Juru BIcara KPK Febri Diansyah (FT/SS.net)

JAKARTA | duta.co – Komisi Pemberantasan Korupsi berencana menerapkan aturan pidana korporasi dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Saat ini KPk tengah membidik aset milik pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.

Sjamsul merupakan salah satu penerima Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI yang diterbitkan Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, April 2004.

“Kami mempertimbangkan menerapkan ketentuan pidana korporasi untuk mengejar aset-aset sebagai strategi memaksimalkan asset recovery,” ujar Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (16/5/2017).

Aturan pemidanaan korporasi kini tertuang pada Peraturan Mahkamah Agung 13/2016 tentang tata cara penanganan tindak pidana korporasi.

Febri mengatakan, meskipun BDNI sudah lama tidak aktif, KPK tetap dapat menjerat bank itu dengan pidana korporasi. Saat ini, kata Febri, KPK sedang menelusuri aset Sjamsul yang berada di dalam maupun luar negeri.  “Kami sudah melakukan kerja sama internasional untuk memaksimalkan asset recovery dan pengumpulan bukti lainnya,” kata Febri.

Salah satu aset milik Sjamsul yang ada di Indonesia adalah PT Gajah Tunggal Tbk. Dikutip dari situs www.gt-tires.com, perusahaan itu masuk daftar produsen ban terbesar di Asia Tenggara.  KPK menyatakan potensi kerugian negara atas penerbitan SKL untuk Sjamsul mencapai Rp3,7 triliun. KPK menetapkan Syafruddin menjadi tersangka atas penerbitan SKL tersebut.

KPK mengendus kejanggalan dalam penerbitan SKL yang dikeluarkan oleh Syafruddin kepada Sjamsul. Pasalnya, kewajiban penyerahan aset oleh Sjamsul kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.  Setelah ada restrukturasi, Sjamsul baru menyerahkan sekitar Rp1,1 triliun. Sementara tagihan sebesar Rp3,7 triliun kepada Sjamsul tidak dilakukan dalam pembahasan proses restrukturasi. net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry