SAKSI: Ratnawati B Prasodjo, SH, MH, mantan staf ahli Menteri Kehakiman saat memberikan kesaksian pada persidangan polemik Empire Palace di PN Surabaya. Duta/Henoch Kurniawan

SURABAYA | duta.co – Ratnawati B Prasodjo, SH, MH, mantan staf ahli Menteri Kehakiman dan mantan ketua tim perumus Undang-Undang (UU) dalam keterangannya secara tegas mengatakan dalam melakukan kegiatan kepengurusan, direksi mempunyai kewenangan secara penuh untuk menentukan dokumen untuk ditaruh dimanapun.

“Sesuai UU, itu kewenangan direksi dan tidak harus meminta izin ke komisaris,” ungkapnya saat bersaksi pada persidangan perkara dugaan pencurian dan penggelapan dalam jabatan dokumen PT Blauran Cahaya Mulia (BCM), yang melibatkan Trisulowati alias Chinchin sebagai terdakwa, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (31/5/2017).

Anggota Tim Pakar Departemen Kehakiman dan HAM RI ini, dihadirkan sebagai saksi ahli oleh tim penasehat hukum terdakwa.

Bahkan, iapun mengatakan jangankan dibawa keluar kantor perseroan, dokumen yang sudah lama pun bisa dihanguskan oleh direksi. “Dokumen yang sudah berusia 10 tahun bisa dihanguskan apabila direksi mau. Itu kewenangan direksi,” ujarnya.

Soal rencana audit yang bakal digelar oleh direksi, hal itu, kata Ratna merupakan kewajiban direksi yang diatur oleh UU. “Tindakan direksi untuk melakukan audit merupakan kewajiban dalam melakukan kegiatan kepengurusan bukan kepemilikan dan itu kewajiban sesuai perundang-undangan,” bebernya.

Terlebih, diketahui audit tersebut merupakan permintaan komisaris PT BCM, Gunawan Angka Widjaja yang sekaligus sebagai pelapor dalam kasus ini. “Ini ranah hukum perdata perseroan, bukan ranah hukum pidana. Tidak ada kaitannya,” terang saksi.

Soal audit yang dilakukan diluar kantor perseroan, menurut saksi hal itu merupakan hal yang lazim dilakukan selama ini. “Kelaziman yang dilakukan selama bertahun-tahun itu merupakan hukum bagi mereka sendiri, sehingga tidak bisa masuk ke ranah pidana. Perseroan itu satu kesatuan berbadan hukum. Jadi apa yang dilakukan direksi atas nama perusahaan bukan pribadi.

“Soal wilayah kedudukan atau domisili perusahaan yang dimaksud dalam UU adalah provinsi. Soal alamat pasti perseroan itu hanya berkaitan dengan surat-menyurat,” tambahnya.

Tak kalah menarik, saksi ahli kedua yang dihadirkan, yaitu Dr Chairul Huda, SH, MH,  penasehat ahli Kapolri dalam bidang hukum Pidana. Pria yang juga sebagai penguji gelar doktor Nur Basuki, ahli hukum pidana Unair Surabaya, yang pada sidang sebelumnya dihadirkan jaksa sebagai saksi ahli dalam BAP kepolisian ini mengatakan bahwa tidak ada ketentuan pidana yang menyebutkan adanya ancaman pidana apabila dokumen perusahaan dibawa keluar oleh direksi.

“Kebiasaan audit yang dilakukan selama bertahun-tahun dilakukan diluar kantor, bisa dikatakan sebagai ukuran dari kepatutan. Sedangkan hukum itu bisa dijeratkan apabila diluar kepatutan,” ujarnya.

Apa yang dilakukan direksi itu tidak ada perbuatan melawan hukum. Bahkan apabila direksi tidak melakukan audit malah salah.

Ia juga menyingung soal dakwaan jaksa dalam perkara ini. Menurutnya dakwaan jaksa kacau. Jaksa harus menegaskan dalam dakwaannya, perkara ini masuk ranah perseroan atau suami istri.

“Keliru kalau jaksa mencantumkan pasal  374 jo 376 satunya pasal perseroan, penggelapan dalam jabatan, sedangkan satunya lagi pasal suami istri, penggelapan dalam keluarga, jadi kacau ini dakwaannya,” ujarnya.

Secara tegas ia mengatakan bahwa perkara seperti ini tidak layak untuk disidangkan. “Kalau saya dari awal dimintai konsultasi, bakal saya katakan bahwa kasus ini tidak layak untuk diteruskan. Cukup banyak kasus-kasus penting di Republik ini saya dimintai pendapat,” ujarnya.

Bahkan, apabila difokuskan ke kasus perseroan, terdakwa pun tidak bisa dipidana. Karena sebagai direktur utama, terdakwa berwenang penuh atas pengelolahan harta perusahan termasuk dokumen yang terkandung.

“Mau dokumen disimpen dimana dan dibuat apa itu kewenangan direksi. Karena yang dibatasi dalam AD/ART perusahaan hanya ada dua, yaitu soal peminjaman uang dan investasi baru harus ijin komisaris, selebihnya kebijakan lain tidak perlu menunggu ijin komisaris,” ujarnya.

Untuk diketahui, sebelumnya, Chinchin jadi pesakitan setelah dilaporkan suaminya sendiri, Gunawan Angka Widjaja melalui Polrestabes Surabaya. Sebelum berseteru, perseroan yang mengelolah gedung megah Empire Palace itu dikelolah bersama oleh pasutri ini, dengan posisi jabatan Chinchin sebagai Direktur Utamanya dan Gunawan sebagai Komisaris Utama. Belakangan, Chinchin dipecat melalui RUPS yang digelar oleh Gunawan.

Pasca dilaporkan suaminya sendiri, Chinchin pun juga dilaporkan oleh Teguh Suharto Utomo, Kuasa Hukum Gunawan dan Direktur baru PT BCM Rachmat Suharto alias Steven Roy ke Mapolda Jatim. Belakangan, Chinchin melawan dengan melaporkan balik Gunawan dan enam orang lainnya yang dinilai andil dalam RUPS PT BCM tersebut. eno

 

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry