Prof Andi dalam acara TvOne.

JAKARTA | duta.co – Ada dua peristiwa penting terkait gugatan Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi. Pertama, sedikitnya 300 orang akademisi, lembaga, dan warga sipil mengirimkan amicus curiae (menawarkan informasi atau keahlian) ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas permohonan sengketa hasil Pilpres yang tengah diajukan oleh pasangan calon nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan 03 Ganjar Pranowo-Mahfud Md.

Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengonfirmasi pemberian amicus curiae itu ditujukan kepada MK. Adapun berkas tersebut diberikan secara langsung ke MK, Kamis, 28 Maret 2024, pukul 10.00 WIB, terdiri 27 halaman.

Kedua, di hari yang sama, muncul keterangan pers Komite dari Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau CCPR yang mempublikasikan temuan berisi keprihatinan terhadap sejumlah negara dalam mengimplementasikan Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.

Salah satu negara yang disoroti, Indonesia. Komite mengungkapkan kekhawatiran mereka atas dugaan adanya pengaruh yang tidak semestinya terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 di Indonesia. PBB juga menyoroti keputusan MK menurunkan batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden yang menguntungkan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.

Biasakah dua hal itu mempengaruhi kebijakan mejelis hakim MK? Waallahu’alam. Yang jelas, banyak pengamat menilai gugatan Capres-Cawapres nomor unut 01 dan 03 itu, dinilai tidak konsisten. “Saya setuju dengan Hotman Paris, (gugatan ke MK itu) ‘cengeng’,” demikian Prof Andi Muhammad Asrun, Guru Besar di Universitas Pakuan Bogor, dalam dialognya dengan TvOne, Rabu (27/3/24).

Guru Besar Konstitusi itu sepakat dengan kuasa hukum KPU, bahwa, gugatan 01 dan 03 ini mestinya ditolak oleh MK. “Saya sepakat, karena petitum (tuntutan) gugatan 01 dan 03 ini kacau sekali. Yang pertama 01, minta diskualifikasi. MK tidak bisa mendiskualifikasi. Kemudian dia jelaskan presiden tidak boleh cawe-cawe, tidak boleh pakai APBN untuk pemilu. Saya kira itu di luar ranah MK. Jadi gugatan hukum di MK itu berkaitan dengan hasil,” tambah Prof Andi dalam video berdurasi 13:57 menit tersebut.

Menurutnya, 01 dan 03 sesungguhnya memiliki waktu relatif panjang  untuk menyoal kinerja KPU, begitu hitung cepat dimulai . Kalau sekarang baru berbicara, itu namanya spekulatif.  “Jadi, persidangan ini buang-buang waktu, menurut saya,” tegasnya.

Ketika ditanya soal pendapat lain, bahwa, keberatan 01 dan 03 ini mestinya dibawa ke Bawaslu, Prof Andi menjawab tegas: ‘Betul’. Inilah yang menurutnya kesalahan fatal dari pasangan 01 dan 03. Kalau keberatan dengan diterimanya Gibran oleh KPU, maka, seharusnya dilakukan saat itu juga.

“Kalau keberatan terhadap Gibran (ini yang selalu diulang-ulang). (Faktanya) sudah bertemu lima kali debat, salaman, rangkul-rangkulan, masak baru keberatan. Penerima itu pengakuan hukum. (Buktinya) tidak ada yang keberatan. Waktu mengambil nomor urut, juga terima semua.”

“Harusnya, mau dimulai, keberatan. Tetapi kan tidak ada keberatan. Gugatan ini ada ketika kalah. Kalau menurut saya, Paslon no 01 dan no 03 itu tidak taat hukum, harusnya dia belajar, pegangannya adalah UU,” tegasnya sambil menegaskan bahwa gugatan tersebut ‘ngacau’.  (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry