YOGYAKARTA | duta.co – Jaringan Gusdurian memprotes keras atas tuntutan hukum pada Aktivis dan pejuang lingkungan di Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan di Pengadilan Negeri Kabupaten Jepara.

Daniel diperkarakan secara hukum menyusul tulisan keprihatinannya di media sosial Facebook pada 12 November 2022 atas kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem laut Karimujawa yang diakibatkan oleh pencemaran tambak udang intensif vaname.

Alissa Wahid, koordinator Jaringan Gusdurian, Selasa (26/3) menilai tuntuan hukum itu mengada-ada dan dipaksakan, serta memohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Jepara untuk membebaskan Daniel dari tuntutan jaksa.

“Apa yang telah dilakukan saudara Daniel Frits Maurits merupakan ekspresi kepedulian pada kelestarian lingkungan hidup dan ekosistem laut Karimunjawa Jepara,” tegas Alissa.

Jaringan GUSDURian menilai Pasal 45 A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 atau Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dituduhkan kepada saudara Daniel merupakan bentuk kriminalisasi kepada pejuang lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Alissa menggunakan dasar Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang menyebutkan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Pendapat Daniel di Facebook tersebut, menurut Alissa, merupakan ekspresi kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi konstitusi.

“Tulisan tersebut juga bagian dari kontrol dan partisipasi warga negara terhadap pembangunan dan Pemerintahan Kabupaten Jepara,” tegasnya sambil mengingatkan skspresi warga negara dijamin oleh negara sebagaimana konstitusi UUD 1945 Pasal 28 yang wajib dihormati.

Lebih lanjut, Jaringan Gusdurian mendorong komunitas masyarakat sipil untuk terus memberikan dukungan kepada Daniel selama menjalani proses peradilan. Gusdurian juga mendesak aparat hukum agar teguh menegakkan hukum seadil-adilnya kepada pelaku kerusakan lingkungan hidup di Karimunjawa.

“Saya menghimbau kepada tokoh masyarakat, pimpinan Pemerintahan Kabupaten Jepara dan segenap komponen masyarakat luas agar melihat kasus saudara Daniel beserta dinamika yang menyertainya sebagai pelajaran berharga akan pentingnya menjaga dan merawat kekayaan alam semesta sebagai bentuk rasa syukur kepada sang Pencipta Allah Subhanawu Wataala,” tukas putri sulung Gus Dur ini.

Kronologi Kasus

Dalam siaran persnya, Jaringan Gusdurian memaparkan keberatan yang diekspresikan Daniel di Karimunjawa sudah menjadi keprihatinan dan sikap bersama semua unsur masyarakat Kabupaten Jepara jauh hari sebelum unggahan saudara Daniel itu. Pj. Bupati Jepara Edy Supriyanta telah mengakui, banyak tambak udang di Karimunjawa berdampak pada kerusakan lingkungan dan ekosistem laut dan Pemerintah telah mengambil langkah tegas agar segera melakukan penutupan.

Saat itu, Edy mengatakan, selain menyebabkan perairan tercemar, tambak itu juga tak sesuai Peraturan Daerah Nomor 2/2011 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Jepara 2011-2031. Dalam perda RTRW yang baru, tambak udang juga tidak diatur di Karimunjawa. Karena Karimunjawa sebagai lokasi pariwisata. Oleh karena itu Pemerintah Jepara tidak pernah menerbitkan izin apa pun atas tambak-tambak itu.

Karenanya, kehadiran tambak adalah ilegal. Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNK) sendiri telah mengidentifikasi terdapat 238 petak tambak yang tersebar di 33 lokasi Karimunjawa dengan total area terpakai mencapai 42 hektar. Berdasarkan investigasi BTNK tambak itu menyebabkan sebagian terumbu karang mati.

Kementerian Lingkungan Hidup bahkan telah melakukan penyitaan dan pembongkaran pipa-pipa limbah yang merusak terumbu karang yang masuk kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Balai Penegakan Hukum KLHK juga telah melakukan penyidikan atas kasus-kasus tambak ilegal yang masuk kawasan konservasi Karimunjawa.

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, menilai kerusakan lingkungan Taman Nasional Karimunjawa merupakan kejahatan serius karena merusak ekosistem, merugikan masyarakat dan negara hingga para pelaku harus dihukum seberat-beratnya dengan pasal berlapis.

Kerusakan lingkungan dan ekosistem laut Karimunjawa pada akhirnya membawa kerugian bagi segenap penghuninya.

Berdasarkan pengakuan warga Karimujawa kerugian akibat pencemaran ini telah merusak budidaya rumput laut, menyulitkan tangkapan ikan nelayan, merosotnya kunjungan wisata, mengganggu kesehatan.

Kerugian tersebut jelas mengganggu perekonomian warga Karimunjawa yang sebagian besar warga menggantungkan hidupnya pada hasil laut dan pariwisata. Pencemaran dan kerusakan lingkungan bertentangan dengan hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupan sebagaimana diterangkan dalam Pasal 28A UUD 1945 yang mengatur tentang hak hidup.

Jaminan akan hak asasi ini sejalan dengan Undang-undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan No. 32 tahun 2009 yang menyatakan bahwa “lingkungan yang baik dan sehat adalah hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penanganan atas kerusakan lingkungan hidup yang jelas-jelas merugikan warga pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup warga Karimunjawa yang dijamin oleh deklarasi hak asasi manusia sebagaimana termaktub dalam Pasal 25 (1) DUHAM bahwa “Setiap orang berhak atas standar hidup yang layak untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya.”

Dan Pasal 11 Kovenan EKOSOB: “Negara-negara peserta mengakui hak setiap orang atas standar hidup yang layak untuk diri dan keluarganya, termasuk pangan, sandang, tempat tinggal dan atas perbaikan kondisi hidup terus menerus.” (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry