Ketua Pertinasia, Prof. Dr. Mulyanto Nugroho, membacakan pernyataan sikap 214 anggotanya atas kondisi bangsa menjelang pilpres 2024, di Kampus Untag Surabaya, Selasa !6/2/2024). DUTA/ist

SURABAYA | duta.co – Kampus di Surabaya mulai bereaksi menyusul aksi-aksi yang dilakukan kampus-kampus lain di Indonesia. Aksi kalangan akademisi ini karena keprihatinan atas apa yang terjadi di pemilu 2024 ini khususnya pemilihan presiden dan wakil presiden.

Dua hari terakhir, beberapa kampus di Surabaya melakukan aksi keprihatinan. Ada Unair, ITS, Unesa, Untag Surabaya dan yang terakhir Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia (Pertinasia).

Pertinasia melakukan seruan, Selasa (6/2/2024) di Kampus Untag Surabaya. Ada 13 perwakilan dari 214 kampus di seluruh Indonesia.

Hadir dalam seruan itu Rektor Untag Surabaya yang juga Ketua Pertinasia, Prof. Dr. Mulyanto Nugroho, Rektor Untag Banyuwangi, Rektor Universitas Wijaya Putra, Rektor Universitas PGRI Adi Buana, Ketua Stiesia, Ketua Stikosa AWS, Rektor Universitas Hayam Wuruk, Rektor Universitas Sunan Bonang Tuban, Rektor STIE Dewantara Jombang, Rektor STIE Mahardika, Rektor Universitas WR Supratman, Rektor STIE Pemuda, dan Rektor Universitas Dr Soetomo.

Prof Nugroho membacakan pernyataan sikap seluruh anggota Pertinasia. Di mana pernyataan sikap ini karena adanya rasa prihatin atas kondisi sosial, politik dan kelangsungan negara Republik Indonesia menjelang pemilu 2024.

Pertinasia melihat telah terjadi pencederaan demokrasi dan pengebirian hak demokrasi masyarakat dengan berbagai propaganda dan paparan yang cenderung destruktif dan mengancam keutuhan NKRI. Telah terjadi degradasi terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai fundamental etika keadaban publik dilanggar sejak proses pencalonan pemimpin melalui legalisasi yang seharusnya inkonstitusional dan merendahkan martabat bangsa.

“Padahal, pesta demokrasi melalui penyelenggaraan pemilu 2024 seharusnya menjadi peristiwa demokrasi yang melibatkan partisipasi rakyat tanpa rasa takut dan intimidasi demi mendapatkan pemimpin dan perwakilan terbaik yang akan memperjuangkan kesetaraan, kemerataan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat,” kata Prof Nugroho.

Pertinasia mengajak semua anggota masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan keadaban dalam sistem demokrasi, mendorong presiden dan pemimpin negara lainnya agar mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, kelompok, atau keluarga.

Andang Subaharianto, Sekjen Pertinasia yang juga Rektor Untag Banyuwangi menambahkan para pimpinan Pertinasia khawatir akan adanya politik tirani, mobilisasi memanfaatkan birokrasi dan aparat yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.

“Bahkan kami prihatin dengan fenomewa bansos yang banyak diperbincangkan publik. Dana baksos 2024 nilainya jauh lebih besar dibandingkan saat pandemi Covid-19,” tuturnya.

Wakil Ketua Persinasia yang juga Rektor aunitomo, Prof Siti Marwiyah mengatakan sebagai negara hukum harusnya Indonesia menjunjung apa yang sudah menjadi ketetapan hukum.

“Namun ada etika dan moral di atas hukum itu sendiri. “Kami melihat proses demokrasi pilpresi dari awal sudah ada pelanggaran, cacat etik, cacat moral,” tandasnya.

Secara lengkap berikut pernyataan sikap anggota Persinasia :

1. Menentang keras tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta segala bentuk turunannya berupa politik dinasti yang mengabaikan norma hukum dan moralitas.

2. Menuntut Presiden memastikan netralitas penyelenggara negara, baik Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri) maupun penyelenggara negara yang lain serta harus memberikan teladan terbaik.

3. Menuntut penghentian upaya politisasi kebijakan negara yang berpotensi merusak proses demokrasi dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam pemilihan umum.

4. Menuntut penegakan aturan pemilihan umum dan etika penyelenggaraan pemilihan umum yang menjunjung tinggi asas kebebasan, kejujuran dan keadilan serta berpihak kepada kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan pihak-pihak tertentu.

5. memberikan sanksi tegas terhadap segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat negara dan tindakan intimidasi yang bertentangan dengan upaya penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas, jujur dan adil.

6. Mengajak civitas akademika perguruan tinggi terlibat bersama rakyat untuk terus mengawal pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. ril/end