SAMPAH : Komisi C DPRD Kota Kediri saat kunjungan kerja ke TPA III Klotok (Ahmad Mafruchi/duta.co)

KEDIRI|duta.co – Dikonfirmasi usai rapat kerja bersama Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan (DLHKP) Pemerintah Kota Kediri, Selasa (04/02). Dilanjutkan kunjungan kerja ke lokasi baru Tempat Pembuangan Akhir (TPA) III berada di Kawasan Lereng Gunung Klotok. Ashari .SE, anggota Komisi C dari Fraksi Demokrat melihat keberadaan pemerintah daerah jangan hanya sebagai fasilitator.

“Banyak yang bisa dilakukan pemerintajh daerah dengan menerapkan penanganan masalah sampah. Harus dilakukan mulai dari hulu sampai hilir. Pada hulu, masyarakat dan dunia usaha sebagai penghasil sampah harus didorong untuk membudayakan pemilahan sampah organik dan unorganik. Hal ini jangan hanya sekedar dilakukan sesaat tetapi harus dipastikan berjalan terus menerus dan berkesinambungan. Pemerintah sebagai fasilitator harus mampu menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan,” jelas Pak Raden, sapaan akrab Ashari.

Kemudian pada hilir, Fraksi Demokrat menawarkan skema penanganan sampah secara paripurna. “Hal ini diawali dengan memberikan reward dan punishman kepada masyarakat yang mau mengikuti pemilahan sampah di rumah masing-masing. Reward itu dalam bentuk pengambilan sampah gratis terhadap sampah yang sudah dipilah. Punishman-nya tidak dilakukan pengambilan sampah bagi yang belum melakukan pemilahan,” terangnya.

Adapun tenaga pengambil sampah, memaksimalkan telah berjalan menggunakan tukang gerobak sampah yang sudah biasa bekerja di lingkungan masing – masing dengan memberikan honor yang diambilkan dari APBD. “Program ini bisa diambil usulan prodamas di setiap kelurahan. Tenaga pengambil sampah biasanya dibiayai oleh masyarakat secara swadaya. Artinya masyarakat sudah tidak perlu mengeluarkan anggaran pribadinya untuk itu. Inilah bentuk nyata dari reward kepada masyarakat,” tegasnya.

Selanjutnya sampah terpilah yang sudah dikumpulkan dari rumah tangga ataupun dunia usaha itu, dikirim ke TPST yang disediakan di setiap kelurahan. “Setiap kelurahan wajib memiliki TPST sendiri. Apabila ada kelurahan yang belum memiliki TPST, bisa menggunakan sebagian tanah aset milik pemerintah kota untuk dibangun dan anggarannya bisa dialokasikan dari Prodamas. Untuk sampah organik yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis langsung dikirim ke TPA. Sedangkan sampah unorganik yang masih memiliki nilai ekonomis dikumpulkan di TPST sekaligus menjadi bank sampah kelurahan,” jelasnya.

“Proses pemilahan sampah inilah bisa menjadi sumber pendapatan melalui keberadaan TPST. Kemudian sampah yang dikirim ke TPA, tinggal residu yang sama sekali tidak memiliki nilai ekonomi. Pada hilir inilah perlakuan pengelolaan sampah itu akan sesuai dengan harapan yaitu sampah organik akan diolah menjadi kompos,” imbuh wakil rakyat dari Fraksi Demokrat ini. (nng)