Dr H Hidayat Nur Wahid (ist)

JAKARTA | duta.co – Heran, belakangan kebijakan pemerintah sering terasa tidak adil, terhadap umat Islam. Kali ini soal syarat mudik dan tarawih. Sampai-sampai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr H M Hidayat Nur Wahid, MA angkat bicara, mengkritisi kebijakan terkait syarat bolehnya salat tarawih di Masjid dan mudik lebaran 2022.

“Seharusnya dalam rangka mengatasi pandemi ini, pemerintah (tampil) menjadi teladan dalam mengayomi seluruh rakyat. Berlakukan aturan berkeadilan bagi seluruh umat beragama. Jangan malah menghadirkan keputusan yang tidak sehat, tidak obyektif. Ini bisa membuat mayoritas warga negara merasa mendapat perlakuan tidak adil,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (25/3/22).

Terkait syarat boleh ikut jamaah tarawih di Masjid dan Mudik 2022, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mensyaratan booster (vaksin ke tiga). Ini harus untuk boleh salat tarawih di Masjid dan mudik lebaran 2022.

HNW, sapaan akrabnya, juga anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan keagamaan ini, menilai pernyataan pejabat  tinggi negara yang sudah sampai ke publik jauh hari sebelum bulan Ramadhan, soal persyaratan booster, adalah tidak bijak. Apalagi di saat covid-19 semakin landai dan pemerintah justru mempersiapkan skema perubahan dari pandemi ke endemi, sementara target vaksinasi tahap kedua juga belum terpenuhi 100%.

Adanya ketentuan harus booster untuk dapat tarawih dan mudik lebaran, lanjut HNW, bagi umat Islam bisa berarti bentuk diskriminasi dan ketidakadilan. Ini menimbulkan kekhawatiran dan keresahan masyarakat yang ingin salat tarawih di Masjid dan ingin mudik lebaran. “Sebagai akibat dari berkepanjangannya masalah covid, umat semakin kritis. Mereka ingat benar, dulu libur nasional Maulid Nabi Muhammad digeser dengan alasan covid, akhirnya umat mengikuti aturan pemerintah. Padahal saat itu, covid-19 melandai, mirip kondisi jelang Ramadhan ini,” tegasnya.

Hal yang berbeda seperti perayaan Natal, Imlek, Nyepi, tidak ada penggeseran hari libur nasional, juga tanpa wacana yang meresahkan seperti syarat keharusan booster dll. “Padahal saat itu covid-19 lagi menyebar dengan grafik meningkat, pemerintah juga tidak menurunkan level PPKM atau pun status pandeminya. Lebih terang lagi, event di luar acara keagamaan seperti MotoGP (Mandalika), sama sekali tidak ada keharusan booster atau persyaratan-persyaratan yang memberatkan seperti yang harus umat Islam jalani saat ikut salat tarawih berjamaah di Masjid maupun mudik lebaran,” katanya.

Harusnya Jadi teladan

Jadi? “Seharusnya, dalam rangka mengatasi pandemi ini, pemerintah menjadi teladan dalam mengayomi seluruh rakyat dengan memberlakukan aturan berkeadilan bagi seluruh umat beragama. Jangan malah menghadirkan keputusan yang tidak sehat dan tidak obyektif, yang bisa membuat mayoritas warga negara merasa mendapat perlakuan tidak adil,” ujarnya.

Semestinya, jelas HNW, pemerintah menghadirkan kebijakan yang menenteramkan warga, kebijakan yang adil untuk semua warga bangsa dan seluruh umat beragama. Karena kata ‘adil’ dan ‘keadilan’ itu sangat urgen di dalam butir Pancasila, sehingga disebut dua kali dalam Sila Kedua dan Sila Kelima,  tambah HNW.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan umat Islam di Indonesia bersyukur dan bergembira menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Firti dengan kondisi pandemi Covid-19 yang sudah semakin melandai. Ini setelah dua tahun sebelumnya mendapat pembatasan yang ketat.

“Maka apabila hari nasional agama lain dalam kondisi penyebaran covid dengan grafik menaik, tetap dapat dilaksanakan dengan skema relaksasi, maka, sudah seharusnya bila hari keagamaan umat Islam seperti bulan Ramadhan dan mudik Lebaran tahun ini juga diberlakukan relaksasi yang sejenis. Apalagi terbukti grafik penyebaran covid-19 justru menurun. Cukup menghimbau, dan mengingatkan, tetap disiplin dengan protokol kesehatan, sebagaimana sudah menjadi ketentuan MUI,” ujarnya.

Oleh karena itu, HNW mendesak pemerintah segera mengoreksi kebijakan yang bisa meresahkan umat Islam seperti syarat booster untuk bisa salat tarawih di Masjid dan mudik lebaran. Ini hanya akan menambah gaduh di tengah ketidakmampuan pemerintah untuk hadirkan ketenteraman bagi rakyat akibat kenaikan harga-harga sembako dll.

“Kita memang harus tetap waspada dengan pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya hilang. Namun, jangan sampai juga menakut-nakuti dan menghambat masyarakat yang sudah sangat senang menyambut dan beribadah di bulan suci Ramadhan,” ujarnya.

HNW mengingatkan, bahwa, syarat booster itu tidak pernah pemerintah berlakukan bagi umat beragama lain. “Maka demi kemaslahatan semua umat beragama termasuk umat Islam, agar dapat membangun kepercayaan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam mengatasi covid-19 ini, maka, cabut soal booster sebagai syarat salat tarawih di Masjid dan mudik lebaran. In sya Allah dengan begitu segera berhenti kegaduhan soal ini, dan harmoni antarpihak dapat makin terwujud,” pungkasnya. (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry