RDP. Komisi II DPRD Kota Mojokerto saat Rapat Dengar Pendapat (TDP) dengan DPUPRPRKP terkait peningkatan jalan Empu Nala, Rabu (13/9/2023). (DUTA.CO/YUSUF W)

MOJOKERTO | duta.co – Komisi II DPRD Kota Mojokerto menggelar hearing atau Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan Rakyat, dan Kawasan Permukiman (DPUPRPRKP) terkait peningkatan Jalan Empu Nala yang sudah rampung dikerjain pada tahun lalu.

Selain dihadiri anggota Komisi II, RDP yang digelar di Ruang Rapat Paripurna kantor DPRD Kota Mojokerto, Rabu (13/9/2023) ini juga dihadiri Ketua DPRD Kota Mojokerto Sunarto sebagai koordinator, Plt Kepala DPUPRPRKP Kota Mojokerto Nara Nupiksaning Utama ST dan Kabid Bina Marga Endah Supriyani ST MT.

Setidaknya ada tiga hal yang dipertanyaka dewan. Pertama, tiang pancang penahan box geter untuk menutup sungai yang semula direncanakan menggunakan beton, diganti dengan menggunakan bambu.

Ke dua, kenapa Jalan Empu Nala yang baru saja selesai dilakukan peningkatan jalan dengan melakukan pelebaran jalan sebagian sudah bergelombang?

Dan yang ke tiga, kenapa peningkatan Jalan Empu Nala yang menguras anggaran Rp 100 miliar lebih hanya berstatus kelas tiga, bukan kelas satu?

Menjawab tga hal tersebut, Plt Kepala DPUPRPRKP Kota Mojokerto Nara Nupiksaning Utama ST didampingi Kabid Bina Marga Endah Supriyani ST MT mengatakan, semula dari konsultan perencana merekpmendasikan menggunakan tiang pancang beton.

Namun, saat dikerjakan ternyata struktur tanahnya tidak semua sama. Sehingga jika hanya menggunakan dua tiang pancang beton untuk setiap box geter dikhawatirkan tidak kuat. Dan untuk menambah tiang pancang, anggarannya tidak cukup.

“Setelah berkonsultasi dengan ahli maka diputuskan untuk menggunakan bambu. Bambu yang terus terendam dengan jumlah yang cukup diperkirakan kuat menahan box geter,” jelasnya.

Sedangkan kenapa bergelombang setelah dilakukan peningkatan jalan, dijelaskan bahwa akibat adanya betonisasi jalan by pass dan adanya kecelakaan kereta api, kendaraan besar seperti tonton dengan tonase berlebih terpaksa dilewatkan Jalan Empu Nala.

“Jalan Empu Nala itu kelas tiga dengan tonase di bawah delapan ton tapi yang lewat kendaraan dengan tonase di atas delapan ton. Tentu saja mengakibatkan jalan Empu Nala ambles dan bergelombang,” tandasnya.

Terkait kenapa Jalan Empu Nala hanya kelas tiga. Menurutnya, penentuan kelas jalan itu sesuai dengan amdal lalin.

“Kita tidak bisa serta merta merubah kelas jalan, harus ada persetujuan provinsi hingga pusat. Untuk jalan nasional itu kelas satu, jalan provinsi kelas dua, dan jalan kabupaten atau kota kelas tiga,” jelasnya. (ywd)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry