SURABAYA I duta.co – Beberapa lembaga survei yang merilis tentang Pilwali Surabaya 2020 mendapat perhatian dari berbagai elemen. Dosen Hukum Tata Negara Universitas Airlangga Surabaya Sukardi menyebutkan masyarakat Surabaya sangat rasional dan cerdas.

“Masyarakat Surabaya berpikir cerdas dan rasional, pilihan mereka akan sesuai dengan kepentingan mereka ke depannya,” terangnya, Rabu (4/11).

Menurutnya, mereka akan melihat apakah kepentingan mereka terpenuhi melalui sistem manajemen pemerintahan yang sudah terbentuk dan aturan yang sudah ada.
Contoh kecil saja dari era Wali kota Bambang DH yang konsen di pendidikan, dipertahankan dan ditingkatkan plus pembangunan taman-taman oleh Tri Rismaharini.

“Nah warga melihat siapa yang bisa melanjutkan sistem dan aturan itu ke depannya yang akan jadi acuan ideologi atau mindset politiknya,” tegas Sukardi.

Masuknya, sambungnya, kriteria latar belakang politisi dalam tiga besar kriteria yang diinginkan warga Surabaya, hal itu terkait relasi yang baik antara eksekutif (birokrat) dan legislatif (politisi). Yang tak dapat dipungkiri sangat berpengaruh pada jalannya pembangunan Kota Surabaya di masa depan.

“Apakah dukungan politik akan efektif dalam pelaksanaan pembangunan, itu sudah pasti,” jelas Sukardi.

Eksekutif yang pintar berhubungan dan bermitra dengan legislatif (DPRD Kota Surabaya) pasti akan lebih baik dalam kelanjutan pembangunan. Karena hal itu terkait dengan persetujuan anggaran dan pengawasan pembangunan.

“Keunggulan paslon nomor satu saat ini bisa jadi dilihat publik dari siapa patronnya (Bu Risma), bagian dari eksekutif dan calon wakilnya adalah politisi di parlemen Kota Surabaya,”jelasnya.

Sedangkan terkait paslon nomor 2, Sukardi melihat ‘top of mind’ yang dilihat publik Surabaya adalah ketegasan, merujuk pada latar belakang Machfud Arifin sebagai mantan Kapolda Jawa Timur. Hal itu wajar, mengingat masyarakat selalu mendambakan jaminan kepastian hukum dan keamanan dalam kehidupan sehari-harinya.

“Bisa jadi yang pertama muncul di benak warga Surabaya, ketika menyebut nama Pak Machfud adalah tegas, karena beliau mantan polisi,” urainya.

“Kaitannya pasti dengan stabilitas sosial politik dan keamanan. Meskipun selama ini isu-isu soal konflik sosial, ancaman terorisme, intoleransi, hingga angka kejahatan atau kriminalitas di Surabaya tidak terlalu signifikan, namun masih tetap masuk ke preferensi publik ketika memilih pemimpinya,” pungkas Sukardi. (azi)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry