Ki-ka: Anggota Badan Pelaksana BPKH, Harry Alexander, dan Kabid PHU (Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umroh) Kanwil Kemenag Jatim, Abdul Haris, menjadi narasumber diskusi publik 'Biaya Haji Menjaga Nilai Manfaat Berkeadilan dan Berkelanjutan' di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/3/2023). (dok/duta.co)

SURABAYA | duta.co – Banyak salah paham yang terjadi di masyarakat tentang nilai manfaat dari setoran awal ketika mendaftar haji dan mendapatkan nomor porsi haji dengan mas tunggu (waiting list) puluhan tahun. Untuk Jawa Timur  masa tunggu mencapai 35 tahun. Dan adanya kekhawatiran penyalahgunaan nilai manfaat dan peruntukannya menjadi dasar perlunya sosialisasi kepada masyarakat khususnya Calon Jemaah Haji  yang sudah menyetorkan dana awal sebesar Rp 25 juta dan mendapatkan nomor porsi haji.

Untuk itu, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bersama Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur (Kanwil Kemenag Jatim) menggelar diskusi publik bertajuk ‘Biaya Haji Menjaga Nilai Manfaat Berkeadilan dan Berkelanjutan’ di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/3/2023).

Anggota Badan Pelaksana BPKH, Harry Alexander, dan Kabid PHU (Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umroh) Kanwil Kemenag Jatim, Abdul Haris, menjadi narasumber dalam agenda yang dihadiri peserta dari FKKBIHU Jatim itu.

Harry mengatakan bahwa “Sosialisasi memberikan awareness, pengetahuan, dan literasi bagaimana proses penentuan BPIH (biaya penyelenggaraan ibadah haji), dan bagaimana kita berusaha mendorong pengeluaran keuangan haji yang berkelanjutan dan berkeadilan, tidak hanya memikirkan saat ini, tapi juga masa mendatang. Sehingga tidak ada salah paham berkaitan dengan penetapan ONH dan nilai manfaat dana yang dikelola BPKH,” ujarnya.

Harry menambahkan nilai BPIH untuk tahun ini sebesar Rp 90.050.637,26. Komposisinya terdiri dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji yang ditanggung jemaah sebesar Rp 49.812.700,26 (55,3 persen), dan untuk penggunaan nilai manfaat hasil pengelolaan dana haji sebesar Rp40.237.937 (44,7 persen).

Harry menambahkan untuk mengurangi antrean haji di Indonesia, BPKH bersama dengan Kemenag berdiskusi dengan pemerintah Arab Saudi. “Haji itu kan intinya arafah dan mina. Kalau kita berangkatkan semua, kalau arafahnya tidak diperluas, tentu akan menjadi masalah. BPKH mendorong peningkatan efisiensi dan perluasan mina dan arafah.”

Dengan kuota yang makin besar dari pemerintah Arab Saudi, antrean makin berkurang secara otomatis. “Harus hulu hilir melibatkan pemerintah Arab Saudi,” jelas Harry.

Sebelumnya, BPKH menggelar kegiatan serupa di Asrama Haji Bekasi, Jawa Barat, Senin (6/3/2023). Saat itu, para pembimbing haji dan KBIHU yang hadir turut diajak untuk menyosialisasikan biaya haji berkeadilan dan berkelanjutan kepada para jemaah.

Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah memberi sambutan secara virtual mengatakan pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan kinerja keuangan, agar dapat memberikan nilai manfaat yang optimal dan senantiasa menjaga prinsip-prinsip syariah, kehati-hatian, nirlaba, transparan, serta akuntabel.

“Setelah penentuan biaya ibadah haji tersebut, alangkah baiknya kita turut mengawal ikhtiar para jemaah yang masih menunggu giliran antre untuk berangkat haji.  Memberikan pemahaman dari sudut pandang hukum fiqih, dimana umrah tidak menggugurkan  kewajiban berhaji. Sehingga niat terus berhaji tentunya akan lebih menyempurnakan keimanan bagi seorang muslim,” imbuhnya.

Menurut dia, pembimbing haji dan KBIH mempunyai peran strategis dalam membina jemaah haji dan umrah saat ini. Selain besarnya jumlah jemaah yang dibina, juga kedekatan emosional yang dimiliki KBIHU menjadi modal untuk dapat mengarahkan jemaah haji kearah pembinaan manasik yang lebih.

“Sehingga informasi tentang penyelenggaraan ibadah haji dan pengelola keuangan haji yang berkeadilan dan berkelanjutan juga akan lebih terdiseminasi kepada seluruh calon jemaah haji baik yang berangkat pada tahun berjalan maupun yang masuk ke dalam waiting list,” ujarnya.

Sementara itu, Abdul Haris mewakili Husnul Maram selaku Kepala Kanwil Kemenag Jatim mengungkapkan antrean haji di Jawa Timur cukup panjang 35 tahun. Pihaknya bakal melakukan berbagai upaya untuk mengatasi hal tersebut.

“Antrean untuk jawa timur cukup panjang, yakni 35 tahun. Ada beberapa pendekatan yang dilakukan Kemenag, yang pertama menata kuota secara merata maupun berkeadilan, sebab terjadi kesenjangan yang cukup tinggi terkait kuota haji di Indonesia, contoh di Sulawesi Selatan masa tunggu 48-49, di Papua 10 tahun,” paparnya.

“Kedua, ada amanat UU no 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh, yang menyebut 1.000 penduduk muslim ada 1 kuota haji. Lalu pendekatan dengan masa tunggu atau jumlah pendaftar di Indonesia, yang mana ada 5.118.000 jemaah, dan di Jawa Timur ada 1.116.000 pendaftar haji,” kata Haris. imm

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry