Para petani saat mendatangi kantor balai desa Kemantren, menanyakan kejelasan pembebasan lahan oleh PT Jakamitra.

LAMONGAN | duta.co – Puluhan petani Desa Kemantren Kecamatan Paciran mendatangi kantor balai desa setempat, Jumat (1/4). Kedatangan para petani tersebut untuk menanyakan lahan yang hingga kini belum dibeli oleh PT. Jakamitra.

Mereka ditemui serta diakomodir sepenuhnya aspirasinya secara langsung oleh Kepala Desa Kemantren, Ketua BPD dan juga Sekdes, tanpa kehadiran perwakilan dari pihak PT. Jakamitra.

Kepala Desa Kemantren, Suaji mengungkapkan, selama lahan para petani ini belum dibebaskan serta dibeli oleh PT. Jakamitra, maka pihaknya tidak akan ikut menandatangani dokumen analisa dampak lingkungan yang saat ini dilakukan konsultasi publik.

“Perlu diingat, pemerintah desa dan masyarakat Kemantren tidak anti terhadap investasi yang masuk di desa ini, kami malah senang dan mendukung sekali. Kalau ada investasi masuk, maka desa kami akan maju dan warga banyak yang terserap bekerja di kawasan industri tersebut,” ujar Kades.

Akan tetapi, kata dia, seyogyanya pihak PT. Jakamitra bisa ke kantor desa dahulu. Bersama petani dan pemdes hendaknya berkomunikasi untuk mengakomodir aspirasi warga serta mencari solusi terbaik sesuai ketentuan dan aturan yang ada.

“Jika kawasan industri telah banyak berdiri, diharapkan perusahaan juga dapat menyerap tenaga kerja lokal dari Desa Kemantren. Apa yang dilakukan pemerintahan desa kali ini, karena belajar dari pengalaman lalu,” ungkap Suaji.

Ia mengatakan, sebelumnya pihaknya juga pernah merasa kecewa terkait pembebasan lahan untuk proyek Sorbis  beberapa tahun yang lalu. Menurutnya, saat ini khawatir akan terulang kembali.

Senada diungkapkan Ketua BPD Budi Alfian, pihaknya juga sangat khawatir akan terulang seperti di Sorbis. Di mana yang menjadi ujung tombak saat ini yang mengundang juga masih sama.

“Jangan sampai terulang lagi. Kala itu, saat kita menuntut terkait kompensasi ke Sorbis, ternyata disuruh menuntut ke PT.  Rotari yang membebaskan lahan di desa saat itu. Dan akhirnya ludes tak ada hasil. Colong playu, maka saat ini kita harus mengantisipasinya,” tutur Budi.

Sementara itu, Hakim (60) salah satu petani mengungkapkan, saat kegiatan jual beli tanah, semua petani pemilik lahan harus dipertemukan langsung dengan pihak pembeli yakni pemilik PT. Jakamitra.

Menurut dia, sehingga tidak ada praktek makelar ataupun calo. Selain itu, kata dia,  harga tanah juga harus ditetapkan sesuai dengan keberadaan lokasi. Ia mencontohkan seperti pembebasan lahan di Tuban.

“Misal harga tanah di dalam seharga Rp. 1 juta per meternya, sedang tanah di pinggir jalan harga Rp. 5 juta per meter. Itu harus ditetapkan di hadapan para petani pemilik tanah,” tandasnya.

Hasil mediasi para petani dan pemerintah desa yaitu pertama, kades bersama warga tetap komitmen mengusahakan perusahaan menyelesaikan lahan petani dalam plot agar dibeli.

Kedua, jika belum terbeli lahannya maka wajib memberikan akses jalan keluar masuk dalam lahan petani tersebut. Ketiga, apabila melakukan kegiatan harus ada kompensasi yang jelas terhadap masyarakat petani.

Keempat, pemerintah desa senantiasa mengawal untuk mendatangkan pucuk pimpinan PT. Jakamitra untuk difasilitasi dengan masyarakat atau petani Desa Kemantren.

Diketahui, luas lahan milik 50 petani yang ngeluruk ke kantor balai desa ini adalah 50 bidang, total sekitar 30 hektar yang belum dibebaskan dan terbeli oleh PT. Jakamitra.
Sesuai informasi dari pihak desa, pembebasan lahan untuk kawasan industri ini sejak tahun 2018 lalu dan sampai sekarang belum ada kejelasan. (ard)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry