Oleh: Febti Ismiatun*

DALAM kegiatan workshop bertajuk English Presentation Skill yang diselenggarakan oleh P2BA di UNISMA, pembicara menyita perhatian saya dengan sikap eloknya. Mulai sikap saat berjalan, duduk, berdiri, berbicara, menatap dan tersenyum. Dari sekian banyak kegiatan serupa, kali ini adalah yang paling berkesan.

Deskripsi di atas menjadi inspirasi tulisan ini sekaligus merupakan salah satu cerminan dari empat ragam kompetensi dalam UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, diataranya yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Penguasaan pada empat kompetensi memainkan peranan penting dalam membentuk profesionalitas tenaga pendidik guna mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Dalam konteks perguruan tinggi, kompetensi kepribadian dosen menjadi pembahasan menarik karena dianggap dinamis dan unik.

Kepribadian atau personality seorang dosen akan selalu direkam oleh mahasiswanya. Tidak jarang kita dengar mahasiswa menamai dosennya dengan berbagai sebutan atau labeling, seperti contoh dosen killer, dosen galak, dosen suka telat, dosen pelit nilai dan lain sebagainya. Meski sebutan-sebutan tadi tidak mutlak valid dengan kondisi aslinya, namun ihwal tersebut dapat dijadikan renungan. Sebuah hadits sahih dengan terjemahan “utamakan adab sebelum ilmu” mempertegas bahwa adab/sikap/kepribadian memiliki keutamaan lebih dibanding intelijensi. Juga, kompetensi kepribadian dosen berpengaruh cukup signifikan bagi psikologi pembelajar dewasa (mahasiswa) yang umumnya masih dalam proses pembentukan jati diri. Jika mahasiswa menemukan sosok yang patut untuk ditiru, maka energi positif akan muncul melalui perannya sebagai mahasiswa dan bahkan meningkatkan motivasi serta prestasi belajar mereka (Darojah & Hadijah, 2016). Setidaknya ada dua indikator kualitas seorang dosen, yakni digugu karena kemampuan akademiknya dan ditiru karena kepribadiannya.

Lalu bagaimana menumbuhkan kompetensi kepribadian dosen agar menginspirasi mahasiswa? Pertanyaan tersebut menjadi susah sekaligus mudah untuk dijawab karena kepribadian itu sendiri pada hakikatnya ialah perwujudan kebiasaan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ketika kepribadian seorang dosen sudah terbentuk sejak dulu, maka ia lebih mudah menonjolkan ciri khasnya dalam mengajar dan begitu pun sebaliknya. Ada banyak indikator penguasaan kompetensi kepribadian dosen, tiga diantaranya paling efektif diterapkan didalam kelas. Pertama ialah tersenyum. Banyak orang menganggap remeh akan sebuah senyuman.

Tahun 2013, seorang peneliti kenamaan Finlandia, Timo Kaukamaa, mengungkapkan bahwa senyuman mampu merubah tingkat emosi seseorang dari negatif menjadi positif saat berkomunikasi. Hal ini dapat diartikan bahwa ekspresi bahagia seorang dosen yang terpancar dari senyuman, mampu merubah suasana kelas menjadi lebih hidup dan menyenangkan. Maka dianjurkan untuk menerapkan teknik smiling voice saat menjalankan kegiatan pengajaran dan pembelajaran. Kedua adalah menunjukan motivasi tinggi saat mengajar. Seorang dosen sudah semestinya menjadi salah satu sumber motivasi belajar bagi mahasiswa, maka dari itu passion terhadap profesi sebagai dosen harus tertanam dan terpancar melalui antusiasme yang tinggi saat menyampaikan materi perkuliahan.

Selanjutnya, dosen harus piawai dalam mengapresiasi usaha belajar mahasiswanya. Apresiasi dari dosen mencerminkan sebuah bentuk keyakinan bahwa setiap mahasiswa berpotensi menggapai keberhasilan dalam proses belajarnya. Terakhir yakni sabar. Kesabaran seorang dosen akan sangat dihargai oleh mahasiswa dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Kesabaran juga merefleksikan sikap dan hati yang jernih dalam berpikir, terutama dalam hal mengajar, mendidik dan membimbing mahasiswa. Disisi lain, kesabaran seorang dosen justru diuji saat menjumpai situasi yang tidak sinkron dengan maksud dan tujuannya. Sebagai contoh, seorang mahasiswa memiliki tingkat kognitif rendah sehingga membuatnya lamban dalam mengikuti proses pembelajaran.

Melihat kondisi demikian, tentunya seorang dosen tidak dapat menyamakan dan memaksa mahasiswanya agar seimbang dengan mahasiswa yang kemampuan kognitifnya tinggi. Pun dalam membimbing skripsi misalnya. Seorang dosen diharapkan bersabar dalam proses pembimbingan ketika menemukan logical fallacies atau argumentasi yang keliru pada manuskrip mahasiswa. Rasa kecewa yang berlebihan hingga tak lagi berkenan membimbing merupakan bentuk dari personality traits yang kurang matang dalam diri seorang dosen. Karna justru ia memiliki kewajiban untuk membimbing hingga tulisan mahasiswa tersebut layak dipresentasikan dan bahkan dipublikasikan.

Jika ketiga indikator dalam kompetensi kepribadian dapat diterapkan secara konsisten, tentu akan menumbuhkan atmosfir belajar yang menyenangkan di dalam kelas. Karena faktanya mahasiswa tidak hanya membutuhkan sosok pengajar, namun juga sosok yang bisa diteladani. Oleh karena itu, membiasakan tersenyum, memberikan motivasi dan bersikap sabar kepada mahasiswa mulai hari ini akan mengasah kompetensi kepribadian dosen dan semakin memuliakan jasanya dalam upaya membentuk generasi akademik berkarakter kuat dan positif di masyarakat.

*Penulis adalah dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry