Andi Mulya SH, MH

SURABAYA | duta.co – Publik bertanya-tanya, apa sesungguhnya yang sedang menjadi target Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus etik terkait Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron? Apa hanya sekedar menggali dugaan pelanggaran etik Ghufron terkait seorang PNS di Kementerian Pertanian yang terkendala mutasi? Atau ada persoalan besar untuk menyingkarkan dia? Sehingga masalah tersebut perlu diperbesar?

“Ini pertanyaan serius publik. Kok serius amat Dewas KPK? Ada apa? Bukankah secara formil yang diburu Dewas KPK itu barang basi, kedaluwarsa, terjadi Maret 2022. Sementara Peraturan Dewas 4/2021 sendiri, yang mengatur Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku KPK, jelas-jelas ada batas waktu,” jelas Andi Mulya SH, MH kepada duta.co, Selasa (30/4/24).

Ia kemudian menyoal pemamahan Dewas terhadap pasal 23 yang berbunyi: Laporan dan atau temuan atas dugaan terjadinya pelanggaran dinyatakan daluwarsa dalam waktu 1 tahun sejak terjadinya atau diketahuinya dugaan pelanggaran. “Masak memahami begini saja debatable. Lalu buat apa Dewas sibuk ‘membidik’ Ghufron? Publik makin bertanya-tanya?” tambah Andi.

Ia tidak heran, kalau ada yang menyebut Dewas KPK punya agenda tersendiri. Bahkan Dewas KPK disebut tidak paham atau memaksakan penafsiran aturannya sendiri, karena tetap memproses laporan masyarakat terkait Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron yang sudah lebih dari satu tahun atau kedaluwarsa.

Ia mengutip pernyataan Guru Besar Hukum Tata Negara, Profesor Juanda. Menurutnya, substansi peristiwa yang dilakukan Ghufron memang, harus jelas, apakah perilakunya ada kaitannya dengan jabatan di KPK atau tidak. Dan, kalau perlu cukup klarifikasi.

Di mana dalam hal ini terkait Ghufron yang membantu seorang PNS di Kementerian Pertanian yang terkendala mutasi. Tidak perlu sampai digelar sidang kode etik. Karena secara formil, kejadian itu terjadi di Maret 2022.

Meminjam bahasa Juanda, jelas Andi, Dewas itu kan sebagai wasit, penilai, maka, tafsir Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku KPK, dalam pasal 23, harus jelas. Harus memiliki pemahaman yang sama.

“Masa kemudian ditafsirkan sejak diketahui Dewas. Itu sama saja tidak tidak ada kepastian hukum. Misalnya, Dewas tahunya 3 tahun kemudian, apa masalah tersebut juga akan digelar siding kode etik? Aneh kan! Ini sama saja tidak memberikan keadilan baik terlapor maupun yang melaporkan,” tambah Andi.

Lucu dan Aneh

Menurut Dewan Pengawas KPK , Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membantu memindahkan pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) RI berinisial ADM ke Malang, Jawa Timur.

Anggota Dewas KPK Albertina Ho menyatakan telah cukup bukti untuk membawa perkara tersebut ke persidangan etik. “Itu meminta untuk memindahkan salah seorang pegawai dari Kementerian Pertanian di pusat ini ke Jawa Timur, ke Malang,” ujar Albertina di Kantornya, Jakarta, Jumat (26/4).

Albertina, seperti diberitakan cnnindonesia.com, memastikan ada komunikasi antara Ghufron dengan pejabat Kementan untuk merealisasikan keinginannya tersebut. Maka, Dewas KPK, terang Albertina, telah mengklarifikasi setidaknya 10 orang termasuk mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

“SYL juga ada kita klarifikasi, kan kita kumpulkan bukti-bukti. Nanti di sidang kan siapa saja akan diperiksa, tergantung majelis. Mengenai memperdagangkan pengaruh atau bagaimana, itu mungkin nanti akan kita lihat setelah di sidang. Ini kan sekarang namanya dugaan,” ujarnya menambahkan.

Serius amat! Ghufron sendiri merasa aneh. Ia membantah PNS Kementan yang dibantu ini masih kerabat. Ia mengaku hanya membantu PNS tersebut untuk mendapat hak-haknya. “Tidak ada alasan apa-apa. Hanya karena itu hak kepegawaian, dan ketika (saya) menjadi dekan telah memenuhi permohonan mutasi ikut suami dua orang. Itu karena menjaga hubungan suami istri sebagaimana diatur dalam UU itu diutamakan,” kata Ghufron.

Jadi? “Saya hanya meminta sesuai haknya pemohon, itu memang berhak, dan saya tidak nekan, tidak maksa, tidak intervensi seperti yang diberitakan,” ujarnya menambahkan.

Masih menurut Ghufron, peristiwa yang ramai dan menjadi pokok permasalahan terjadi pada 15 Maret 2022. Maka, menurut dia, semestinya pada 16 Maret 2023 peristiwa dimaksud sudah kedaluwarsa. Lucunya, laporan yang masuk ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023. Dan diproses secara serius.

“Dan saya baru diklarifikasi pada tanggal 28 Februari 2024, baru tahu, bahwa laporan itu mestinya sejak dilaporkan saja sudah expired, sehingga Dewas sudah tidak berwenang secara waktu untuk memeriksa,” kata Ghufron.

Nah, tapi mengapa Dewas KPK, ngotot? Sidang kode etik terhadap Ghufron rencananya digelar Dewas KPK pada Kamis, 2 Mei 2024. “Ini menjadi pertanyaan publik. Ada apa dengan sidang kode etik terhadap Ghufron ini? Saya yakin, tidak terkait pribadi? Kita tunggu saja serial berikutnya. Jangan-jangan ini terkait pengendalian KPK terhadap penyidik, atau terkait dengan seseorang? Kita tunggu saja,” pungkas Andi. (mky)