Keterangan foto tribunnews.com
“Ini sejalan dengan kekalahan Jokmar dalam banyak poling medsos. Bagi yang cerdas membacanya, inilah yang dimaksud LSI DJA angka sulap ‘The Magic Number’.”
Oleh: Martimus Amin*

SURVEI LSI Deny JA terbaru mengunggulkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin (Jokmar) sebesar 52 persen atas rival Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (Padi), tidak hanya menyentak perhatian publik secara luas juga menuai kontroversi.

Bagaimana tidak mengagetkan, sejak diumumkan secara resmi pasangan capres dari kedua kubu dan didaftarkan ke KPU, paslon Padi begitu sangat menawan mengungguli paslon Jokmar diseluruh poling media sosial. Tidak aneh survei LSI DJA dipertanyakan. Mari kita bedah.

Pada Pilkada DKI Jakarta 2012, LSI DJA mengeluarkan rilis paslon Fauzi Bowo dan Nahrowi Ramli akan unggul satu putaran. Rincian survei LSI antara tanggal 22 hingga 27 Juni 2012  menerangkan paslon Fauzi-Nahrowi sukses meraih 43,7 persen. Urutan kedua diduduki Jokowi dan Basuki dengan capaian suara 14,4 persen, dan seterusnya.

Fakta berbicara sebaliknya, pasangan Jokowi-Ahok unggul jauh di putaran pertama dari pasangan Fauzi-Nahrowi.

Kemudian masih seputar Pilgub DKI Jakarta 2017, LSI DJA begitu entengnya memprediksi paslon Anies Baswedan-Sandiaga Uno akan tersingkir di putaran pertama, dengan elektabilitas 14 persen. AHY-Silviana Murni 36,7 persen. Ahok-Dajrot 32,6 persen.

Survei dan prediksi LSI DJA kembali salah kaprah. Ironisnya masyarakat memilih AHY yang diunggulkan DJA hanya 17 persen.

Pada Pilkada Jabar 2008, kesalahan juga pernah dilakukan sejumlah lembaga survei termasuk LSI DJA yang menjagokan Agum Gumelar-Nu’man. Namun dalam ‘perang’ sesungguhnya Ahmad Heryawan-Dede Yusuf yang tidak diunggulkan justu malah menang.

Begitupun pada tahun 2013. Ahmad Heryawan sebagai calon petahana tidak diunggulkan kembali menang. Padahal mayoritas lembaga survei termasuk LSI DJA menjagokan pasangan Dede Yusuf-Lex Laksmana. Lagi-lagi harus menelan pil pahit. Pasangan Aher-Deddy Mizwar yang tidak dunggulkan tersebut justru menang. Bahkan, perolehan suara Dede Yusuf yang dijagokan disalip oleh pasangan lain Rieke Dyah Pitaloka-Teten Masduki.

Lebih konyol dan menggelikan lagi, teranyar adalah ramalan lembaga survei atas elektabilitas Sudrajat-Syakhu (ASYIK) di Pilkada jabar, yang selalu ditempatkan di angka 6 persen atau paling tinggi 12 persen. Kenyataannya hanya kalah tipis dengan paslon Ridwan Kamil-UU Ruzhanul Ulum (28,9 persen vs 32,88 persen).

Bagi yang Cerdas Membacanya

Kesalahan dari akurasi survei begitu fatal dan dilakukan terus berulang, jelas menimbulkan kecurigaan publik bahwa lembaga survei tidak bekerja secara profesional. Puncaknya hingga kengawuran lembaga survei dilaporkan pihak untuk diusut kepolisian Indonesia. Dianggap tidak lagi mengindahkan kaidah ilmiah dan etika intelektual. Sebab, sungguh fantantis. angka kesalahan metodologi survei mencapai tingkat 30 persen dan prediksinya salah mulu.

Lembaga survei dinilai sudah menjadi mutan pemenangan paslon yang menghalalkan segala cara. Apa terjadi? Paslon buntung – Lembaga Survei menang banyak.

Jadi, sangat gampang menebak hasil riset survei LSI. Jika DJA meramal elektabilitas Jokmar sebesar 52 persen, maka kita membaca sebaliknya. Hasil survei Jokmar sebelumnya 34 persen dan dikurangi tingkat kesalahan (margin error) 30 persen, riil angka elektabilitas Jokmar hanya berkisar ‘4 persen’, atau dikurangi dengan hasil survei LSI terakhir pun elektabilitas Jokmar masih diperingkat ’22 persen’.

Logis. Ini sejalan dengan kekalahan Jokmar dalam banyak poling medsos. Bagi yang cerdas membacanya, inilah yang dimaksud LSI DJA angka sulap ‘The Magic Number’.  (sumber rmol.co)

*Martimus Amin adalah Pengamat politik dari The Indonesian Reform

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry