SURABAYA | duta.co – Tanda-tanda molornnya pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Pemprov Jatim tahun 2022, disorot. Bahkan DPRD Jatim pesimistis tradisi menggedok APBD setiap tanggal 10 November bisa terealisasi.

“Alih-alih mulai merancang RAPBD Tahun 2022, evaluasi Kemendagri tentang persetujuan bersama RAPBD Tahun 2021 sampai hari ini belum sampai di DPRD,” ujar Wakil Ketua DPRD Jatim Anwar Sadad, Senin, (25/10/2021).

Karena hasil evaluasi Kemendagri atas dokumen PAPBD Tahun 2021 harus dibahas bersama antara TAPD dan Banggar DPRD, baru bisa dijalankan secara efektif.

“Melihat silang sengkarut pembahasan RAPBD selama dua tahun lebih kepemimpinan Khofifah-Emil menandakan adanya problem serius di tubuh Pemprov Jatim,” katanya.

Ketua Gerindra Jatim itu menduga, problemnya lebih ke arah kompetensi. Gubernur diminta dapat menjaga orkestrasi para birokrat handal di bawah naungannya.

“Saya melihat banyak doktor di bidang kebijakan publik berkantor di Jalan Pahlawan. Tapi saya heran mengapa Gubernur dengan pengalaman yang panjang dalam pemerintahan tidak bisa menjadi konduktor yang efektif,” jelasnya

“Menurut saya ini ‘alarm’ bahaya bagi pengelolaan sistem pemerintahan daerah di sisa waktu jabatan Khofifah-Emil yang efektif hanya tersisa dua tahun,” imbuhnya.

Sadad menyebut, DPRD saat ini telah membuka diri untuk mencari solusi atas problem yang tengah dihadapi Gubernur dan TAPD.

“Sejak paripurna pengesahan RPAPBD Tahun 2021 pada tanggal 30 September 2021 lalu, belum ada pembicaraan strategis antara Pahlawan (Pemprov) dan Indrapura (DPRD Jatim),” tandasnya.

Sebagai bagian dari unsur penyelenggara pemerintahan daerah, lanjut Sadad, DPRD merasa wajib memberikan masukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur.

“Kewajiban memberikan masukan itu konstitusional ‘No hard feelings’ Gubernur-Wakil Gubernur dan DPRD dipilih secara langsung oleh rakyat. Kita semua bertanggung jawab kepada rakyat,” pungkasnya. Zal/mg5

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry