PENEBAR KEBENCIAN: Jasriadi, MFT, dan Sri Rahayu Ningsih yang tergabung dalam Saracen di Mabes Polri, Rabu (23/8/2017).

JAKARTA | duta.co – Kelompok penyebar ujaran kebencian, Saracen, memiliki motif ekonomi saat melakukan aksinya. Saracen bahkan memasang tarif tertentu sesuai beban kerja dalam proyek ujaran kebencian.

Hal tersebut terungkap setelah penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menemukan sejumlah proposal di tempat tersangka. Di dalam proposal tersebut terdapat rincian harga kelompok Saracen.

“Penyidik menukan ada satu proposal. Di sana bunyi proposal untuk pembuat web, dia patok harga 15 juta rupiah,” ujar Kepala Bagian Mitra Divisi Humas Polri, Kombes Pol Awi Setiyono, di Mabes Polri, Jln Trunojoyo, Kamis (24/8/2017).

Kemudian untuk membuat buzzer sekitar 15 orang dikenakan biaya sebulan Rp 45 juta. Ketuanya sendiri mematok harga Rp 10 juta. Jika ditotal dengan biaya lain-lain mencapai Rp 72 juta. “Yang terakhir ada cost untuk wartawan. Ini kan baru data-data yang ditemukan dari yang bersangkutan,” jelas Awi.

Satgas Siber Polri menangkap tiga anggota Saracen, grup penebar ujaran kebencian dan SARA di media sosial. Mereka adalah Jasriadi (32), Sri Rahayu Ningsih dan MFT (43). Setelah ditelusuri, ternyata aktivitas mereka berpusat di Kota Pekanbaru yang diketuai oleh Jasriadi.

Jasriadi  yang ditunjuk sebagai ketua dalam jaringan Saracen merupakan otak kejahatan Siber ini dan memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya.  Sedangkan MFT bertugas memproduksi dan menyebarkan konten ujaran kebencian berbau SARA melalui sejumlah media sosial. Dia juga yang mengunggah meme atau foto editan bernuansa kebencian melalui akun pribadi miliknya.

Sedangkan Sri Rahayu Ningsih melakukan ujaran kebencian dengan melakukan posting atas namanya sendiri maupun membagikan ulang posting dari anggota Saracen yang bermuatan penghinaan dan SARA menggunakan akun pribadi dan beberapa akun lain yang dipinjamkan oleh Jasriadi.

Puluhan juta rupiah mereka ajukan kepada pihak tertentu yang mengatasnamakan diri Saracen. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Faril Imran mengatakan kelompok Saracen adalah buzzer yang dibayar untuk menyebarkan ujaran kebencian (hate speech) bernuansa SARA hingga berita hoax. Mereka memiliki pengikut hingga ratusan ribu akun.

Atas perbuatannya itu, Jasriadi dijerat tindak pidana ilegal akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 2 jo Pasal 30 ayat 2 dan atau Pasal 46 ayat 1 jo Pasal 30 ayat 1 UU ITE Nomor 19 tahun 2016 dengan ancaman 7 tahun penjara.

MFT dikenakan tindak pidana ujaran kebencian atau hatespeech dengan konten SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dengan ancaman 6 tahun penjara, dan atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.

Sedangkan Sri Rahayu Ningsih dikenakan tindak pidana ujaran kebencian atau hatespeech dengan konten SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara, dan atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara. net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry