Muhammad Syaikhon

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)

PENDIDIKAN multikultural terdiri dari dua term, yaitu pendidikan dan multikultural. Pendidikan berarti proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan melalui pengajaran, pelatihan, proses dan cara mendidik, sedangkan multikultural berarti keragaman budaya.

Pendidikan Multikultural  berarti  proses pengembangan  seluruh  potensi  manusia  yang  menghargai  pluralitas  dan heterogenitasnya  sebagai konsekuensi  keragaman  budaya,  etnis,  suku  dan  aliran (agama).

Sejak dekade 1960-an dan awal 1970-an setelah terjadinya perang dunia II,  gagasan tentang multikulturalisme mulai banyak dibicarakan di kalangan masyarakat internasional seperti Kanada, Australia, Amerika Serikat, Inggris Jerman dan lain-lain.

Gagasan tersebut merujuk pada sebuah kenyataan bahwa masyarakat manusia memiliki budaya yang beragam. Menurut Parekh, akar sejarah multikulturalisme bermula dari adanya gerakan atau paham yang memperjuangkan kesetaraan untuk mengakui dan menghargai perbedaan dari ras, agama, etnik, budaya, gender, dan kelas sosial untuk menghadapi polarisasi dan permasalahan dunia.

Di Indonesia sendiri pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen dan plural. Terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru diberlakukan sejak 1999 hingga saat ini.

Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai kounter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Apabila hal itu tidak dilaksanakan hati-hati, justru akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan nasional (disintegrasi bangsa dan separatisme).

Agama Islam telah mengajarkan kepada kita tentang nilai-nilai pendidikan multikultural, diantaranya nilai keadilan, kesetaraan, keragaman dan lain-lain.  Dasar-dasar tersebut antara lain, terdapat dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 11-13, al-Mumtahanah ayat 7-9, asy-Syuro ayat 38, al-Hadid ayat 25, dan surat al-A’raf ayat 181.

Nabi Muhammad saw juga sering mengajarkan nilai-nilai pendidikan multikultural ini kepada umatnya, seperti Ibnu Umar pernah menyuruh pembantunya supaya memberikan daging qurban kepada tetangganya yang beragama Yahudi, ketika pembantunya bertanya mengapa Ibnu Umar selalu member daging qurban kepada tetangga Yahudi itu,maka beliau berkata : Bahwa Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa Jibril selalu mengingatkan agar selalu berbuat baik kepada tetangga, sehingga aku mengira tetangga itu dapat memperoleh warisan, adanya piagam madinah yang berisi tentang perlindungan terhadap non muslim, pembebasan tawanan perang badar bagi non muslim yang mau mengajarkan kepada umat islam tentang baca-tulis, dan lain-lain.

Pendidikan multikultural ini juga telah diajarkan oleh para sahabat, seperti Khalifah Umar telah memberikan jaminan keamanan kepada penduduk Elia (Jerusalem/Al-Quds).

Sebagaimana diriwayatkan oleh At-Thobary dalam ‘Tarikh at-Thobary”, bahwa Umar bin Khathab sebagai Amirul Mukminin memberikan keamanan kepada komunitas Nasrani di Elia, untuk jiwa mereka, harta kekayaan mereka, gereja-gereja mereka, salib-salib dan semua prangkat agama mereka.

Gereja-gereja mereka tidak boleh diduduki siapapun, tidak boleh dirobohkan atau dirusak, kekayaanya dan semua hak milik gereja mereka dilindungi, mereka tidak boleh dipaksa dalam agama, tidak boleh ditekan, dan orang-orang Yahudi tidak diperbolehkan bertempat tinggal di perkampungan Nasrani.

Menurut Abdullah Aly, nilai inti dari pendidikan multikultural ada tiga, yaitu: 1) nilai  demokrasi, kesetaraan, dan keadilan; 2) nilai kemanusiaan, kebersamaan, dan kedamaian;  serta 3) sikap sosial, yaitu: pengakuan, penerimaan, dan penghargaan kepada orang lain.

 Sedangkan menurut Muhamad Tholhah Hasan, nilai-nilai pendidikan multikultural tersebut adalah At-Ta’aruf (saling mengenal) terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 13, At-Tawassuth (moderat) terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 143, At-Tassamuh (toleran)terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 159, At-Ta’awun (tolong-menolong) terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 2, dan At-Tawazun (harmoni) terdapat dalam surat Al-Qashash ayat 77.

Adapun tujuan pendidikan yang berbasis multikultural sebagaimana yang diungkapkan oleh Skeel adalah sebagai berikut; 1) untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka  ragam; 2)  untuk  membantu  siswa  dalam  membangun  perlakuan  yang positif  terhadap  perbedaan  kultural,  ras,  etnis,  kelompok  keagamaan.

 3) memberikan  ketahanan  siswa  dengan  cara  mengajar  mereka  dalam  mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya; 4) untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok. Semoga bermanfaat! *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry