Cak Sholeh (kiri) dan Momen pelantikan Fenny Apridawati sebagai Sekda. (FT/dnnmedia.net)

SIDOARJO | duta.co – Kebijakan Bupati Sidoarjo, H Ahmad Muhdlor Ali, SIP atau akrab dipanggil Gus Muhdlor, berpontensi melanggar undang-undang Pilkada terkait mutasi besar-besaran, sekitar 500 pejabat.

Demikian pendapat sejumlah pengamat, termasuk advokat nyentrik Muhammad Sholeh SH yang akrab dipanggil Cak Sholeh. Bahkan menjelang lebaran kemarin, banyak pengamat politik Sidoarjo datang ke redaksi duta.co hanya titip masalah tersebut. Mengapa?

“Karena dalam pasal 71 ayat 2, UU No 10 tahun 2016, tentang Pilkada, jelas, bahwa dilarang (Gubernur, Bupati, Walikota) mutasi 6 bulan sebelum penetapan pemilihan kepala daerah. Anehnya, teman-teman DPRD Sidoarjo justru diam 1000 bahasa. Ada apa denganmu?,” tanya balik Cak Sholeh yang dikenal dengan tagline ‘No Viral No Justice’ terlihat duta.co, Jumat (12/4/24).

Menurut Cak Sholeh, sudah jelas, bahwa, kebijakan Bupati Gus Muhdlor itu melanggar, sudah jelas itu larangan. Ada juga surat edaran dari Mendagri yang melarang, tetapi, Bupati tetap saja dan sampai sekarang tidak dilakukan pembatalan.

“He, warga Sidoarjo ojo meneng, jangan diam. Ingat sudah ada kesalahan beberapa waktu lalu, di mana bupatimu diduga menerima uang-uang pungli ASN pemungut pajak yang sekarang sedang diincar oleh KPK lho. Justru menjelang pemilihan kepala daerah bikin ulah lagi dengan mutasi 500 pejabat,” tegas Cak Sholeh.

Masih menurut aktivis 1998 ini, tentu ada dugaan mutase ini berkaitan dengan pemilihan kepala daerah. “Ayo teman-teman semua, orang-orang Sidoarjo, teman-teman DPRD harus bersikap supaya mutase 500 pejabat ini dibatalkan. Mutasi ini bisa menyebabkan, Gus Muhdlor ketika mencalonkan diri menjadi kepala daerah bisa kena diskualifikasi, kalua tidak ditangkap KPK lebih dahulu, terkait urusan pungli ASN pemungut pajak,” urainya.

Seperti diberitakan banyak media, pengangkatan ratusan pejabat di lingkungan Pemkab Sidoarjo jumat 22 Maret lalu ditengarai melanggar aturan dan bernuansa politik. Bahkan pengangkatan Sekretaris, beberapa kepala departemen lainnya terancam dibatalkan.

Pengamat Politik dan Pemerintahan Sidoarjo, Nanang Romi juga menduga kebijakan Bupati Sidoarjo di Pendopo Delta Wibawa itu tidak sah, jika mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 73 Tahun 2016.

Kebijakan tersebut mengacu pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendargri) tanggal 29 Maret 2024 bernomor 100.2.1.3/1575/SJ.

Salah satu poin surat edaran tersebut adalah mengingatkan gubernur, bupati, dan walikota agar tidak berpindah jabatan enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon pada Pilkada Serentak 2024 hingga berakhirnya masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Gubernur.

“Dalam aturan tersebut jelas disebutkan bahwa pergantian pejabat di lingkungan pemkab harus mendapat persetujuan tertulis dari Kementerian Dalam Negeri. Tanpa surat itu, ratusan pejabat yang dilantik saat itu dianggap tidak sah dan harus dibatalkan,” ujarnya sebagaimana dilansir dnntv Senin (08/04/2024).

Sejumlah sumber duta.co juga mengaku dag dig dug. “Yang dilantik saja deg-degan. Bagaimana kalau kemudian dibatalkan,” terangnya. (mky,net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry