Tamping Lapas Kelas IIA Sidoarjo dalam keseharian berkerja, Senin, (29/4/24). (FT/LOETFI)

SIDOARJO | duta.co – Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas merupakan sebuah institusi dari bagian sistem peradilan pidana yang mempunyai fungsi sebagai pelaksanaan pidana penjara dan juga sebagai tempat untuk pembinaan. Tamping(Tahanan Pendamping) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) ditunjuk berdasarkan Pasal 7 sampai dengan Pasal 9 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2019.

Menjadi orang yang duduk di kursi pesakitan, dan terlebih sudah menjadi penghuni Lapas (Lembaga Pemasyarakatan), adalah hal yang tidak diinginkan seseorang. Hal ini juga dialami “Tamping” WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan). Walau menjelang masa berakhirnya hukuman (ditahan), yang mana dipercayakan dan dipekerjakan.

Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Sidoarjo, Sugeng Hardono, kepada duta.co, Senin, (29/4/24), mengatakan, Tamping adalah narapidana yang dipercaya dan dipekerjakan di Lapas. Mereka dipercaya untuk membantu pelaksanaan kegiatan di Rutan (Lapas) yang bertujuan untuk melatih keterampilan warga binaan lainnya dan juga membantu pekerjaan petugas sehari-hari.

“Sebagaimana diketahui, Tamping adalah tahanan pendamping yang membantu pegawai Lapas serta membantu warga binaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tutur Kalapas.

Masih kata Sugeng Hardono, lebih jauh menjelaskan, seorang narapidana yang sedang menjalani lamanya masa tahanan pasti akan mudah sekali merasa jenuh karena kehidupan yang dirasakan selama di dalam penjara berbeda dengan di luar penjara. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan selama di dalam penjara tidak bisa leluasa di lakukannya, selalu mendapat pengawasan, minimnya jam keluar kamar.

“Maka dari itu, seorang narapidana akan termotivasi untuk menjadi tamping di dalam Lapas. Menjadi seorang tamping di dalam Lapas akan dapat mengurangi beberapa permasalahan yang dirasakan oleh seorang narapidana seperti kegiatan-kegiatan yang dilakukan akan mengurangi rasa kejenuhannya dan narapidana akan lebih mudah untuk mengurus hak-haknya,” ungkap Sugeng.

Sugeng melanjutkan, pekerjaan tamping di dalam ruangan ataupun di luar ruangan juga menjadi sebuah pembinaan yang berguna untuk menambah kemampuan narapidana,dan hal tersebut akan menjadi bekal bagi seorang narapidana apabila nanti kembali terjun ke masyarakat.

Untuk itu, ketika menjadi seorang tamping memang sangat diuntut untuk bisa berperilaku baik di dalam penjara atau lapas. Menjadi tamping di dalam Lapas memang tidaklah mudah. Seorang narapidana harus memiliki motivasi yang tinggi untuk menjadi tamping di Lapas.

“Vonis hukuman yang dirasakan oleh narapidana selama bertahun-tahun dan mengharuskannya untuk mendekam di dalam Lapas akan membuat setiap narapidana merasa jenuh dengan segala kegiatan yang telah terjadwal,begitu juga dengan minimnya jam keluar bagi narapidana,” beber Sugeng.

Diketahui, ketika menjadi tamping, mereka akan terlibat dengan segala kegiatan positif yang sedang diadakan di Lapas, sehingga hal tersebut dapat mengatasi kejenuhan yang dirasakan oleh seorang narapidana.

“Perubahan diri yang dirasakan oleh seorang narapidana setelah menjadi tamping membawa dampak positif seperti halnya bertambahnya kemampuan, kemampuan yang telah didapatkannya selama menjadi tamping seperti bertambahnya personal skill yang dapat ditunjukkan dengan pengetahuan meningkat, wawasan baru, kegiatan baru, lebih disiplin lebih taat aturan, dan mendapatkan kepercayaan,sedangkan social skill ditunjukkan dengan menjalin kedekatan dengan petugas, berkomunikasi baik dengan petugas, sebagai penjembatan yang baik (hal positif) antara narapidana dengan petugas,” tegas Sugeng Hardono.

Untuk vocational skill dapat ditunjukkan oleh tamping dengan memiliki keahlian untuk dipekerjakan, untuk mengabdi dan senang mengikuti kegiatan kegiatan terutama yang berada di bengkel kerja Lapas. Hal tersebut bisa dijadikan bekal oleh seorang narapidana apabila ia telah bebas dari vonis hukumannya dan kembali terjun di masyarakat.

Sugeng menjelaskan, Tamping yang ada di Lapas tentu saja mempunyai beberapa klasifikasi dan jenis kegiatan yang ada di dalam Lapas.Persyaratan menjadi tamping secara garis besar bagi narapidana tindak pidana umum adalah :
a. Telah menjalani masa pidana paling singkat 6 (enam) bulan.
b. Telah menjalani 1/3 (sepertiga) masa pidana,
c. Tidak pernah melanggar tata tertib,
d. Sehat jasmani dan rohani;dan
e. mempunyai kecakapan dan keterampilan khusus.

Namun, Sugeng menegaskan, untuk menjadi tampingpun harus melalui mekanisme dan prosedur yang berlaku yaitu :
1. Wali warga binaan pemasyarakatan melakukan asesmen terhadap narapidana yang akan diajukan sebagai Pemuka atau Tamping;
2. Wali warga binaan pemasyarakatan berdasarkan hasil asesmen mengajukan narapidana dalam sidang TPP;
3. Hasil asesmen digunakan untuk menentukan layak atau tidak layaknya narapidana diajukan ke sidang TPP;
4. Kepala Lapas mengangkat Narapidana sebagai Pemuka dan Tamping berdasarkan rekomendasi TPP.
5. Kepala Lapas memberhentikan Pemuka atau Tamping jika :
a. Tidak melaksanakan kewajiban :
1). Berperilaku yang dapat dijadikan teladan bagi Narapidana lainnya
2) Melaksanakan kegiatan sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan
3) Menjaga kerukunan kehidupan di dalam Lapas
4) Menghindari timbulnya konflik antar suku, agama, ras, dan antar golongan
5) Hormat dan taat kepada petugas
b. Melakukan pelanggaran tata tertib Lapas.

“Dan pekerjaan yang dilakukan oleh para tamping akan mendapatkan pengawasan yang melekat dari para petugas dilapas, terutama kegiatan kegiatan yang melibatkan masyarakat secara langsung atau bersinggungan dengan masyarakat terutama masyarakat pengguna layanan seperti tamping layanan kunjungan ataupun tamping yang dikaryakan di Sarana Asimilasi dan Edukasi (SAE) seperti cucian mobil dan aktifitas lainnya,” pungkas Sugeng Hardono.

Terpisah, Seto (37), warga Asli Mlarak, Ponorogo, salah satu WBP yang juga seorang Tamping, mengatakan suka duka menjadi Tamping. “Saya sudah hampir satu tahun setengah, terus masa tahanan saya belum tahu sisa berapa. Menurut informasi yang saya terima perkiraan bebas Mei sampai Agustus info yang saya terima dari petugas, mas,” ucap Seto.

WBP yang sebentar lagi menghirup udara bebas tersebut mengaku sebelumnya masuk karena kasus pengeroyokan di Sidoarjo dan di vonis 3 tahun.

“Dan dengan adanya kabar ini saya senang karena kana segera dapat berkumpul bersama keluarga, dan aktivitas diluar bisa kerja lagi. Pastinya dengan adanya kejadian ini, kedepannya bisa dibuat saya buat pelajaran,” pungkas Seto. (loe)