masuk kelas” sampai 1000 kali.

Hukuman yang diberikan tersebut justru merugikan siswa. Bagaimana tidak, siswa yang dihukum berdiri selama pelajaran apakah dia bisa mengikuti pembelajaran dengan baik?. Jawabnya tentu tidak.

Belum lagi rasa malu yang diterima karena dilihat teman-teman yang lain. Pembelajaran yang harusnya ia terima justru tidak bisa didapatkan. Hal ini akan berdampak pada hasil belajarnya karena ia terlambat mengikuti pembelajaran.

Sanksi yang diberikan tersebut seolah wajar dan dianggap umum diberikan. Bisa jadi, sanksi tersebut diberikan lantaran saat guru menjadi siswa pernah melakukan kesalahan sejenis dengan sanksi demikian. atau pernah melihat tindakan serupa pada siswa yang tidak disiplin. Apakah sanksi tersebut dapat dianggap wajar dan dapat dibenarkan?

Niat untuk mendisiplinkan siswa memang baik. Namun niatan yang baik perlu didasari dengan langkah yang tepat. Hukuman diberikan dalam rangka memberikan efek jera, jika dilakukan dengan cara yang tidak tepat justru membuat menghambat proses Pendidikan di sekolah. Apalagi hukuman yang mengarah pada kekerasan selama di sekolah, tentu harus dihentikan.

Disiplin Positif

Pada dasarnya, ekosistem sekolah yang kondusif mendorong tumbuhkembangnya potensi peserta didik. Sekolah wajib memfasilitasi dan menciptakan ekosistem yang mengarah pada student well-being. Artinya lingkungan sekolah harus membuat siswa nyaman sehingga siswa dan wali murid merasakan puas atas layanan dari sekolah.

Langkah yang direkomendasikan oleh Kementerian Pendidikan dalam menguatkan iklim kemanan, kenyamanan, serta kualitas pembelajaran adalah melalui pendekatan disiplin positif. Jika ada istilah disiplin positif, apakah ada juga disiplin negatif?. Mendisiplinkan namun dengan cara yang tidak positif.

Disiplin positif mengarahkan siswa untuk dapat mengontrol perilaku melalui kesadaran diri bukan atas paksaan. Siswa dibudayakan untuk melakukan sesuatu atas dasar kesadaran bukan atas dasar paksaan.

Ilustrasi sederhananya adalah pengendara motor  berniat memakai helm bukan karena biar tidak ditilang polisi, namun lebih pada keselamatan atau demi keselamatan berkendara. Siswa mengerjakan PR bukan karena biar tidak dihukum namun lebih pada menguasai materi yang diberikan.

Selain itu, disipin positif mengarahkan dapat dengan penuh tanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Disiplin positif mengarahkan pada peserta didik supaya menyadari sebab akibat dari tindakan yang dilakukan. Segala sesuatu yang dilakukan pasti ada konsekunsi yang diterima. Pepatah mengatakan rajin pangkal pandai, malas pangkal bodoh. Konsep tersebut mengindikasikan adanya konsekuensi .

Dalam konsep disiplin positif dikenal dengan istilah konsekuensi logis. Konsekuensi logis tidak sama dengan hukuman. Dalam pelaksanaan pembelajaran atau apapun itu tentu ada tindakan sesuai harapan namun ada juga yang tidak sesuai harapan. Konsekuensi perlu diberikan sesuai konsekuensi yang logis. Artinya konsekuensi yang diberikan relevan dengan tindakan atau kesalahan yang diperbuat.

Prinsip dari konsekuensi logis adalah 1) harus sesuai atau dengan kesalahan yang dibuat; 2) tidak boleh melukai harga diri anak; 3) harus seimbang atau sesuai dengan perilaku, kadar dan usia siswa; 4) membantu memperbaiki diri anak, tidak memberikan efek samping namun lebih pada memberikan Solusi. */bersambung….

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry