Unusa Luluskan Bidan Beragama Khatolik

Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) pertama kali setelah berganti nama menjadi universitas mewisuda 515 mahasiswanya dari 10 program studi (prodi). Sebagai kampus Islam, ternyata tidak semuanya beragama Islam. Untuk pertama kalinya pula, ada lulusan D3 Kebidanan yang beragama Katolik. Ini bukti, Unusa adalah kampus yang terbuka bagi siapapun dengan beragam etnis, agama, adat istiadat.

—–

Suasana wisuda, Kamis (14/9) di Dyandra Convention Center berbeda. Karena untuk pertama kalinya ada rohaniawan Katolik hadir untuk mendampingi salah satu lulusan untuk mengucapkan sumpah sebagai seorang bidan. Lulusan itu adalah Misi. Namanya cukup singkat, hanya satu kata.

Perempuan kelahiran Pontianak Kalimantan Barat 6 Desember 1995 itu, saat wisuda memang tampil beda. Wisudawati semuanya memakai kerudung, menutup auratnya, namun Misi justru menyanggul rambutnya.

Walau berbeda, namun tidak mengurangi kebahagiaan Misi untuk berbaur dengan teman-temannya, berfoto bersama bahkan berswafoto pun terus dilakukan. Anak pasangan Alexander Guntur dan Helena ini, memang tampak ‘manglingi’. Biasanya, walau dia beragama non muslim, namun saat kuliah menyesuaikan diri dengan memakai seragam yang memakai kerudung. Celana dan atasan putih plus kerudung putih. Memang bukan paksaan dari kampus, namun, Misi tidak ingin dia terlihat berbeda dengan teman-temannya saat kuliah. Bahkan, saat praktik di rumah sakit, dia pun menggunakan seragam resmi dari Unusa.

“Saat wisuda perbedaan itu terlihat karena saya perempuan satu-satunya yang tidak pakai kerudung. Ya tidak apa-apa. Saya merasa senang kuliah di sini, semua tidak membedakan saya,” ujarnya dengan mimik bahagia karena sudah lulus dengan nilai IPK di atas 3.

Anak kedua dari dua bersaudara ini memang mencoba untuk bisa berbaur. Beruntung teman-temannya tidak ada yang membedakan dia. Dia berkuliah seperti biasanya, memakai seragam yang ditetapkan pihak kampus. “Tidak ada paksaan untuk memakai seragam yang sama. Atas keinginan saya sendiri saya memakai seragam yang sama dengan teman-teman. Kalau pun saya mau pakai seragam yang tidak berkerudung ya tidak apa-apa. Tapi saya tidak ingin berbeda,” tuturnya.

Untuk masalah pembelajaran, Misi mengaku semua dijalankan dengan biasa. Dia mengikuti semua mata kuliah yang ditetapkan. Ketua Program Studi (Prodi) Kebinanan, Fitria Dwi Anggraini mengatakan, hanya ada satu  yang membedakan Misi dengan teman-teman lainnya, yakni bacaan-bacaan doa hafalan. Hafalan ini penting dan harus  diikuti semua mahasiswa terutama mahasiswa kebidanan.

“Hafalan ini adalah doa-doa yang wajib diberikan mahasiswa saat mendampingi ibu hamil, baik saat memeriksakan kehamilan maupun saat mau melahirkan. Biasanya, mahasiswa akan membimbing ibu hamil untuk membaca surat Yusuf dan surat Maryam. Mereka harus hafal, namun karena Misi ini agama beda, maka dia tidak wajib menghafal namun dia harus mengetahui nilai-nilai Islami misalnya mengadzani bayinya setrlah lahir, membaca doa setrlah melahirkan dan sebagainya. Dia ketika praktik, juga harus menyarankan pasiennya untuk membaca foa-doa itu,” jelas Fitria.

Karena itu, Misi pun sangat paham dan selalu menyarankan pasien di mana dia pernah magang yakni di RSAL dan RSU dr Soetomo untuk membaca surat Yusuf dan Maryam. “Kadang kalau mereka tidak hafal pasien saya beri brosur yang berisi bacaan-bacaan itu. Senang kalau pasien mau melakukannya,” tutur Misi.

Dengan  hadirnya Misi di Unusa, semakin membuktikan bahwa kampus ini bukan hanya untuk mahasiswa yang beragama Islam apalagi yang berstatus NU. Semua agama boleh menempuh pendidikan di kampus ini. Bahkan, Rektor Unusa, Prof. Dr.Ir. Achmad Jazidie, M.Eng menjamin semua mahasiswa dari agama apapun akan diperlakukan sama. “Unusa kampus terbuka, silahkan semua boleh kuliah di sini,” ujarnya saat berpidato. end

 

 

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry