SURABAYA | duta.co – Gugatan perlawanan eksekusi Graha Astranawa yang diajukan Drs Choirul Anam sebelum eksekusi dipaksakan, hari ini Selasa (10/12/2019), memasuki tahap mediasi. Seperti biasa, mediasi tidak boleh diwakilkan, harus diikuti masing-masing piihak. PKB sebagai tergugat, harus menghadirkan Ketua Umum DPP, Muhaimin Iskandar. Ini lantaran kedudukan partai itu, di DPP.

“Saya berharap (dalam mediasi red) ketemu Muhaimin Iskandar. Saya akan ingatkan dia, jangan suka ‘merampok’ hak orang lain melalui hukum (pengadilan red.). Di dunia, memang, banyak oknum aparat yang bisa dibayar, tetapi, di akhirat dia akan sulit mempertanggungjawabkan,” demikian disampaikan Cak Anam, panggilan akrabnya, kepada wartawan Selasa (10/12/2019) di PN Surabaya.

Mengapa harus Muhaimin yang datang? Menurut Cak Anam, eksekusi Astranawa itu, kalau diibaratkan ‘kejahatan’, maka, eksekusi itu bukan ‘kejahatan’ biasa, melainkan ‘kejahatan’ korporasi, extra ordinary crime. Karena institusi PKB yang dipakai.

“Maka yang bertanggungjawab adalah Ketua Umum DPP PKB dan Ketua Dewan Syuro. Kalau Muhaimin datang, akan saya tanya, apa dasar PKB merebut Astranawa? Bahwa ada rencana membangun Kantor PKB, itu bukan di atas tanah Astranawa. Itu sudah ada IMB-nya (PKB) nomor 1881/815-91/402.05.09/200, sudah disampaikan ke majelis hakim, tetapi, majelis hakim yang dipimpin Yulisar, tidak mau tahu,” tegas Cak Anam.

Jadi? “Akhirnya eksekusi Astranawa itu dilakukan tanpa alas hak. Sama dengan perampasan atau perampokan berbaju hukum, dalam hal ini menggunakan pengadilan dan aparat. Meminjam Bahasa Pak Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ini merupakan fenomena ‘industri hukum’,” jelasnya.

Mengutip Mahfud MD, jelas Cak Anam, fenomena ‘industri hukum’ adalah ketika hukum disalahgunakan untuk kepentingan seseorang. Fenomena itu tidak hanya ada pada lembaga penegak hukum. ‘Industri hukum’ ini menjadi penghambat visi pemerintah dalam penegakan hukum. “Pemerintah tak boleh diam,” katanya. (mky)