Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Mahfudz

SURABAYA I duta.co – Keputusan Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono menolak usulan pembentukan panitia khusus (pansus) percepatan penanganan covid-19 mematik persepsi negatif. Dimana Adi Sutarwijono ditengarai ingin melindungi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

“Pak Adi kan di DPC (PDIP) sementara bu Risma di DPP (PDIP), nah ini kesannya ketua dewan ingin melindungi Risma kenapa dia nolak pembentukan pansus,” ujar Sekretaris Komisi B Mahfudz, Kamis (7/5).

Mahfudz mengatakan, Adi Sutarwijono ketakutan pansus percepatan penanganan Covid-19 terbentuk. Padahal spirit usulan pansus ini untuk kemanusiaan. Sebab, kondisi persebaran virus corona di Surabaya semakin parah. Sehingga butuh percepatan penanganan supaya cepat teratasi dengan baik.

“Kita hanya mau sinergi dengan pemkot demi kemanuasiaan, bukan alasan lain, apalagi dikaitkan dengan politik, sama sekali tidak ada muatan politik. Kita lepas ego politik dulu, sejak awal ngomong Surabaya bahaya (covid-19), dan sekarang kejadian kan. Jadi inisiatifnya supaya jalan bareng kenapa lima fraksi mengusulkan pansus,” terangnya.

Legislator PKB ini meminta agar usulan itu segera dirapatkan di badan musyawarah (banmus). Jika tetap bersikukuh menolak, maka kesan melindungi Risma semakin kuat. Mahfudz tidak habis pikir ada apa dibalik penolakan pembentukan pansus covid-19, padahal ini menyangkut kepentingan warga surabaya, apalagi yang Terdampak pandemi covid 19 semakin meluas, tidak hanya yang suspect, yang tidak memiliki penghasilan pun semakin meluas.

“Saya tidak habis pikir kenapa ketua dewan menolak, padahal usulan pansus ini menyangkut kepentingan warga surabaya, agar penaganan pandemi covid 19 ini dipercepat dan tepat, road map nya jelas, dan yang harus diingat dewan itu wakil rakyat dalam bekerja harusnya memprioritaskan kepentingan rakyat, bukan memprioritaskan kepentingan yang berkuasa yakni walikota surabaya, Jika seperti itu gimana bisa disebut wakil rakyat,” jelasnya.

Mahfudz mencurigai ada sesuatu yang berusaha ditutupi dari keputusan ketua dewan menolak pembentukan pansus. Apalagi berusaha membangun kekuatan dari pihak-pihak luar yang seolah-olah membangun narasi kalangan dewan buruk. “Kok ini muhammadiyah juga dilibatkan. Kan kesannya dewan buruk, padahal yang kita lakukan untuk kepentinganmasyarakat Surabaya,” tegasnya.

Mahfudz menegaskan, kecurigaan itu diperkuat Pemkot Surabaya tidak memiliki road map dalam penanganan covid-19. Dugaan lain berkaitan dengan penggunaan dana senilai Rp 196 miliar dan dana cadangan senilai Rp 1,3 triliun yang bisa digunakan dalam penanganan covid-19, tidak jelas seperti apa pengunaannya, bahkan sasaran dan target hasilnya seperti apa, juga tidak ada.

“Road map tidak jelas. Contoh kecil pasar ditutup. Saya ngak mempersalahkan, cuma follow upnya ngak ada. Harusnya semua pedagang di test, yang berkunjung kesana juga ditest, tapi ini ngak. Ngak apa-apa ditutup asal disupport, padahal efek penutupan itu luar biasa, banyak warga surabaya yang kehilangan mata pencahariannya, lalu bagaimana mereka dalam meneruskan hidup, sednagkan bantuan dari pemkot juga tidak ada,” ujarnya.

Menurutnya, karena tidak ada road map, maka kontrol dewan terhadap Pemkot Surabaya menjadi lemah. Selain itu, distribusi bantuan sosial (bansos) juga tidak bisa diawasi, apakah sudah tepat sasaran atau justeru tidak, karena fakta di lapangan banyak masyarakat miskin maupun masyarakat terdampak pandemi covid 19 yang pendapatannya turun drastis tidak mendapat bantuan dari pemkot surabaya.

“Saya mengetuk hati nurani bapak Awi ketua DPRD Surabaya, ayolah kita berbuat untuk kemanusiaan, untuk warga surabaya yang sedang membutuhkan penanganan tepat dari pemkot Surabaya, ketua dewan itu wakil rakyat, bukan wakil bu Risma,” tandasnya. (azi)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry