Lea Maera Shanty, dr. SpPD - Dosen Fakultas Kedokteran (FK)

Lea Maera Shanty, dr. SpPD – Dosen Fakultas Kedokteran (FK)

SAAT ini sebagian daerah di Indonesia sudah memasuki musim pancaroba. Namun di beberapa daerah lainnya masih terjadi banjir yang cukup parah, hingga mengganggu aktivitas sehari-hari warga yang terdampak.

Banjir tidak hanya menimbulkan kerugian harta benda, namun juga kemungkinan terjadinya kasus infeksi Leptospira yang berpotensi menjadi kejadian luar biasa (KLB).
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Leptospirosis akan selalu menyertai dampak yang ditimbulkan akibat banjir, apabila tidak dilakukan upaya dan kewaspadaan masyarakat untuk mencegahnya.

Leptospirosis merupakan suatu penyakit zoonosis, artinya mikroba penyebabnya yang disebut dengan Leptospira, dapat ditularkan oleh binatang piaraan, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut atau binatang pengerat, misalnya tupai, musang, kelelawar dan sebagainya.

Namun “rekam jejak” yang buruk, tetap menjadikan tikus sebagai vektor/perantara utama penyakit infeksi ini. Pada tubuh hewan pengerat yang selalu berada dalam kehidupan sosial manusia ini, mikroba tersebut bersifat komensal (tidak menimbulkan penyakit), namun pada manusia bisa menimbulkan penyakit Leptospirosis yang fatal dan dikenal sebagai penyakit Weils.
Leptospirosis

Adalah penyakit infeksi musiman, Leptospirosis terutama menjangkiti daerah-daerah yang beriklim tropis, seperti negeri kita ini. Pada kondisi banjir, dapat memberikan lingkungan kehidupan yang ideal bagi mikroba ini.

Suhu yang lembab, hangat dan derajat keasaman (pH) air/tanah yang netral, diketahui memberikan suasana lingkungan yang memudahkan terjadinya penularan.

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa

Menurut International Leptospirosis Society, Indonesia merupakan negara dengan insiden Leptospirosis yang tinggi dan menduduki peringkat ketiga di dunia, setelah Cina dan India untuk tingkat kematiannya. Data epidemiologi menunjukkan angka kematian di negara kita mencapai 2,5%-16,45% atau rata-rata sebesar 7,1%. Angka ini dapat mencapai 56% pada penderita yang berusia 50 tahun ke atas.

Cara Penularan
Manusia dapat tertular penyakit yang potensial berbahaya ini melalui kontak dengan air atau tanah/lumpur yang telah terkontaminasi oleh kencing binatang yang berperan sebagai vektor.
Melalui luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir, air tergenang ataupun yang mengalir lambat yang telah terkontaminasi kencing binatang tersebut, maka mikroba Leptospira ini dapat mencapai aliran darah dan tumbuh berkembang mencapai berbagai jaringan tubuh manusia yang pada akhirnya menimbulkan manifestasi penyakit.

Orang-orang yang berisiko tinggi untuk terpapar mikroba ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja kebersihan kota, pekerja tambang atau pekerja di rumah potong hewan.

Dalam situasi banjir, siapa pun yang terkena dampaknya, baik itu menyangkut rumah kediaman, maupun di lingkungan sekitar dia berada, akan dapat meningkatkan risiko terpapar mikroba Leptospira ini, terlebih pada anak-anak yang biasanya menganggap genangan air sebagai area permainan.

Tanda dan Gejala
Masa inkubasi (mulai masuknya mikroba hingga menimbulkan gejala) penyakit ini berkisar antara 7-13 hari, namun pada umumnya rata-rata sekitar 10 hari. Gejala yang paling banyak dialami penderita adalah demam, menggigil, sakit kepala, tidak ada nafsu makan sama sekali, mual, muntah-muntah, nyeri perut, seluruh badan terasa nyeri/pegal, kaku pada leher, mata dan kencing tampak kuning-pekat, ruam-ruam pada kulit dan mata terasa sangat silau.

Gejala lain yang bisa timbul, walaupun relatif lebih jarang adalah radang paru, batuk darah, kesadaran menurun, perdarahan, diare dan tubuh ampak bengkak. Penyakit ini bersifat sistemik yang dapat menyerang seluruh organ tubuh, sehingga bisa mengakibatkan pembengkakan hati, limpa, gagal ginjal yang kadang kala harus memerlukan tindakan cuci darah (hemodialisis).

Organ lain yang tidak luput dari sasaran keganasan mikroba ini adalah pankreas, kelenjar ludah, jantung hingga susunan saraf pusat. Tidak jarang dapat menimbulkan muntah darah. Gejala yang relatif klasik, sehingga menimbulkan kecurigaan yang kuat terhadap penyakit ini adalah timbulnya rasa nyeri hebat pada daerah betis, paha ataupun pinggang.

Fase penyakit tersebut biasanya berlangsung antara 4-7 hari. Jika cepat mendapatkan penanganan yang memadai, gejala klinisnya akan segera membaik, suhu tubuh akan kembali normal. Organ-organ tubuh yang terlibat, akan berangsur pulih mencapai kondisi normal dalam waktu 3-6 minggu setelah awal gejala timbul.

Pada kondisi sakit yang lebih parah, demam baru bisa mereda setelah 7 hari, diikuti fase bebas demam selama 1-3 hari, namun setelahnya terjadi demam kembali yang dapat mencapai 40o Celsius, disertai rasa menggigil dan lemah. Dalam fase demikian, berpotensi menimbulkan komplikasi yang berat dan bisa berakibat fatal, bahkan kematian.

Melihat pola penyakit yang berpotensi menimbulkan berbagai penyulit ini, sebaiknya dalam situasi banjir yang dialami oleh beberapa daerah di tanah air, diperlukan kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap gejala penyakit apa pun dan tidak menganggapnya sebagai “penyakit biasa” dan sebaiknya segera memeriksakan diri pada fasilitas kesehatan yang terdekat.

Pencegahan
Dalam situasi rumah atau lingkungan yang sedang mengalami kebanjiran, tidak selalu mudah melakukan upaya pencegahan, karena banyaknya binatang yang bisa menjadi perantara, terkena imbas banjir juga.

Namun ada beberapa cara yang harus perlu dilakukan, ketika harus membersihkan rumah beserta perabot dan lingkungan sekitarnya, yaitu “wajib” menggunakan perlindungan pakaian/peralatan khusus yang dapat menghindari kontak langsung dengan bahan-bahan tertentu yang diduga telah terkontaminasi dengan air kencing binatang perantara.

Penggunaan sepatu boot atau sarung tangan, sangat membantu mengurangi risiko tertular mikroba ini pada saat melakukan aktivitas pada daerah banjir, terutama pada orang yang mengalami luka sekecil apa pun pada tangan atau kakinya.

Perlu dihindari pula mandi di sungai, terutama yang dekat dengan area persawahan. Khususnya pada anak-anak, jangan menggunakan area banjir sebagai area tempat bermain, terutama yang dapat menimbulkan potensi terkenanya air yang telah terkontaminasi pada daerah wajah yang banyak terdapat selaput lendir. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry