Menko Polhukam Mahfud MD (Rusman-Biro Pers/cnnindonesia.com)

JAKARTA | duta.co – Hanya Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gatot Nurmantyo yang menyindir keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penambahan masa jabatan pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Tak tanggung-tanggu, menurut Gatot, keputusan MK itu membuat orang bisa frustasi. “Ya sekarang ini kalau kita lihat Mahkamah Konstitusi, orang kita ini jadi frustasi. Ini Mahkamah Konstitusi kan harusnya menggunakan pisau analis Undang-undang yang di atas dan sebagainya,” begitu Gatot Nurmantyo usai menjadi pembicara dalam acara Forum Akademis ‘Membedah Persoalan Bangsa dan Negara’ yang digelar oleh Forum Tanah Air (FTA) di Surabaya, Minggu (28/5/2023).

Kegalauan Gatot ini sangat masuk akal. Apa urgensinya MK tiba-tiba menambah masa jabatan pimpinan KPK. “Apa hubungannya (MK) dengan pertambahan masa jabatan? Dan tidak ada namanya di tengah jalan itu (masa jabatan) ditambah, kecuali untuk (pimpinan) yang akan datang,” jelasnya.

Ini kebijakan berbahaya. Kalau masa jabatan pimpinan KPK bisa diperpanjang, maka, jabatan presiden pun sewaktu-waktu bisa diperpanjang. “Kalau ini bisa, Mahkamah Konstitusi memutuskan perpanjangan jabatan KPK, ditambah satu atau dua tahun, maka MK juga bisa dong menambah masa jabatan presiden satu atau dua tahun,” sindirnya.

Belum ada yang menimpali kritik Gatot ini. Padahal, mantan Panglima TNI ini sudah menyebut tidak ada contohnya keputusan seperti itu.   “Kasus ini yurisprudensinya kan seperti ini. Ini yang kita kaji bahwa janganlah membuat sebuah hal yang menabrak dan ini asumsinya (jelas) politik,” sambungnya.

Tiba-tiba Geger Soal A1

Jagat politik kita tiba-tiba heboh. Pemicunya adalah kicauan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana perihal sidang pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi.

“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting,” ujar Denny rigit, seperti dikutip dari akun Twitter pribadinya.

Info Denny ini sesungguhnya tidak penting-penting amat. Karena sejumlah Parpol sudah ancang-ancang diterapkannya sistem proporsional tertutup. Khususnya untuk posisi DPR RI. “Saya sudah ditawari untuk menduduki nomor 2 di sebuah Parpol. Tetapi, karena tidak ketemu kesepakatan, akhirnya batal. DPR RI, tampaknya menggunakan proporsional tertutup. Ini berbeda dengan DPRD I dan II,” tegas sumber duta.co di Café Asix, Kompleks Museum NU.

Lantas, siapa sumber informasi yang disebut Denny penting tersebut? Ia enggan menjelaskannya. Yang pasti, orang itu sangat dipercaya kredibilitasnya. “Yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba:  otoritarian dan koruptif,” kata Denny.

Dalam kesempatan itu, dia juga mengomentari KPK sudah dikuasai pemerintah. Hal itu ditandai dengan pimpinan yang cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan satu tahun.

Ada lagi, Denny kemudian menyebut peninjauan kembali Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko atas putusan terkait Partai Demokrat diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di Mahkamah Agung.

“Jika Demokrat berhasil “dicopet”, istilah Gus Rommy PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal. Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam Integritas,” ujar Denny.

Kicauan Denny ini lantas dikomentari oleh Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono juga melalui akun Twitter pribadinya. Menurut SBY, Denny merupakan mantan Wamenkumham dan ahli hukum yang kredibel.

“Jika yang disampaikan Prof Denny Indrayana “reliable”, bahwa MK akan menetapkan Sistem Proporsional Tertutup, dan bukan Sistem Proporsional Terbuka seperti yang berlaku saat ini, maka hal ini akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia *SBY,” tulis SBY.

SBY lantas menyampaikan tiga pertanyaan kepada MK berkaitan dengan sistem pemilu yang hendak diputuskan MK. Pertama, Apakah ada kegentingan & kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? SBY mengingatkan DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. “Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan “chaos” politik *SBY*,” tulisnya.

Kedua, Benarkah UU Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi? Menurut SBY, sesuai konstitusi, domain & wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, & bukan menetapkan UU mana yang paling tepat ~ Sistem Pemilu Tertutup atau Terbuka.

“Kalau MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi Tertutup, mayoritas rakyat akan sulit menerimanya. Ingat, semua lembaga negara termasuk Presiden, DPR & MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat *SBY*,” tulis SBY.

Dan, ketiga, Sesungguhnya penetapan UU tentang sistem pemilu berada di tangan Presiden & DPR, bukan di tangan MK. Mestinya, kata SBY, Presiden & DPR punya suara tentang hal ini. “Mayoritas partai politik telah sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar *SBY*,” tulisnya.

Preseden Buruk

Menurut Mahfud MD informasi Denny itu bisa menjadi preseden buruk. Karena menurut dia, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. “Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah,” kata Mahfud seperti dikutip dari akun Twitter pribadinya.

“Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Saya yang mantan ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya.”

Mahfud juga mendesak MK dapat menyelidiki sumber informasi dari Denny Indrayana tersebut. “Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya,” kata Mahfud.

Namanya juga politik, apa yang disampaikan Denny mengandung banyak makna. Pertama, bisa jadi benar informasi A1 itu.  Denny sebagai mantan orang penting, tentu, memiliki banyak telinga yang bisa dipasang di pelataran MK.

Kedua, banyaknya informasi di sekitar Parpol, bahwa, besar kemungkinan akan diterapkan sistem tertutup untuk DPR RI. Untuk membuyarkan semua itu, maka, bisa jadi muncul fait accompli ala Denny. Masalahnya: Mengapa semua diam ketika jabatan Pimpinan KPK diam-diam diperpanjang oleh MK? (mky dari berbagai sumber)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry