Thomas Sumarsono, S.Si., M.Si – Dosen Prodi D-IV Analis Kesehatan, Fakultas Kesehatan

PENGGUNAAN antibiotik secara berlebihan dalam pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen telah memicu munculnya strain-strain (spesies) bakteri patogen yang resisten terhadap antibiotik.

Beberapa spesies bakteri patogen telah ditemukan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.

Spesies bakteri patogen yang memiliki kemampuan resisten terhadap satu atau lebih antibiotik disebut Multidrug Resistant Bacteria.

Munculnya Multidrug Resistant Bacteria (MDRB) menjadi penyebab utama kegagalan dalam pengobatan penyakit infeksi.

Sebagai akibatnya, masyarakat menghadapi permasalahan yang cukup serius, yaitu semakin luasnya penyebaran penyakit infeksi yang disebabkan oleh MDRB dan meningkatkan angka mortalitas.

Karena itu, MDRB tidak hanya menjadi permasalahan di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, khususnya pada negara yang sedang berkembang.

Beberapa spesies bakteri patogen yang merupakan MDRB adalah Staphylococcus aureus (MRSA), Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Salmonella typhimurium.

Juga  Klebsiella pneumoniae Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB), Neisseria gonorrhoeae, dan Acinetobacter baumanni.

Beberapa strain  MDRB, seperti Escherichia coli merupakan penyebab utama infeksi saluran urin.

Strain tersebut resisten terhadap tujuh antibiotik termasuk fluoroquinolon. Di negara yang terdapat di kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan Cina, 60-70% E. coli resisten terhadap fluoroquinolon.

Di Amerika dan Inggris, sekitar 40-60% infeksi nosokomial disebabkan oleh methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

Strain methicillin resistant S. aureus (MRSA) menjadi pusat perhatian sejak resisten terhadap semua antibiotik β-lactam dan juga dalam kasus-kasus antibiotik grup lain, terutama di rumah sakit.

World Health Organization melaporkan bahwa Mycobacterium tuberculosis multidrug resistant (MDR-TB) menjadi tantangan baru dalam program pengendalian TB karena penegakan diagnosis yang sulit, tingginya angka kegagalan terapi dan kematian.

Diperkirakan prevalensi MDR-TB di Indonesia pada tahun 2004 adalah sebesar 8.900 kasus.

Dua persen kasus MDR-TB diperkirakan berasal dari kasus TB baru dan 14,7% dari kasus TB yang mendapatkan pengobatan ulang.

Multidrug Resistant Bacteria (MDRB) seperti E. coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumonia merupakan penyebab utama terjadinya infeksi nosokomial.

Bakteri patogen tersebut mampu menyebabkan infeksi nosokomial dengan cara melekat (adesi) pada instrumen medis seperti kateter, voice prostheses, dan heart valve melalui pembentukan biofilm pada permukaan instrumen tersebut.

Dapat dibayangkan jika kasus infeksi MDRB terus meningkat, maka akan mengakibatkan kesulitan dalam penanganan penyakit infeksi, yang berimbas pada meningkatnya lama perawatan penderita, biaya, serta angka kematian.

Karena itu dibutuhkan agen antibakteri alternatif untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan infeksi MDRB.

Indonesia kaya akan tanaman herbal yang bermanfaat untuk berbagai penggunaan. Ekstrak tanaman herbal (yang diperoleh dari akar, batang, buah, maupun daun) menjadi sebuah alternatif untuk menghadapi MDRB.

Aktivitas antibakteri secara invitro dari ekstrak daun tanaman herbal Ocimum gratissimum (selasih mekah) , Vernonia amygdalina, Zingiber officinale (jahe) dan Myristica fragrans (pala) dalam melawan MDRB.

Antara lain Staphylococcus aureus, Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Salmonella typhimurium, Klebsiella pneumoniae and Pseudomonas aeruginosa. Konsentrasi ekstrak yang digunakan bervariasi, mulai dari 50-200 mg/ml.

Potensi ekstrak-ekstrak tersebut didasarkan pada kemampuan dalam menghambat pertumbuhan MDRB yang dapat diukur melalui zona penghambatan (mm) atau biasa disebut dengan zona halo.

Dengan demikian ekstrak tanaman herbal dari beberapa tanaman lokal dapat dijadikan alternatif baru dalam melawan MDRB. (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry